9.

3.1K 503 39
                                    

"Hah~ Akhirnya aku ketemu kasur." pekik Thiya senang seraya melemparkan tubuhnya sendiri keatas ranjang, perjalanan yang cukup melelahkan apalagi ia sempat salah jadwal tadi.

Tapi lelahnya hilang ketika dijemput oleh Jefㅡ Jeo dan Marvin. Betapa ia merindukan kedua anaknya yang lucu itu, bukan suaminya. Karena suaminya telat empat puluh lima menit, membuat Thiya harus menunggu di stasiun dengan semangkuk bakso pedas nya.

Jefan membuka pintu, kedua anaknya sudah tidur karena mereka kelelahan. Tidak, Jefan tidak menyuruh mereka mencuci mobil lagi. Mereka kelelahan bermain bersama Jefan dan membuka banyak oleh-oleh yang Thiya beli tadi. "Udah puas liburannya?" tanya Jefan pada Thiya yang sedang memeluk gulingnya.

"Udah, lah! Oh! Kamu harus tau aku habis panen apa disana." jawab Thiya, wanita itu bangun dan mencari ponselnya. Membuka aplikasi kencan dan menunjukkannya kepada Jefan.

Pria itu membulatkan matanya kaget melihat daftar lelaki yang muda yang berada disana, "Ya! Aku panen berondong hahaha." sambung Thiya dengan bangga. Ia menggerakan tubuhnya ke kanan dan kiri karena senang.

"Jangan macem-macem, Thiya." ucap Jefan yang duduk di pinggir kasur, menatap Thiya yang sama sekali tidak peduli dengannya.

"Aku nggak bakalan macem-macem, kalau kamu juga nggak macem-macem. Kalau ada satu perempuan yang kamu respon, aku juga bakalan respon laki-laki gemes ini." ujarnya dengan suara menantang, sebuah ancaman jika Jefan sudah di luar kendali dan itu bisa terjadi kapan saja.

Lelaki itu mengusap wajahnya kasar lalu menghela nafas, mengambil ponselnya di atas nakas dan memberikannya pada Thiya. "Kalau gitu kamu bisa urus yang ini."

Dahi Thiya berkerut, "Ada apa nih?" tanyanya seraya menerima ponsel milik Jefan. Sebenarnya Thiya hanya berlagak tidak tau saja, padahal wanita itu tau apa yang dilakukan Jefan setiap harinya dan dengan siapa pria itu pergi, semuanya Thiya tahu.

Jefan tidak menjawab, pria itu malah bergerak menuju Thiya yang menyandarkan diri dan memeluk perut wanita itu seperti biasanya. Jemari Thiya sibuk mengggulir layar ponsel suaminya, alisnya menukik. "Kok ada kontak Depo dua belas? Ini kamu main slot?" tanta Thiya heran.

Suaminya mengangguk, "Iya, ya itu nyoba sekali." jawabnya tanpa beban.

"Dapet?"

"Engga, makanya nggak aku terusin."

Tangan Thiya dengan ringan menepuk pipi suaminya hingga suaranya terdengar nyaring, "Oh pinter sekarang mainnya judi online."

"Sekali doang, neng. Nyoba, nggak diterusin." bela Jefan, jujur saja teman kantornya yang mengajak. Jefan tidak pikir panjang, ia hanya iseng untuk mencoba ternyata dirinya sedang tidak beruntung. Jadi, tidak ia teruskan lagi.

"Aku pecat kamu jadi suami kalau masih main gituan." ancam Thiya, Jefan hanya mengangguk paham.

Jefan beralih memilin baju tidur milik istrinya, menunggu Thiya puas mengecek ponselnya. Hingga beberapa menit kemudian, wanita itu menemukan hal yang tidak beres. "Oh ini, hm... ini kamu respon tapi chatnya kamu hapus ya?" tanya Thiya, menjahili suaminya adalah hobi barunya.

"Mana ada sih, neng. Jelas-jelas itu aku diemin, kalau dihapus chatnya kan pasti ngebekas itu." Thiya tertawa kecil, ia tahu jika Jefan sama sekali tidak merespon pesan dari seseorang yang tidak dikenal ini. Wanita itu hanya ingin menggodanya saja.

"Ya kan siapa tauㅡ ini lagian chat dari tiga hari yang lalu. Kok kamu nggak langsung bilang ke aku?"

"Kamu liburan."

"Oh ya ya, bener juga."

Thiya kembali menggulir layar ponsel Jefan, membaca dengan perlahan pesan-pesan menggoda yang ada disana. "Ewh, ini dapet nomor kamu darimana?" tidak habis pikir, kemarin ada seseorang yang menelpon Thiya dan sekarang ada yang menggoda suaminya.

Jefan mendongak dan memasang wajah berpikir, "Kalau dari namanya itu hm... yang disebut mami lc? Kayaknya dapet pas aku mabok?" jawab Jefan jujur. Thiya hanya berdecak mendengarnya, curiga jika wanita itu nekat menyimpan nomor telpon suaminya.

Jelas, Jefan hobi mabuk.

Helaan nafas Thiya terdengar lelah, lelah dengan semua kelakuan suaminya. "Ini kamu telat nakal apa gimana sih, mas?" Thiya tidak bisa berkata-kata lagi, jemarinya memainkan rambut Jefan yang aromanya masih sama seperti rambut Jeo.

"Engga, emang dari dulu."

"Berubah dong. Anak-anak kamu, kasian mereka kalau tau punya bapak bajingan."

"Kamu engga?"

"Iya aku juga, kalau kamu beneran sayang sama aku." kalimat Thiya seperti tamparan. Benar, Jefan menyayangi Thiya sepenuh jiwanya. Walaupun mereka hanya korban dari perjodohan bodoh yang dilakukan keluarga Jefan, untung saja ibunya menemukan Thiya di pasar.

Jefan mengeratkan pelukannya, "Iya pelan-pelan." ucapnya pelan. Thiya tersenyum, tangannya berpindah menjadi mengelus punggung sang suami. Paham jika kebiasaan Jefan tidak bisa langsung hilang, sepertinya Thiya harus belajar bernyanyi mulai besok.

"Jadi, ini aku yang urus? Nggak kamu aja, mas?"

"Kamu mau nanti jadi makin berantakan?"

"Selera mu turun?"

"Kalau dia nekat?"

"Okay, aku urus besok." ujar Thiya final, Jefan bergerak untuk bangun dan mengecupi seluruh bagian wajah Thiya. Benar, ia sangat menyayangi Thiya.































































an.
anjay di labrak

daintyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang