14.

3.3K 476 28
                                    

Hari ini adalah family time, Jefan mengajak keluarganya pergi ke kebun binatang beberapa hari setelah Jeo sembuh dan keluar dari rumah sakit. Tapi Jeo tidak berjalan, ia di gendong oleh Jefan karena tidak boleh terlalu lelah.

Sekarang Marvin yang menempel pada tubuh Thiya seperti tidak bisa menopang tubuhnya sendiri, energinya habis setelah melihat singa tadi. "Mama pulang yuk." ajaknya sudah tidak betah. Sesekali Marvin memggosok matanya dengan tangan kanan, mengantuk.

Setelah dari kebun binatang mereka menghampiri rumah ibu Jefan, ada acara keluarga tentu saja. Kali ini Thiya bisa sedikit lebih lega karena ibu mertuanya ada disini, usapannya pada kepala Marvin berhenti dan wanita itu menepuk paha nya. "Sini bobo, kakak." katanya.

Marvin langsung menaruh kepalanya disana, mencari posisi paling enak. Bahkan tidak peduli dengan Jeo yang sibuk bermain miniatur dinosaurus bersama Jefan sambil sesekali memakan bola coklatnya.

"Marvin umur berapa, Thiya?" tanya seorang wanita berumur sama seperti ibunya sendiri, tangannya menyentuh kaki Marvin dan Thiya langsung memegang kaki si sulung. Sangat protektif, tidak ingin sembarangan orang menyentuh anak-anaknya.

"Jalan tujuh tahun, agustus ini." jawab Thiya pelan, sedikit memaksakan untuk tersenyum.

"Kalau itu kembarannya atau adeknya?"

"Adeknya, Jeo. Bedanya delapan bulan, dulu posisi Jeo agak beda jadi ya begitu." Wanita disamping Thiya mengangguk paham, lucu sekali melihat kedua anak yang akan besar bersama.

Seorang wanita cantik yang sudah berumur dan diketahui adalah sahabat dari ibu Jefan yang berada disana pun mendekat, "Lucu ya? Harusnya satu lagi perempuan, lengkap deh. Ya kan mas Jefan?" tanyanya dengan nada bercanda, tangan kanannya memberikan Thiya semangkuk mandu karena kelihatan jika ia belum makan apapun disini.

Jefan hanya tertawa kecil, ia mengambil alih Marvin dari pangkuan Thiya supaya tidak mengganggu istrinya makan sedangkan Jeo masih sibuk bermain dinosaurus. "Nggak usah lah, tante. Dua aja yang penting sehat. Ini aja nggak kebayang gedenya gimana." jawab Jefan.

Bayangan jika nanti kedua anaknya tumbuh beranjak dewasa, laki-laki, nakal, susah diatur. Kalau Jefan memikirkannya terus mungkin ia akan mati muda karena tidak terbayang jika akan mengurus dua anak, itu sebenarnya salah dia sendiri.

Thiya hanya tersenyum, sesekali menyuapkan suaminya makanan karena mereka belum makan. Jeo hanya menelan kue coklat dan biskuit, tidak masalah.

Tiba-tiba Jeo bergerak untuk memeluk papanya dari samping, refleks Jefan sangat bagus karena ia menangkap Jeo dengan tangan kirinya. Seseorang sedang berjalan ke arahnya, itu adalah wanita yang mencibir Thiya saat terakhir kali datang kemari. Jeo takut karena berpikir wanita itu mirip penyihir yang sering kali Thiya ceritakan.

"Jeo kemarin sakit ya?" tanyanya ketika mendekat dan duduk dihadapan Jefan, tangannya terulur untuk meraih Jeo tapi anak itu beringsut lebih menempel ke Jefan dan lelaki itu menjauhkan tubuhnya sedikit.

"Iya, Jeo agak capek." jawab Thiya, wanita itu merubah posisi tidur Marvin di pangkuan Jefan dan memberi intruksi agar Jeo mendekatinya. Tidak ingin anaknya di sentuh.

Wanita itu menatap tidak suka, "Oh pantes kelihatan agak kurus, kirain karena nggak keurus sama orang tuanya yang lebih mentingin Marvin." ujarnya sinis.

"Nggak boleh gitu, mbak." tegur wanita cantik sahabat ibu Jefan. Ia sangat muak dengan saudara perempuan dari ayah Jefan ini.

Thiya menatap tajam wanita itu, "Iya, nggak aku kasih makan." jawabnya kesal. Sudah sangat kesal dengan wanita ini, mungkin Thiya membencinya setengah hidup.

Jefan menimpali ucapan istrinya, "Apa sopan tante ngomong begitu ke anak kecil yang baru keluar dari rumah sakit seminggu lalu?" katanya. Ucapan wanita itu menyinggung Jefan, mungkin pria itu tidak terlalu dekat dengan anak-anaknya tapi ia melakukan semuanya untuk kedua anaknya.

Mendengar keributan, ibu Jefan menghampiri mereka. "Ada apa?" tanyanya karena tidak mengerti dengan keributan ini, apa Thiya dicibir lagi?

"Mami bisa tanya ke tante ini. Aku kasih tau ya, tante. Kita berdua ngurus anak-anak sendiri, Jeo hilang berat badan karena sakit. Mikir, kalau tante masih punya otak." bentak Thiya, ia bukan malaikat. Tingkat kesabarannya sangat tipis.

Sekarang ibu mertuanya mengerti, "Mbak, kok ngomong gitu?"

"Ya kenapa? Kelihatannya begitu kok."

Thiya membulatkan matanya, dalam hatinya sudah menghujat. Jefan bangkit dari duduknya dan menggendong Marvin dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya di gunakan untuk menarik tangan Thiya disana.

Jeo nampak takut, ia memeluk Thiya seperti koala. Mama nya nampak mengerikan, "Iya kelihatan kalau tante itu tolol! Tante kira aku nggak becus ngurus anak apa?!" suara Thiya mulai meninggi.

"Heh ngomongnya!" teriak wanita itu yang terpancing karena Thiya memakinya.

Jefan tahu jika istrinya sudah di luar kendali, "Neng, udah. Ayo pulang." ujarnya dengan nada tegas. Tidak ingin membuat keributan disini, pria itu menatap wajah ibunya sebentar.

"Awas aja sampe lo ngurusin urusan keluarga gue lagi!" teriak Thiya, ia bangkit dari duduknya bersama dengan Jeo di pelukan. Kalau bukan karena Jefan mungkin wanita tua dihadapannya ini sudah ia tonjok.

"Neng!"































































































an.
anjay ribut

daintyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang