[2]

183 29 0
                                    

Tik tik, tik, tik

Suara detik menggema semu di dalam kepala, membuat kelopak mata yang terpejam mulai terbuka perlahan. Sama saja, layar hitam yang membekukan tubuh dan memekikkan jiwa menjadi sambutan begitu membuka mata.

Aoi ingin menghela napas, tapi tidak bisa. Diantara anggota tubuhya hanya ada mata yang mampu membuka, menutup, dan melirik kesana kemari serta otaknya yang dapat bekerja. Sisanya? Nihil, Aoi sudah berulang kali mencoba tetapi tak satupun dari bagian tubuhnya yang dapat bergerak.

Aoi hanya bisa pasrah, sedih, dan meraung sesekali. Aoi khawatir, dia memikirkan situasi d luar sana, keadaan orang-orang, terutama orang-orang terdekat.

Apa semua baik-baik saja? Tolong, aku tidak ingin ada yang kesusahan dan menderita..

Aku ingin keluar, aku ingin bebas, aku ingin menolong orang-orang..

Ada yang membutuhkanku, biarkan aku keluar!

Batin terus mengeluarkan isi hatinya. Aoi terus berharap, karena hanya itu yang dapat dilakukan. Aoi tak ingin kehilangan kesadaran untuk kesekian kalinya karena hanya akan membuatnya semakin sengsara di dalam kehampaan.

Aoi sudah mencoba berbagai cara. Dia mengingat keras, hal-hal yang pernah dipelajari, spesialisasi, hal yang ingin dilakukan, dan juga perannya sendiri sebagai bayangan.

Bagaimana bisa bayangan membiarkan cahaya sendiri? Bayangan mengikuti cahaya, bayangan ada karena cahaya...
.
.
.

Krak, krak!!

"Hahhh!"

Suara retakan, diiringi dengan napas yang tercekat. Napas pun terengah-engah setelah tubuh yang kaku jatuh ke tanah dan dipenuhi lapisan batu lapuk. Begitu matanya terbuka, dia tersengat cahaya matahari. Barulah setelah melihat ke sekitar, dia merasa asing dengan tempatnya berada.

Aoi melihat kesana kemari, panik dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Hutan? Hutan belantara? Bukankah seharusnya gedung sekolah?

Kembali menelisik, Aoi memperhatikan setiap jengkal dari hutan yang ada di depannya. Diantara entitas tumbuhan yang tumbuh lebat, manik biru laut itu menangkap jelas banyak sekali patung yang berserakan.

"Patung? Sebanyak ini?"

Kepalanya menengok cepat, Aoi tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya melihat patung batu manusia di sekitarnya. Baik dalam segi bentuk, ukiran, ekspresi, dan posisi membuatnya terasa mustahil kalau itu semua adalah buatan tangan.

Mata Aoi membulat, tiba-tiba kepalanya seperti tersambar. Cepat-cepat dia memeriksa tubuhnya sendiri, melihat kepingan lapisan batu lapuk di beberapa titik.

"Jadi selama ini aku terjebak di dalam batu?" Aoi bergumam, kepalanya langsung berdenyut menyadari hal itu. Semuanya terlihat masuk akal sekarang, bagaimana dia tidak dapat bergerak dan semuanya hanya hitam kegelapan.

Angin semilir menggelitik tipis, seketika rasa dingin menyengat seluruh tubuh. Di saat itu juga, Aoi kembali melirik tubuhnya sendiri, dia baru sadar dirinya telanjang dan hanya ditutupi oleh kepingan batu lapuk yang bahkan tidak menutupinya dengan baik.

Astaga, memalukan...

Cepat-cepat dia bangkit, berjalan mencari sulur maupun tanaman berdaun lebar yang cukup untuk melindungi bagian genitalnya.

"Bila tanaman tumbuh selebat ini, mustahil waktu hanya berlalu satu atau dua tahun. Sepuluh tahun pun tidak mungkin," Aoi meracau, sambil tangannya cekatan mengambil sulur tanaman yang akan digunakan sebagai pakaian sementara.

Pseudosains [Dr Stone x OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang