[4]

213 36 4
                                    

"Nital?"

Aoi membeo, mengulang nama zat yang disebutkan Senku. Kini, di gubuk bangunan bertulisan 'Lab' Aoi dan Senku tengah dalam pembahasan yang serius.

Aoi pun membatin, akhirnya setelah lebih dari 3 minggu hidup di dunia batu dirinya bisa kembali ke penelitian bersama Senku.

"Kau mendengarnya," Jawab Senku dengan serius. Kedua mata merah menyalanya fokus ke wadah berisi cairan asam nitrat yang dia bawa dari goa kelelawar. Walau tidak begitu jelas, Senku memberikan petunjuk bahwa asam nitrat dapat menjadi kunci dari pembatuan.

"Dengan asam nitrat dan alkohol, kita akan mendapat nital. Bukankah itu bagus untuk sebuah hipotesis?" Senku menengok kearah Aoi, yang masih berwajah biasa dan tenang. Senku menginginkan jawaban yang positif dari Aoi. Sayangnya Aoi malah menggeleng dengan wajah tidak setuju.

"Kau tau Senku-san, kita kesulitan untuk membuat bahan untuk fermentasi. Kalaupun kau mau membuat alkohol dari fermentasi anggur, sekarang bukan musimnya." Mau tak mau, Aoi harus menghancurkan harapan Senku kali ini.

"Begitukah? Mengesalkan," Senku mengumpat sambil melangkah menjauh kearah rak berisi kumpulan patung burung walet. "Kalau begitu kenapa asam nitrat murni dapat meretakkan pecahan batu yang ada di tengkukku tapi tidak pada Si Makhluk Besar itu?"

"Maaf?" telinga Aoi sempat memicing, merasa mendengar sesuatu dari Senku. Karena Senku sedikit jauh dari Aoi, dia tidak yakin menangkap kalimat gumaman itu dengan tepat.

"Lupakan," Senku mengibas-ngibas tangannya selagi tangan lain menyentuh tengkuk. Senku membuat gerakan di area leher dan menyebabkan timbul suara patahan.

Aoi pun terkejut bukan main, matanya membulat sempurna hingga tanpa sadar tangannya menggenggam tangan Senku yang berada di tengkuk. "Senku-san apa yang kau lakukan!?"

"Ha?" Senku memasang wajah aneh, heran dengan Aoi yang tiba-tiba panik dan seenaknya menggenggam tangannya.

"Jangan memasang wajah tak berdosa seperti itu! Kau sendiri tahu merenggangkan leher sembarangan bisa membuat pembuluh darah pecah. Jika hal itu terjadi aku tidak bisa mengobatimu!" Aoi berteriak, tepat di depan wajah Senku.

Kedua matanya berbinar dengan menguarkan aura khawatir. Meskipun Aoi berteriak, tutur kata, intonasi, suara, dan raut wajahnya terkesan lembut hingga Senku sama sekali tidak berpikir bahwa Aoi sedang memarahinya.

"Kau ini cerewet sekali," Komentar Senku. "Aku tahu hal itu lebih baik darimu, jadi berhentilah mengomel, Aoi."

Senku pun menepis tangan Aoi yang menggenggamnya dan memalingkan pandangan. Wajahnya masih saja tidak peduli dengan tindakan yang baru saja dia lakukan, malahan sekarang dia terlihat sangat santai begitu dia berjalan keluar lab.

Berbeda dengan Aoi yang malah memasang wajah sayu, lagi-lagi dia menganggap enteng. Senku memang tahu persoalan mengenai sains lebih dari dirinya, tapi sikap seperti itu tetap tidak bisa dibenarkan. Bagaimana jika suatu saat terjadi sesuatu?

"Mematahkan leher itu bukan kebiasaanmu, Senku-san." Aoi bergumam, melirik kearah samping bawah dengan menghela napas.

Kali ini apa lagi yang ada di kepalanya?

Aoi menggelengkan kepala, percuma saja. Senku tetap tidak akan tertebak kecuali dia memang sengaja membocorkan niatnya. Kebiasaan Senku yang terlihat main-main tapi menyembunyikan niat serius itu selalu saja membuat Aoi tidak tenang. Aoi merasa tidak adil sebenarnya, Senku bisa dengan mudah membaca niatnya, sedangkan Aoi tidak. Dalam lubuk hati kecilnya, Aoi tidak terima.

Tidak bisakah kau lebih terbuka sedikit, setidaknya untuk hal serius?

***

Bulan Oktober.

Pseudosains [Dr Stone x OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang