6.5 | Tanda di Pundak

44 2 0
                                    

[ PERINGATAN SEBELUM MEMBACA ]

Karena Wattpad tidak lagi memiliki fitur untuk menutup akses secara parsial pada bab tertentu, saya selaku penulis menyatakan bahwasannya bab ini akan menceritakan adegan yang tidak diperuntukkan bagi yang belum mencapai usai dewasa. Sangat disarankan untuk mereka yang belum mencapai batas usia dewasa dan tidak memiliki minat pada konten yang demikian untuk tidak meneruskan membaca bagian ini dan langsung menuju bab berikutnya.

________________

Degub jantung menggema dalam benakku. Amant kencang berpacu, seakan aku baru saja berlari Marathon. Tidak sebulir pun keringat menetes dari kening, tapi aku sadar adrenalinku melunjak saat itu juga. Alasannya pun sudah pasti, tapi apa pantas aku melampiaskan?

Aku bukan seorang yang bodoh dan buta begitu saja dengan fakta, jika tidak banyak kata bertukar tentang intimasi di antara aku dan Sakura. Dia pun pasti dapat merasaka  degub jantungku yang berpacu hebat dengan muka terbenam di antara rangkulanku. Tapi, apa dengan itu saja cukup sebagai tanda? Persetan, apa bahkan dia memikirkan hal yang sama?

Ini pertama kalinya aku begitu dekat secara fisik dengan seorang wanita. Kami berada di ruang sempit di atas ranjang pribadi yang sedikit saja bergerak dapat membuat salah satu di antara kami jatuh. Dunia seakan melilit kami dalam balutan selimut ini, menyesakkan rasa yang perlahan-lahan memancing gairah. Surga mengutuk aku yang mencuri kesempatan dari seorang gadis rubah.

"...Sakura."

Kata pertama yang lepas mengejutkannya. Dia pun mendongak padaku yang selama ini selalu memanggil dia dengan 'kamu', tidak pernah dengan nama. Bingung jelas terukir di wajahnya. Pojok matanya pun masih sedikit basah. Dan untuk kesekian kalinya, aku mengakui akan betapa rupawannya rubah berekor 5 itu.

"Kamu..." sebelum dia mulai berkata, kusapu bulir yang tersisa sebelum perlahan menutup mata dan mengecup keningnya.

Begitu kutarik diri tidak lama setelahnya, raut terkejutnya semakin nampak terlihat. Rona merah terpancar dari sisi telinga kiri ke kanan. Aku bisa merasakan jari-jarinya kembali menarik bajuku, seakan menahan sesuatu. Sekali lagi, aku memberanikan diri memotong jarak muka dengannya. Matanya terbelalak, hampir menarik diri dariku. Akan tetapi, pada akhirnya sang rubah pun menutup mata dan membiarkanku mendaratkan kecup. Sentuhan lembut antara bibirku dengannya. Hanya sekilas, tapi cukup untuk membuatku tersulut api.

Aku melihat dirinya yang terdiam membatu untuk kedua kali. Matanya sayu dengan pandangan berair. Kusapu kembali matanya itu dengan salah satu jempol tangan dan dia pun membenamkan mukanya di dadaku lagi.

"Dasar, kamu..." keluhnya setelah sunyi sekian menit terakhir.

"Aku, kenapa?"

"Memanfaatkan keadaan."

Aku pun mendegus tertawa pelan begitu mendengarnya seraya perlahan mengusap pundak kepalanya. "Aku laki-laki bagaimanapun." enteng kujawab, sekaligus menyampaikan yang sedari tadi kutahan secara tidak langsung.

"Tapi, kamu biksu."

Pandangku bergulir. "Boleh aku tanya satu hal?"

"Hm?" mendongak, Sakura pun menatapku dengan raut bingung.

"Menurutmu..." kenapa juga aku berpikir seperti ini? Penasaran, tapi memalukan untuk ditanya. Rasanya tidak adil jika rupa hanya berpihak pada satu orang. "Apa... menurutmu, aku ini tampan?"

Senyum terbentang spontan diikuti kekehan dari balik bibir si rubah betina.

"Aku bertanya serius..." tambahku.

Kuasa sang rubah meraih pipiku, lalu menepuknya beberapa kali. "Kadang aku lupa selisih umur kita yang begitu jauh. Pada akhirnya, kamu tetap anak-anak dalam tubuh orang dewasa. Ketimbang aku."

Fox-TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang