Ini adalah hari ketiga yang Jiyeon berikan pada Jeon Mari ibu Jungkook untuk berpikir, tapi Mari masih belum memberikan jawabannya.
Jiyeon memainkan kursi kebesarannya, berputar dan terus berputar sambil menggigiti pulpen di tangannya.
"Park Jiyeon!"
Jiyeon memutar kursinya saat mendengar suara yang amat dikenalnya.
"Oh, sayang ada apa yang membawamu ke sini?" ucap Jiyeon sambil berdiri dan mendekati Jungkook dengan senyuman manisnya.
"Kau memang jalang sialan! Apa yang sudah kau bicaraka pada eomma-ku?!" bentak Jungkook marah dengan wajah terlihat merah padam.
"Ah itum aku hanya membuat kesepakatan dengannya, aku ingin dia menjual anaknya padaku." ucap Jiyeon santai membuat Jungkook marah.
"Ups! Tidak, Jungkook. Jangan coba-coba kau melukai wajahku, karena aku akan membalasmu lebih dari sakit dari ini!" Jiyeon menahan tangan Jungkook yang ingin menamparnya.
"Kau pikir aku ini barang, hah!! Yang bisa dijual dan bisa di beli seenaknya?!" Jungkook murka dan memberontakan tangannya yang berada di genggaman Jiyeon.
Jiyeon melepaskan tangan Jungkook dengan pelan, lalu kembali ke kursi kebesarannya. Menyilangkan kakinya di atas meja.
"Jangan tersinggung, sayang. Aku tidak menilaimu serendah itu karena aku membelimu dengan harga yang sangat mahal, sesuai dengan arti dirimu untukku. Kau sangat berharga, sayang. Berpikirlah positif, dengan kau menerima semuanya maka perusahaan appa-mu yang sangat kau cintai itu akan kembali bangkit. Kehidupan adikmu dan eomma-mu juga akan lebih baik. Jangan egois, sayang. Pikirkan kebahagiaan mereka." ujar Jiyeon yang tak merasa bersalah sedikit pun dengan ucapannya.
"Kau memang jalang sialan, Jiyeon! Kau pikir dengan uang kau bisa mendapatkan semuanya? Tidak, Jiyeon. Kau bisa memiliki tubuhku, tapi tidak dengan hatiku!" Jungkook menatap Jiyeon dengan tatapan tajamnya.
Jiyeon tahu tatapan Jungkook adalah arti kebencian yang sangat dalam. Tapi, apakah maksud dari ucapan pria itu barusan adalah dia menerima semuanya.
"Aku tidak peduli, Jungkook. Walaupun tidak bisa memiliki hatimu, tapi aku bisa memiliki tubuhmu."balas Jiyeon santai.
"Aku akan menikah denganmu, tapi kau harus ingat bahwa aku menikahimu hanya karena hartamu! Jangan salahkan aku kalau pernikahan itu akan menjadi neraka untukmu!"
'Aku sudah terbiasa dengan neraka itu, Jungkook. Jadi tidak masalah bagiku jika aku tidak keluar dari nereka itu.' balas Jiyeon dalam hati.
Jiyeon berdiri dari kursinya." Pilihan pintar. Aku bisa merubah neraka itu menjadi surga, Jungkook. Kau tahu apa yang paling membuatku bahagia di dunia ini? Jawabannya adalah kamu."
"Kehidupanmu akan bernasib sama dengan eomma-mu! Dicampakan!!" ucap Jungkook lalu segera keluar dari ruangan Jiyeon.
♨♨♨
Malam ini Jiyeon sudah berjanji untuk mengatakan semuanya pada Kristal sesuai dengan janjinya. Ia yakin sahabatnya itu pasti akan mengoceh panjang lebar setelah tau semuanya. Kristal sangat menyayanginya dan gadis itu pasti tak ingin dirinya terluka lagi seperti 5 tahun silam.
"Jadi, kenapa waktu itu kau meminta alamat rumah Jumgkook?" Tanya Kristal yang tengah duduk di sofa dalam kamar Jiyeon.
Jiyeon beringsut mendekati Kristal dan menceritakan semuanya. Wajah sahabatnya itu sudah memperlihatkan rasa tidak sukanya atas tindakannya.
"Kau gila, Jiyeon? Itu sama saja kau membangun neraka untuk dirimu sendiri!" ucap Kristal marah.
"Ini adalah jalan satu-satunya cara untuk membuat Yeji menderita. Aku akan membuat dia merasakan apa yang eomma rasakan karena ulah eommanya."
"Tapi caramu itu salah, Je. Kau akan bernasib sama dengan eomma jika kau seperti itu."
"Aku rela menderita asalkan Yeji juga menderita. Akan aku lakukan apapun untuk membalas Yeji."
"Tapi, Je. Kau tidak tahu pernikahan jenis apa yang akan kau lalui dengan Jungkook. Dia sangat membencimu. Aku mohon, jangan lakukan itu. Aku tidak ingin kau terluka kembali." balas Kristal dengan tatapan memohon.
Jiyeon menggenggam tangan Kristal." percaya padaku, semuanya akan baik-baik saja. Kau doakan saja agar semuanya berjalan dengan lancar."Ucap Jiyeon meyakinkan Kristal.
"Tapi kau harus berjanji, Je. kalau kau tidak bisa bertahan, maka menyerahlah, mengerti."
"Hm. Aku berjanji, Kristal."