Lee Taeyong duduk di sofa dengan Yunseo di pangkuan. Dia menyisir lembut rambut putranya sementara perhatian buah hatinya itu terpusat pada televisi yang menayangkan kartun berkisah seekor anak singa yang bermimpi menjadi raja hutan namun dihalangi oleh pamannya.
"Paman Doyoung mengatakan bahwa kau sempat menghilang karena ingin melihat toko cokelat." Taeyong mencubit pipi Yunseo. "Lain kali katakan dahulu dirimu ingin pergi
ke mana, mengerti?"Yunseo mengangguk pelan, bibirnya melengkung sedih. "Maafkan Yunseo."
Taeyong tersenyum tipis. Dia mencium pipi Yunseo dengan gemas. "Bagus, Ayah tak ingin kau kenapa-napa."
Yunseo tertawa geli kala Taeyong beralih menggelitik perutnya lalu menarik-narik pipinya. "Ayah! Sudah!"
"Tidak mau, ini hukumanmu!"
Taeyong masih menggelitik Yunseo selama beberapa saat, lalu menghentikan ulahnya. Dia mencubit hidung Yunseo. "Putraku lucu sekali."
"Tentu, karena Yunseo putra Ayah."
Yunseo mengucapkannya dengan bangga dan Taeyong sukses tertawa.
"Lihatlah kau, persis seperti ibumu."
Sifat percaya dirinya benar-benar seperti Aeri. Berbanding terbalik dengan dia yang pemalu.
Aeri suka menunjukkan dirinya pada banyak orang, membuat mereka mengakui identitasnya. Sementara Taeyong lebih suka menyembunyikan
diri. Keramaian bukan kesukaannya, dia lebih suka sepi yang menenangkan."Oh! Ayah! Kau tahu? Paman yang membantuku sangat tampan."
Ya ... temannya tadi mengatakan bahwa seorang pria telah membantu putranya menemukan Doyoung dan Johnny.
Taeyong lega karena pria itu bukan orang jahat dan mau menolong Yunseo. Siapa pun itu, Taeyong sangat berterima kasih padanya karena membawa Yunseo kembali.
"Siapa yang lebih tampan? Ayah atau Paman yang menolongmu?"
Yunseo langsung menjawab, "Tentu saja Ayah. Uh ... tapi Paman Baik juga tampan."
"Kalau begitu kami seri."
Mendengar penuturan Taeyong, Yunseo sontak menggeleng tak terima. "Tidak, tidak. Ayah nomor satu!"
"Ya, ya, putraku." Taeyong menoleh ke arah jam dinding. Ini telah menunjukkan hampir pukul sembilan malam, jadi dia bangkit dari sofa dan menggendong Yunseo. "Sudah malam, saatnya Beruang Kecil tidur."
Yunseo mengangguk pelan dan mendaratkan kepalanya pada pundak Taeyong.
Taeyong mematikan televisi lalu berjalan menuju kamar putranya. Dia menurunkan Yunseo di atas kasur lalu menarik selimut hingga menutupi dada.
Taeyong mengecup kepalanya. "Selamat malam, mimpi indah."
Yunseo tersenyum tipis. "Ya. Selamat malam, Ayah."
Taeyong beranjak dari kasur dan menghidupkan lampu tidur. Dia mematikan lampu kamar sebelum akhirnya melangkah keluar dari kamar Yunseo dan pergi ke kamarnya sendiri.
Pria itu baru saja mendudukkan dirinya di samping kasur ketika ponselnya di atas meja nakas berbunyi.
Taeyong meraih benda pipih itu dan rautnya mendingin saat melihat nama di layar ponsel. Dia berdecak lalu mendekatkan benda itu ke telinganya. "Ya?"
"Maaf, apa Ayah mengganggu waktumu?"
"Ya."
"Maafkan Ayah."
"Hentikan itu. Kenapa kau menghubungiku?"
"Aku merindukan cucuku, bolehkah Ayah berbicara dengannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ven Lee | JAEYONG [ON HOLD]
Fiksi PenggemarSeorang tiran dunia bawah dan seorang profiler. Takdir membawa mereka melewati darah dan jiwa-jiwa tak berdosa. "Mata ganti mata, gigi ganti gigi. Bajingan yang membunuh Verdi, biar aku yang menangkapnya." _____ "Aku telah memeriksa kasus yang dilap...