"Gimana, Nya? Bang Angga nembak lo?"
Baru aku sampai kamar dan duduk di kursi belajar, Zafi sudah mengekoriku, dan melontarkan pertanyaan yang ia ulangi sampai dua kali.
"Excited banget kayaknya lo, Za," sahutku sambil menyimpan tas dan melepas kardigan.
"Yaa, kan, lo rada dongo kadang, Nya. Mau gue sebutin berapa cowok yang deketin lo, tapi lo kacangin?"
"Bacot lo, ah," sahutku asal. "Iya, tadi si Angga nembak gue. Tapi, belum gue terima."
"Lah, kenapa, anjrit?"
"Bentar, Winda mana, deh?"
"Lagi video call sama Budi," jawab Zafi. "Eh, kenapa enggak langsung lo terima, bodoh?"
"Gak srek aja, gue masih rada gimana gitu ke dia. Tapi dia baik, sih, baik banget."
"Terus, lo jawab apa pas dia confess?"
"Gue bilang ... yaa, pendekatan aja dulu. Jangan langsung jadian, takutnya ada tingkah gue yang nyebelin yang bikin dia ilfil." Aku mengikat rambut dan mulai membersihkan make up. "Padahal gue pengen bilang, takut ada tingkah dia yang bikin gue muak."
Zafrina tertawa cukup keras, "Kenapa enggak lo bilang gitu aja?"
"Gini-gini gue bukan cewek brengsek yang enggak bisa filter omongan kali." Aku memutar badan, yang semula membelakangi Zafi kini menghadap padanya. "Eh, lo masih gedek sama Bayan, Za?"
"Apa, sih, jadi bahas ke situ," jawabnya sedikit ketus.
"Ya ... mana tau ada hari dimana lo kangen Bayan, ngarepin Bayan balik lagi ke lo kayak pas awal."
"Menurut lo aja gimana, Nya." Zafrina membuang napas kasar. "Gue, sih, enggak mau ngarepin apa-apa lagi ke dia. Dan, gue belum bisa buka hati buat siapa pun. Toh, emang enggak ada yang deketin gue, anjir. Ngenes banget gue kayaknya."
"Lagian nyari berita mulu idup lo!" Aku tertawa meledeknya. "Udah ah, gue mau mandi."
***
Hari ini aku menerima paket berisi jaket bergambar tokoh Toy Story dan boneka Buzz Lightyear. Pengirimnya seperti nama online shop, tetapi aku tidak pernah membelinya. Nama penerimanya adalah aku, lengkap dengan nomor telepon dan alamat indekosku yang tepat. Untung, paketnya sudah dibayar.
Aku sedikit panik, dan mengecek semua aplikasi e-commerce juga m-banking di ponselku. Takutnya, aku tak sengaja membeli, karena aku memang sangat suka Buzz Lightyear.
Hasilnya nihil, tak ada mutasi apa pun untuk pembayaran kedua benda ini.
Aku segera menemui Zafi dan Winda, siapa tahu di antara mereka ada yang memberiku kedua benda ini, kan?
"Za, lo enggak beliin gue boneka sama hoodie, kan?" tanyaku.
"Duit bulanan gue belum dikirim, gimana gue bisa beliin gituan buat lo?" jawabnya cuek.
"Lo, Win?"
"Dih, daripada gue beliin lo hoodie mending duitnya gue beliin bahan praktek." Winda berdecih, "Si Angga kali."
Angga? Tetapi cowok itu, kan, tidak tahu alamat indekosku.
"Nah, bisa jadi," kata Zafi. "Dia, kan, pernah ke sini. Gue rasa Angga bukan orang tolol yang enggak bisa nginget nama jalan. Di depan kos juga, kan, ada nomor rumah lengkap sama RT, RW, kode pos."
Aku mengangguk-ngangguk, benar juga yang dikatakan Zafi.
"Tapi dia tau dari mana, ya, gue suka Buzz?" ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Re-called
Random[TAMAT SECARA LENGKAP] Pernahkah kamu berperan seperti agen 911? Atau, berlagak seperti Detektif Conan ketika melihat kado misterius di depan pagar? Kupikir, hal semacam itu hanya kulakukan ketika bermain-main di waktu kecil setelah menonton film be...