Menyimpang

423 23 1
                                    

Yuichi refleks menelan ludahnya. Dirinya langsung merasa aneh. Langsung saja pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Gomen, aku rasa lawakanmu tidak lucu. Lebih lucu lawakan acara komedi harian di TV."

"Eh? Kau punya TV?"

"Eeeto...aku nonton di TV etalase toko elektronik saat jalan lewat pulang dari sekolah." Yuichi memilih menghindari tatapan Tenji.

"Apa kamu engga pernah bermimpi punya hidup yang layak?" Tenji memegang kedua bahu Yuichi sementara pemuda bersangkutan yang ia pegangi bahunya malah menundukkan kepalanya.

"Tolong lepaskan tanganmu dari bahuku..." lirih Yuichi.

"Kenapa? Apa karena aku pernah jadi pengkhianat di Friends Game?!" Tenji sedikit meninggikan suaranya.

"Aku harus melakukan apa untuk menebus pengkhianatanku di game itu!?"

"Aku tahu kita pernah berciuman waktu itu tapi... apa itu tidakkah aneh? Laki-laki mencintai laki-laki."

"Yuichi..."

"Ah, ternyata ada orang yang selalu menganggap serius segala hal." Yuichi kini mencoba memberanikan menatap Tenji.

Tenji segera beranjak dari duduknya.

"Aku tahu aku bodoh. Sayonara."

Yuichi terperangah. Tenji buru-buru memakai sneaker nya.

"Aku mengatakan itu bukan berarti membencimu. Hanya saja omonganmu itu tadi agak--"

Tenji lekas membuka pintu kemudian menutupnya.

Suasana pun hening.

Yuichi menghela nafas panjang.

Tak lama terdengar nada pesan masuk dari sebuah ponsel di atas meja.

Yuichi mendekati meja.

"Ponsel? Punya Tenji?"

Yuichi langsung saja menyambar ponsel milik Tenji yang rupanya tertinggal. Ia bergegas memakai sepatu lusuhnya dan membuka pintu.

"Oi! Tenji!" Yuichi berlari ingin mengejar Tenji. Tapi sayang, pemuda berkacamata itu sudah keburu menghilang.

"...apa yang harus kulakukan dengan ponselnya?" Yuichi memandangi ponsel Tenji yang berada di tangannya.








"Shiho-chan, apa Tenji-kun mengangkat telponnya?" Tanya Ibu Shiho sambil menaruh dua gelas es sirup ke atas meja makan.

"Belum, bu. Aku penasaran kenapa Tenji tak angkat teleponku..." jawab Shiho.

"Apa mungkin dia lupa ya?"

"Mungkin sebentar lagi dia datang." Shiho menghibur ibunya.

"Lebih baik ia datang karena kita akan membahas tentang pernikahan." Ayah Shiho muncul.

"Per-Pernikahan? Pernikahan siapa?" Shiho terkejut.

"Tentu saja pernikahanmu dengan Tenji-kun, putriku."

"C--Chotto, Otousan!"

"Aku yakin jika kau dan Tenji-kun cepat menikah, Ayah Tenji-kun alias sahabatku pasti akan bahagia di Surga." 

"Tapi aku dan Tenji tid--"

"Hmm? Apa yang mau kamu ucapkan?" Ayah Shiho mengangkat sebelah alisnya.

Shiho yang tadinya ingin menyanggah akhirnya memutuskan untuk tidak melakukannya.

"Nandemonai, Otousan."

"Baguslah kalau begitu. Kita tunggu Tenji-kun sebentar."








Love Or Money? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang