maklum

7 1 0
                                    

Beberapa malam masih terasa sama saja, Menjalani rutinitas seperti biasanya, jalan-jalan keliling alun-alun bersamanya.

Aku adalah guntur, manusia setengah super hero. Mencoba kuat akan hantaman batin memaksaku tetap utuh dan tangguh.

Kali ini aku bersamanya sesosok gadis berpakaian rapi memakai baju bergaya belanda dulu. Rambut menjulur ke bahu terkepang apik menghias bahu tempat lenganku tergeletak di sana.

Karin. Adalah sosok gadis itu, paras nya manis, gaya bicaranya lugas, berjalan biasa saja tak banyak gaya.

Aku suka padanya, bukan hanya tentang parasnya, tetapi cara berfikir juga tanggap akan mendengarkan masalah orang sekitar khusus nya diriku.

Malam ini, kami hendak jalan-jalan ke tepian kota bandung. Pasar malam di ujung siang menghantar kami menuju nya tertawa riang.

Kisah ku dengan nya indah, meski sesekali harus berhadapan dengan keras kepala nya yang antusias memberikan kecemasan.

Malam yang tenang, penjual aromanis dan kaset-kaset jadul berserakan terjajar di sepanjang jalan.

"Gun, jangan lupain aku, ya" ketir bibirnya mengisyaratkan aku agar tetap menjadi kekasihnya hingga akhir nanti.

Sontak aku melotot terkejut dengan perkataan nya itu, debar ku berkata; apakah ia beneran mau? Lantas, perihal aku gimana? Aku hanya anak dari keluarga biasa, bahkan keluarga ku udah gak utuh lagi. Udah lah ia-in aja.

Matanya seperti menunggu jawaban, melihatku tajam-tajam berharap akan semua jawaban baik keluar dari bibirku.

Aku hanya menganggukan kepala sembari tersenyum lembut sedikit malu :)

Matanya kegirangan, padahal tampangku biasa-biasa saja. Tapi, sesekali aku mengingatnya, ada banyak harapan tertanggalkan di dalam nya. Aneh, aku yang suka gak relaan melihat diriku sendiri akan masa lampau, bersamanya aku menjadi percaya diri bak seorang nahkoda kapal berlayar di tengah badai mengguncang.

Air matanya keruh. Ku usap perlahan embun malam asap-asap jagung bakar di jidatnya.

"Ciee!! Mulai nih perhatian" seru karin membiarkan bibirnya memabuk kan ku.
"Biasa aja" ekspresi ku mencoba sedingin mungkin, agar dia tak tahu aku sebenarnya yang salah tingkah.
"Emmm ada yang mulai perhatian nih" karin merebut semua kesempatan ku untuk memberi alasan.
"Anterin aku beli kaset,yuk. Mau nambah koleksi lagu aku di rumah"
Sontak aku yang sedang bingung mau jawab apa, aku ajak dia aja beli kaset di tengah pasar malam yang terlihat ramai itu.
"Ayo!!" Jawabnya antusias.
"Abis itu aku mau makan, ah" sahutnya mengajak agar aku juga harus menuruti apa yang dia minta.
"Iya, ayo aku anterin, kok. Yuk ke sana dulu!!"

Kita berjalan di antara pengunjung yang mulai berdatangan. Malam itu cukup ramai, baik untuk meredakan semua resah. Melalui jalanan becek musabab hujan turun saat sore tadi. Namun, percikan air masih menyerbu malam itu, mereka belum sudah memberi kesempatan untuk aku meneduhkan hati ini.

"Kang    mau kaset nya dong!!"
"Oh ada, a. Banyak mau kaset apa?"
" kalo ada sih, mau lagu-lagu jadul. The beatles ada?"
" aduh, a. Masih belum ada kalo yang itu mah"
"Yaaah, ada yang lain boleh lah"
"Paling nirvana nya a!! Mau?"
"Gimana, ya? Boleh lah sekalian sama lagu jadul indo nya, kang. Bebas apa aja"
"Siap, a. Tunggu bentar, ya"

Sambil si abang tukang kaset selesai mengemas, aku dan karin langsung menuju tempat karin ingin makan. Lebih pas nya lagi sih beli jajanan yang ada aja. Kami menuju pedagang jagung bakar, untuk membeli beberapa jagung bakar dan dua gelas kopi.

Kita duduk di depan pedagang jagung bakar itu, duduk berdua di kursi yang hanya muat dua orang dan beberapa tempat kosong, aku taruh kaset yang tadi aku beli dan beberapa jagung bakar yang masih panas diiringi kopi hangat pelepas sesak.

Di suguhi pemandangan kincir dan beberapa wahana permainan yang lain, kita duduk dengan hati yang masing-masing yang berbeda. Aku yang menginginkan nya, dia yang menganggap ku tak lebih dari apa-apa, hanya teman baik aja.

"Rin, kamu tahu gak?" Tanyaku pada karin yang sedang sibuk meniupi jagung bakar panas itu.
"Ia, tahu apa gun?" sahut nya sedikit acuh karena jagungnya belum juga mau jinak dimakan.
"Aku sebenernya mau, kayak orang lain. Bisa cakep kayak si aldo, gagah kayak si genta" aku keluhkan ke tidak percayaan hidupku. Sebenarnya, aku beri dia sinyal. Agar aku tahu tipe cowok kayak apa yang bisa luluh kan hatinya.
" uhuk..uhuk... apa? Ganteng? Hahaha... miris kamu gun.Kamu ini, percaya aja sama diri sendiri, Terima aja apa adanya. Kamu terlihat lebih bermakna jika gaya mu gak niru-niru orang lain. Begitu juga aku, aku suka kamu apa adanya" jawabannya yang membuat hatiku tenang hingga mendadak kaget dengan akhiran nya.
"Oh... gitu ya?" Jawab ku yang singkat untuk menutupi perasaan yang sebenarnya belum waktunya untuk aku sampai kan.
"Iya. Kayak gitu" jawab karin juga  sama (singkat) tak memperdulikan keadaan saat itu. dia kewalahan memakan jagung panasnya.

Parasnya malam ini sangat cantik, sampai-sampai aku sesekali mengintip nya lama-lama.
Momen seperti ini memang sering ada, sering aku lalui dengan nya.
Melihatnya bahagia, aku jadi ikut bahagia. aku nyaman terus berada di sini, bersama kekasih yang tak kunjung mengerti tentang apa yang sebenarnya aku rasakan sampai detik ini.

"Aku juga suka kamu kayak gitu aja, rin" beberapa menit aku hanya diam untuk ngumpulin nyali buat ngomong kayak gitu. Berat aja. Sembari menyesap rokok, dan memandangnya dalam-dalam.

Dia hanya sibuk dengan jagungnya, setelah mendengar ucapan ku, kemudian dia mendadak berhenti dengan kekhusuan nya pada jagung, menyimpannya di sebelah kopi tadi, dan perlahan melihat wajahku yang kian ia menatapku aku mencoba menahan getaran ini, coba nguatin diri.

" gun. Jujur aku udah nyaman kita kayak gini aja, gak ada hubungan sepesial apapun. Intinya, aku trauma kejadian yang menimpaku ke aku saat itu. Aku capek manjalin hubungan lagi, gun" jawabnya meluluhkan hati dan harapanku selama ini padanya. Wajahnya keliat menyesal apa yang dia katakan. Dan aku memakluminya dengan segala kekecewaan yang hadir sekaligus.

" ia aku faham kok. Biar aku merjuangin kamu dengan ini. Menunggumu meyakinkan semuanya" jawaban ku yang tak sama dengan kata hati.

"Maaf ya. Tapi kamu gak usah khawatir aku kemana-mana, aku nyaman sama kamu"
Karin yang mencoba menambal kekecewaan ku saat itu.

"Iya aku juga faham maksud kamu, kok" mungkin dengan cara ini aku bis menyayanginya. Aku akan coba itu dengan rintangan yang justru lebih banyak.

Malam itu berakhir dengan ikhlas. Malam itu aku belajar; bahwa semua hal itu gak mungkin bisa dimiliki. Kecuali kita harus tetep mau sabar, tabah, sakit, jatuh, dan semoga aja gak ada bangkit.

Kami pulang dengan hati yang sama seperti awal kami masuk ke pasar malam itu. Tak sama saling bertolak belakang. Namun kala itu aku tak begitu memaksakan diri dengan ketidak siapan nya menjemput ku singgah di hatinya.

      Next bab 3, ya. Beri komentar kalo ada tanda baca/tulisan yang salah. Salam literasi🙌



ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang