tak sempat

2 1 0
                                    

Air akan tetap menggenang, batu akan  tetap mengeras. Api akan tetap membara. Begitu juga tekad ku padamu. Namun, sayang semua keabadian yang telah ku bangun, kau hancurkan begitu saja dengan semua rela yang sungguh itu menyakitiku.

Suara telepon berdering di samping guntur yang sedang mengetik draf tulisan buku perdana nya.

Tak begitu ia hiraukan tulisan itu, tangan yang agak berkeringat mengambil hp dan mengangkat telpon itu.

"Hallo" guntur mengawali percakapan.
"Dengan guntur?" Sahut suara laki-laki di balik telpon.
"Iya saya sendiri" sedikit terkejut guntur memastikan siapa yang menelpon nya itu, karin.
"Loh kok?" Tanya guntur sedikit resah.
"Iyaa ini ayah karin. Nak guntur bisa ke sini dulu? Barangkali karin sedang sakit dan sama sekali gak mau makan. Katanya, pengen di temui sama kamu" terang laki-laki itu yang sebenarnya adalah ayah karin.
"Oh iya pak iya. Saya sekarang juga berangkat" jawab guntur terburu-buru.

Tanpa apa-apa guntur langsung berangkat. Laptop yang terbuka tak ia tutup kembali. Begitu terburu-buru dengan kecemasan yang begitu besar.

Motor menyusuri gang jalanan di kota bandung, menembus rumahan yang rapat seakan menjadi halangan yang tak begitu berarti.

Sesampai di rumah karin, tak terlihat siapa-siapa. Guntur nampak kebingungan. Mencoba mastiin keadaan sekitar rumah pohon mangga di depan nya.

" mau ke siapa a?" Tanya ibu-ibu tetangga karin.
"Anu bu... mau ke karin. Tapi gak ada ya? Soal nya tadi saya di suruh ke sini sama ayahnya karin"
Sahut guntur tetap mastiin keadaan yang hening itu.
"Barusan udah pada pergi, katanya mau bawa karin ke rumah sakit"
"Hah, rumah sakit?"
Tanpa menghiraukan si ibu itu, guntur langsung menaiki lagi motor nya itu dan pergi menuju rumah sakit...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang