Bangunan, Kopi Dan Cinta.

13 3 9
                                    

Perkenalkan namaku Ansel
Ardiansyah. Sering dipanggil Ansel. Tinggi 170 dengan warna kulit cokelat terang semana warna kulit orang Asia semestinya. Warna mataku berwana coklat muda, orang sering mengatakan mataku cantik padahal menurut ku biasa saja sebagai mana warna mata umumnya. Aku suka mengambil foto yang unik dari tempat-tempat yang menurutku unik apalagi ada cerita dibaliknya.

Yah seperti ya yang aku lakukan sekarang, Aku berjalan melihat setiap bangunan-bangunan kota kecil yang aku tinggalin sekarang. Walau bangunannya tidak tergolong besar tapi masih bisa menarik mata ini untuk memandang sekitarnya.

Aku lebih memilih berjalan kaki daripada mengendarai sepeda motorku. Bukan karena aku ingin irit bensin, tapi bagiku menikmati keindahan suatu tempat adalah saat kita berjalan. Tidak perlu harus terburu-buru untuk melihat sekitar kita. Kita bebas menikmati semua pemandangan yang ingin kita lihat tanpa harus memikirkan kendaraan yang ada di belakang kita. Saat kita lelah tidak perlu harus memikirkan motor kita harus diparkirkan dimana. Ya, itu alasan aku memilih untuk berjalan kaki.

Aku menikmati semua pemandangan yang aku lihat, tidak lupa mengambil foto dengan kamera yang sedari tadi kubawa. Saat aku asik mengambil foto, mataku ditarik suatu keindahan akan keunikan bangunan. Bangunan yang terlihat sederhana dengan pamflet bertulisan kopi kenangan. Bangunan yang dibangun dengan kayu kokoh yang sudah pasti sangat berkualitas dan mahal dan dicat dengan warna khas kopi itu sendiri.

Aku melangkahkan kakiku memasuki bangunan bernama Warung kopi Kenangan. Aku dibuat takjub dengan suasana di dalamnya, banyak toples berisi biji kopi tertata rapi di rak dinding. Barang-barang yang ada di situ pun, barang yang sudah tidak pernah lagi aku lihat. Kopi dan barang antiknya. Pas banget sama namanya. Kopi kenangan.

Aku memilih duduk dekat jendela, Karana dengan itu aku bisa melihat suasana jalan. Sekilas, aku melihat sekitar tempat bangku yang disediakan, hanya sedikit yang ada di ruangan ini dan bisa ditebak mereka yang ada di sini, mereka Yang sangat cinta dengan kopi. Tidak seperti aku yang hanya tau kopi itu pahit dan hitam tidak ada yang lain. Hahaha, terlihat miris tapi apa daya, aku bukanlah pecinta kopi. Aku hanyalah orang yang mudah terpengaruh akan keunikan pandangan mata yang akan hilang berangsur-angsur yang digantikan pandangan baru.

Pelayan datang padaku. Umurnya sudah dibilang tidak mudah lagi umurnya sekitar 60 tahunan dan bisa ku tebak beliau pemilik bangunan kopi ini. Karena, yang aku lihat cuma sosok beliau yang jadi pelayan di sini, tidak ada orang lain selain dia. Bahkan sang pembuat kopi pun tidak ada di tempat itu. "Pesan apa?" Tanya bapak itu ramah.

"Kopi hitam ajah, pak. Tapi jangan manis, yah," ujar ku tersenyum kecil kepada bapak itu.

"Ok, tunggu bentar yah," yang langsung pergi ke meja tempat dimana dia membuat kopi yang bisa kita lihat langsung cara pembuatan kopi bapak itu. Tak berselang lama bapak itu datang dengan membawakan Secangkir kopi hitam dan langsung meletakkan kopi hitam tersebut ke mejaku.

Aku mengambil kopi tersebut dan mencium harum nya kopi hitam dan meminum kopi secara perlahan. "Enak, pak. Rasa Kopi nya pas di lidah ku," ujar ku pada bapak itu yang masih menunggu tanggapan ku tentang kopi buatannya.

"Baguslah kalau kamu suka," ucap bapak itu senang mendengar pujianku atas kopi buatannya.

"Ngomong-ngomong bapak bisa menemaniku mengobrol?" Tanya ku ragu-ragu kepada bapak tersebut.

Bapak itu tersenyum. "Boleh, nak."

"Nama bapak siapa kalau boleh tau?" Tanya ku pada bapak itu kembali.

"Nama saya Ridwan,"

"OOO, alasan pak Ridwan buat Warung kopi ini ada ngga sih, pak?" Tanya ku lagi pada pak Ridwan yang kepo akan bangunan kopi kenangan.

Perjalanan Cerita Dan MaknaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang