02

9.5K 424 14
                                        




"AKH, lepaskan!! Kalian siapa?!"

Nanon berteriak dengan suara parau saat dua pria bertopeng tiba-tiba menutup wajahnya dengan kain hitam. Napasnya memburu, jantungnya berdebar kencang seperti hendak melompat dari dada. Tubuhnya meronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman mereka, tapi sia-sia.

"Diam! Jangan banyak bergerak," suara kasar salah satu pria itu menekan. Mereka adalah orang suruhan Ohm, dan mereka tahu persis apa yang harus dilakukan. Tanpa ampun, mereka menyeret Nanon keluar, langkahnya terhuyung, sementara tangannya terikat erat.

"AKHHHH! Lepaskan aku!" Nanon menjerit, tubuhnya memberontak, tapi tenaga mereka jauh lebih besar. Ia diseret menuju sebuah mobil hitam yang menunggu di luar, pintunya terbuka lebar seperti jerat yang siap menelannya hidup-hidup.

•••

Di dalam mansion megah milik Ohm, suasana terasa sunyi, namun udara seakan dipenuhi ketegangan. Ohm duduk di sofa besar, jemarinya mengetuk sandaran lengan dengan irama teratur, matanya menatap kosong ke arah pintu.

Saat suara mobil memasuki halaman, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. Ia bangkit, melangkah dengan santai ke pintu utama. Begitu dua bawahannya muncul membawa Nanon yang kini tak sadarkan diri, ia mengangkat dagunya sedikit.

"Semuanya beres?" tanyanya singkat.

"Ya, Tuan. Tidak ada yang melihat," jawab salah satu pria dengan nada datar.

Ohm mengangguk. "Bagus. Pergilah. Aku akan mengurus sisanya."

Tanpa banyak bicara, para bawahannya menghilang di balik lorong. Ohm menatap Nanon yang terkulai lemah di pelukannya, napas pemuda itu terdengar berat. Ia menghela napas panjang sebelum membawanya masuk ke dalam kamar yang sudah disiapkan.

•••

Nanon tersentak bangun, matanya membelalak dalam kegelapan. Kepalanya terasa berat, dan tubuhnya masih lemas. Saat kesadarannya kembali, ia merasakan kain lembut di bawah punggungnya—ranjang.

Ia terhuyung mundur, mencoba mencerna apa yang terjadi. Matanya bergerak liar, mencari jalan keluar. Namun sebelum ia sempat melakukan sesuatu, sebuah suara dingin menggema di ruangan itu.

"Akhirnya kau bangun."

Nanon menoleh cepat. Ohm berdiri di dekat jendela besar, tubuhnya diselimuti bayangan malam. Sorot matanya tajam, ekspresinya sulit ditebak.

"Apa... Apa yang kau inginkan?!" suara Nanon bergetar, namun ia mencoba terdengar tegar.

Ohm berjalan mendekat, langkahnya lambat dan penuh keyakinan. "Aku hanya ingin memastikan kau tetap di sini. Kau milikku sekarang, Nanon."

Nanon menggigit bibirnya, matanya berkilat marah. "Aku bukan barang yang bisa kau miliki! Biarkan aku pergi!"

Ohm tertawa kecil, tapi tidak ada kehangatan dalam suaranya. "Kau masih belum mengerti posisimu, ya?" Ia berjongkok di depan Nanon, menatapnya lurus. "Semakin cepat kau menerima kenyataan, semakin mudah semuanya."

Nanon merasakan bulu kuduknya meremang. Ada sesuatu di balik sorot mata Ohm yang membuatnya sulit bernapas—bukan sekadar ancaman, tapi sesuatu yang lebih dalam. Obsesi.

Ia mengepalkan tangannya, menahan getaran di tubuhnya. "Aku tidak akan tunduk padamu."

Ohm hanya tersenyum tipis. "Kita lihat saja." Ia bangkit, melangkah menuju pintu. Sebelum keluar, ia menoleh sekali lagi. "Istirahatlah. Kau akan membutuhkannya."

Pintu tertutup dengan bunyi klik pelan, meninggalkan Nanon dalam gelap yang kini terasa lebih mencekam.

•••

Pagi berikutnya...

Nanon masih berbaring di tempat tidur, tubuhnya terasa lemah dan pikirannya kacau. Ingatan tentang malam sebelumnya masih membekas kuat, membuatnya ingin menangis, tapi air matanya sudah habis.

Pria sialan itu dengan berani telah melecehkannya!!!

Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Pintu terbuka dengan suara klik yang tajam. Ohm masuk dengan santai, membawa nampan berisi sarapan.

"Bangunlah," katanya, meletakkan nampan di meja dekat tempat tidur. "Aku tidak ingin kau mati kelaparan."

Nanon menatapnya dengan kebencian. "Aku tidak butuh apapun darimu."

Ohm hanya tersenyum miring. "Kau masih punya energi untuk menolakku, ternyata. Bagus."

Nanon mengepalkan tangannya, menahan gemetar di tubuhnya. "Kenapa kau melakukan ini padaku? Aku bahkan tidak mengenalmu!"

Ohm duduk di tepi tempat tidur, menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Kau benar. Kau memang tidak mengenalku. Tapi aku mengenalmu, Nanon."

Nanon mengernyit. "Apa maksudmu?"

Ohm menarik napas panjang, lalu mulai berbicara dengan nada lebih tenang, hampir simpatik—tapi matanya tetap dingin.

"Kau tahu... Ayahku adalah seorang pria yang sangat berkuasa. Dia punya banyak musuh, dan keluargamu adalah salah satunya."

Nanon terkejut. "Apa?"

Ohm mengangguk pelan. "Beberapa tahun lalu, ayahmu... atau seseorang dari keluargamu, telah melakukan sesuatu yang menghancurkan bisnis keluargaku. Kami kehilangan segalanya."

Nanon menggeleng, bingung. "Tidak mungkin! Ayahku bukan orang seperti itu!"

Ohm tertawa kecil, nada suaranya mengejek. "Begitu mudahnya kau membela keluargamu, ya? Tapi kenyataannya, mereka tidak sebaik yang kau kira. Aku sudah menyelidiki semuanya, Nanon."

Nanon menatap Ohm dengan napas memburu. "Kalau memang begitu, kenapa kau tidak langsung membalas dendam ke keluargaku? Kenapa aku?"

Ohm mencondongkan tubuhnya lebih dekat, membuat Nanon refleks mundur. "Karena kau adalah bagian terlemah dari mereka."

Nanon menggigit bibirnya, dadanya naik turun karena emosi yang meluap. "Jadi... ini semua hanya permainan untukmu?"

Ohm mengangkat bahu. "Bisa dibilang begitu. Tapi..." Dia menelusuri rahang Nanon dengan jarinya, membuat pemuda itu menggigil ketakutan. "Aku juga punya alasan lain."

Nanon menahan napas, matanya penuh kewaspadaan. "Apa itu?"

Ohm tersenyum tipis. "Kau menarik, Nanon. Lebih dari yang kubayangkan. Dan aku ingin melihat sampai sejauh mana kau bisa bertahan di sisiku."

Nanon merasakan hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Jadi, dia hanya sebuah mainan bagi pria ini?

Tangannya mengepal erat. "Kau gila."

Ohm tertawa kecil, lalu berdiri. "Mungkin. Tapi setidaknya, aku tidak sendirian dalam kegilaanku."

Ia berbalik menuju pintu, lalu berhenti sejenak. "Makanlah. Kau butuh tenaga."

Pintu tertutup.

Nanon menatap makanan di meja, lalu kembali menatap pintu yang kini terkunci rapat.

Dia tahu satu hal pasti: dia harus mencari cara untuk keluar dari sini.


To be continued...

ᴛʜᴇ ᴅᴀʀᴋ ɴᴇsᴛ - ᴏʙsᴇssɪᴏɴ ᴀɴᴅ ᴛᴏxɪᴄ ʟᴏᴠᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang