Prolog

328 6 0
                                    


••Kata orang. Cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya, namun kata itu tidak berlaku bagiku••

••••

Seorang gadis cantik dengan balutan seraya khas SMA Tuna Sakti, nampang tengah tersenyum manis sambil duduk di atas ayunan yang berada tepat di bawah pohon rindang.

Meski langit sudah berwarna oranye, namun ia masih enggan untuk beranjak pulang ke rumahnya.

Kata orang rumah itu adalah surga dunia tapi itu tidak berlaku untuknya. Baginya rumah itu bukan surga, melainkan neraka.
Kata orang harta terindah adalah keluarga. Namun, sepertinya hal itu tidak berlaku untuknya. Tidak ada kasih sayang atau pun cinta yang ia dapatkan. Melainkan siksaan batin dan fisik.

Devani Fayira kanza. Atau kerap di sapa Vani. Gadis itu hanya tersenyum miris ke arah anak perempuan yang sedang bermain bersama kedua orang tuanya, ia memikirkan bagaimana bahagia nya ia kalau ada di posisi anak perempuan itu. Walaupun matanya sudah mulai berkaca-kaca, gadis itu kembali tertawa saat membayangkan jika dirinya ada di posisi anak itu.

Vani sekilas melihat jam tangan yang ada di pengelangan tangannya, jam menunjuk an pukul 17:50 WIB. Gadis itu segera berlari menuju rumahnya.

Dengan napas yang masih terengah-engah, Vani bisa melihat Papa-nya yang tengah bersedekap dada tepat di pintu masuk utama. Tatapan Chen sangat menyeramkan, dan jangan lupa gesper yang melekat di tangannya.

Dengan langkah sedikit ia sudah tepat berada di hadapan sang Papa, keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuhnya.

"Pa ....," lirih Vani seraya mengtangann tangannya di hadapan Chen.

Dengan kasar Chen menepis tangan Vani, dengan percikan mata yang tajam.

"Dari mana aja kamu hah? Jam segini baru pulang!"

"Vani abis dari taman, Pa. Vani rindu sama Mama jadi Va--"

PLAK!!

Satu tamparan keras mendarat mulus di pipi kiri Vani. Entah kenapa jika Vani menyebut nama sang mendiang Mama nya, Papa nya pasti selalu marah.

Vani merasa pipi nya sangat panas akibat tamparan keras Chen, namun itu tak sebanding skitnya bila di bandingkan dengan rasa sakit yang terus ia rasa kan di dalam hatinya.

"Jangan pernah sesekali kamu ngomong mama kamu lagi di depan saya!" teriak Chen dengan dada yang naik turun, menandakan jika ia masih bergelut dengan emosi.

Binar mata indah Vani menatap kedua mata Chen. "Tapi Vani cuma sayang sama mama!"

PLAK!!

Tanpa belas kasian sedikitpun, Chen kembali menampar keras pipi kiri Vani. Itu membuat gadis mungil itu tersungkur di lantai dengan pipi yang memerah.

Dengan air mata yang mulai mengalir membasahi pipi chubynya Vani mencoba menghapus air matanya.

"Papa sudah ambil keputusan yang akan membuat kamu bahagia!" ujar Chen.
Hal itu membuat bola mata Vani membinar. Vani berharap Chen mengambil keputusan akan menceraikan Raya. Hal itu akan sangat membuat Vani bahagia.

"Papa akan menjodohkan kamu dengan anak teman Papa, ini semua demi perusahaan dia yang hampir bangkrut, Papa ajak dia kerja sama, dengan satu syarat anaknya harus mau di jodohkan dengan kamu."

Perih dan kecewa, Itulah yang di rasakan oleh Vani saat ini.

"Terus gimana sama sekolah?" tanya Vani.

"Kamu tidak perlu khawatir pernikahan ini akan di adakan secara tertutup, jadi hanya keluarga kita yang tau tidak perlu libatkan pihak lain."

"Vani tetap gak mau!" cetus Vani.

"Van, Papa udah nyerah buat ngurusin kamu. Makanya Papa ambil keputusan ini untuk kebaikan kamu, mungkin ini juga bisa menjadikan kamu dewasa bukan kekanak-kanakan seperti ini lagi."

"Kekanakan?" Vani tertawa renyah mendengar ucapan yang lontarkan oleh Chen.
"Apa Papa gak pernah mikir sekali aja mengapa Vani bisa seperti ini? Vani seperti ini karna Papa sendiri! Papa selalu menyalahkan Vani, padahal Vani gak tau apa kesalahan Vani.

"Tutup mulut kamu! Cepan berganti baju kamu, kita akan bertemu dengan keluarga jodoh kamu malam ini. Tidak ada penolakan!"

"Nggak, Vani nggak mau!" tolak Vani sembari menggelengkan kuat kepalanya.

"DEVANI!"

"Papa mau Vani hidup bahagia 'kan? Oke, Vani akan menjadi anak penurut, tidak suka membantah ucapan Papa. Tapi tolong jangan jodoh-jodohin Vani kaya gini, Pa!"

"Terima perjodohan ini! Atau Papa akan kirim kamu ke jepang!" ancam Chen.

Hal itu membuat Vani terdiam kaku.
Jika ia benar-benar akan di kirim ke jepang hidupnya yang sudah menyedihkan ini akan semakin menyedihkan, mengingat betapa kejam nya neneknya. Jika neneknya tau kelakuan Vani seperti ini, sudah di pastikan ia akan di masukan ke asrama. Hal itu membuat Vani takut.

Live With My KetosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang