Dear Mystery (2)

40 10 0
                                    

Konon, usia seperempat abad itu tonggak yang penting. Milestone usia 25 tahun, boleh dikata acuan arah hidupmu kelak, serta tolok ukur kesuksesan di waktu mendatang. Karena sebelum life begins at 40, your journey begins at 25, in my humble opinion.

Falsafahku menilai secara mutlak, life dan journey itu dua perihal yang sama sekali berbeda. Life adalah saatnya kita memetik jerih payah dari journey, yang sudah kita tempuh penuh bersusah payah, dengan kerja keras misalnya.

It's a long long journey. Sebuah lagu yang sangat kusukai semasa AbeGe kenes membenarkan, bahwa journey atau perjalanan manusia itu panjang, terjal berliku plus sarat suka dan dukanya. Life begins at 40, artinya kamu sudah bisa menikmati hasil kerja kerasmu, melalui perjuangan selama 15 tahun sejak langkah pertamamu dimulai pada usia seperempat abad yang mantap. Dear Twenty Five Luck judulnya.

Nahas, mimpiku berakhir di usia 25 tahun. Kandasnya toko roti yang kubesarkan dengan berdarah-darah, kekalahan dan kegagalan pertama malah kutelan di usia seperempat abad ini. Dasar nasib!

Sulit kubayangkan reaksi bokap, yang tak seratus persen ikhlas putrinya bergelut dengan bakery dan berbisnis. Bokap sebetulnya ingin aku menjadi desainer interior atau fashion designer, karena menurut nalurinya bokap, aku punya jiwa kesenian menonjol. Menurutku sih ya mungkin betul dalam satu segi, yakni "seni menimbun barang". Aku tipe hoarder barang keepsake, semacam memorabilia pribadi yang kuumpamakan barang antik tiada duanya di dunia ini. Makanya kamar tidurku di rumah sesak, berakibat aku lebih suka masuk kamar bokap yang bersih, wangi, dan minimalis.

Untungnya bokap tipe penggila cosplay dan lemarinya mirip kantung ajaib, dengan barang-barang serba ada saat aku atau Juna butuh sesuatu untuk tampil beda. Seperti untuk penyamaran kali ini, kami jujur terbantu dengan isi lemari bokap, termasuk kumis dan cambang palsu yang kini dikenakan Juna yang mengernyit hidung.

"Entar elo juga terbiasa, Jun. Mulut elo jangan ditutup-tutup bisa gak? Kesannya jadi palsu banget gitu, lho."

"Emang ini palsu, kok." Juna membekap mulutnya sendiri. Maksudnya baik, menjaga agar kumis serta berewok bohongannya tidak copot, sayang Juna yang mengerut hidung jadi persis ibu-ibu yang kikuk punya jambang tempelan, apalagi diakuinya bulu bohongan itu gatal menggelitik lubang hidungnya.

Kami berada di sebuah ruangan minimalis, berdinding krem tua dan perabotnya serba cokelat kayu. Resepsionis yang banyak tersenyum meminta kami menunggu sejenak, katanya ini ruang pengelola yang merangkap seksi HRD perekrutan pegawai. Okay, dengan PeDe-nya aku memasang lagak keyakinan pasti akan diterima bekerja.

Akhirnya, penantian berakhir dengan seulas senyuman, kala seorang pria, sangat ganteng ternyata, menjabat tangan kami yang berdiri dan mempersilakan kami kembali duduk. Namanya Sam. Parasnya mirip Dean Winchester dalam serial Supernatural, diperankan oleh Jensen Ackles yang keren banget face dan kharismanya. Dududuh. Rupanya dia pengganti Srimona, pengelola lama yang kami juluki si tante judes lantaran tampangnya teramat masam.

"Selamat pagi jelang siang. Perkenalkan, saya Sam, pengelola toko, baiklah kita mulai saja walk-in-interview-nya. Ini Mas Juan yang melamar jadi koki bakery dan ini Mbak Gabby yang ngisi lowongan pelayan toko, kan?" Sam mengulas senyum tipis yang legit sejuta rupa.

Bukan main, pikirku. Kalau begini gelagatnya, rasa PeDe-ku sungguh beralasan. Kami pasti diterima! Apalagi dengan nama palsu Mas Juan dan Mbak Gabby, makin meyakinkan penyamaran kami, apalagi Sam yang simpatik berstatus orang baru yang tak kenal tetangga sekitar, termasuk seluk-beluk Santa Belle Bakery yang ditutup sementara ini.

"Maaf, ini menurut CV Mas Juan, pengalaman baking Mas sudah jalan enam tahun, ya. Lumayan lama juga ya, artinya." Sam melempar senyum pada Juna yang hendak menekap mulut tetapi berhasil kucegah.

Bakery Ma(r)tiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang