Yakinlah aku, penyamaran kami di Bakery Mati takkan bertahan lebih lama. Kayla Serikaya sudah menaruh curiga, kuyakini ia mata-mata sang bos kami, si Sam yang kupergoki diam-diam ke petshop pagi-pagi sekali, melalui pintu belakang yang lumayan menyangsikan naga-naganya. Juna menyepelekan temuan berhargaku, malah aku disalahkan terlalu mendewakan teori konspirasi, dan baginya semua teori itu bodong dan omong kosong adanya. Nah lho, gak tuh.
"Gak semua hal seperti yang kamu pikirkan, Bel. Memangnya ke petshop pagi-pagi, lewat jalan belakang berarti mencurigakan, geto? Orang yang transaksi narkoba aja kadang tujuannya baik, lho."
"Baik gimana? Baik karena dia transaksi buat cari duit, terus duitnya dikasihin ke orang gak mampu? Macam Robin Hood yang kesiangan bolong, gitu?"
"Hohoho. Elo lucu, tapi elo salah kira, Bel. Itu orangnya cepu, informan spesialis narkoba yang jadi asistennya polisi satresnarkoba. Nah dia transaksi dengan tujuan positip, toh. Membantu memberantas penyebaran narkoba, dengan menyamar sebagai pembeli, dan akhirnya sindikat penjualan ditebas sampai ke akar-akarnya. Coba kalo elo mikirnya sempit, pake kacamata sinis, pasti elo ngiranya tuh orang rusak dan nakal. Hayo, lho."
Hayo, lho. Juna yang lucu biasanya lapar berat setelah berceramah, dan menagih risoles sayur yang memang cuma tersisa satu. Rencananya besok kami akan sarapan dengan lumpia kering. Bila memang terlalu kering, biasanya kami celupkan pada teh susu yang lumayan bikin mata melek buat pekerja pagi seperti kami ini. Kata Juna, anak orang berpunya seperti diriku tak sinkron makan seadanya dan ugahari. Gak pantes banget buat elo, Bel.
Kata orang, harga diri manusia itu tak masuk akal. Kalau saja egoku tak congkak dan sudi mengalah, aku tak mungkin ngotot menempuh bahaya menyusup ke kubu musuh, cuma karena kegagalan pertama dalam hidupku bermula dari Bakery Mati yang mematikan pula bisnis bakery-bakery sepanjang Jalan Braga, dan setidaknya ada tujuh pelanggan elite yang terenggut nyawanya, semua gara-gara bakery yang punya nama kematian itu.
"Kalo dipikir-pikir nih, Bel. Di Bakery Mati cuma ada satu makhluk yang mendingan, deh. Itu the boss, si Sam yang elo bilang aneh itu. Kok gue ngerasa dia diam-diam kasih perhatian ke kita, ya? Kayak ngelindungin deh, gitu." Juna mengecup telunjuknya, usai menyantap risoles gurih, matanya mengerjap sesaat, binar-binarnya mencurigakan buatku.
"Yeyeye, kasih perhatian ke kita? Kita itu siape, ye, kira-kira? Elo doang atau elo sama gue? Hehehe."
"Elo mikirnya ngeres amat, Bel. Perhatian itu dalam konteks atasan mengayomi anak buahnya, bukan dalam artian yang apa-apa, geto. Lagian elo pikun, Bel. Di Bakery Mati gue ini siapa? Mas Juan lah. Gue cowok di situ. Emangnya elo rela, kalo cowok secakep Pak Sam itu ho ... mo?"
"Gay maksud elo, bukan homo, Jun. Itu mah bahasa salah kaprah. Homo itu bahasa Latin, artinya manusia. Kayak Homo sapiens, artinya manusia cerdas. So, kalo ngomong yang lengkap, ya, jeng, homoseksual, gitu."
"Iye, deh, iye. Homo itu manusia. Eh, kalo bahasa Latin buat kuciang apa, dong?" Juna tomboy menuding Sotikin, kucing kami kebetulan grooming berleha-leha di pojok dapur.
"Catus, kayaknya. Felis catus." Aku menyahut dengan PeDe beratus ratus persen.
Pssstt. Sebetulnya aku tidak sepintar itu. Pas Juna meleng sedikit, aku ketikkan "bahasa Latin untuk kucing" di kolom pencarian Mbah Mugel. Eh, ketemu kata Felis catus. Keren gak tuh namanya. Sotikin saja mengeong tanda setuju. Mungkin satu-satunya yang tak setuju cuma Juna belaka. Geleng-geleng seraya menyugar rambut pixie yang kini kuntung poninya, si cewek meracau sok lucu, "bukannya Tom Cat bahasa Latinnya buat kuciang? Ahahaha. Mister Handsome Tom Cat untuk lengkapnya. Itu nama calon cowok elo lagi, Bel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bakery Ma(r)ti
Mystery / ThrillerGenre: Comedy Thriller Bel alias Morena Garbella tidak pernah gagal dan kalah seumur hidupnya. Sebagai putri pilot pesawat komersial, hidupnya berkecukupan dan segalanya kemauannya terpenuhi. Namun, toko roti miliknya, Santa Belle Bakery pailit lant...