Chapter 4 : Bertemu Masa Lalu

19K 275 9
                                    

"Hei Bro!" Sapa Jimi ketika berpapasan dengan Athan. Laki-laki itu baru saja keluar dari aula kantor setelah memperkenalkan diri secara resmi pada karyawan Bumi Wijaya Groupe. Jimi tidak bisa hadir tepat waktu karena ia harus mengantarkan ibunya cek up ke rumah sakit.

"Hei, Tambah pendek aja, Lo?" komentar Athan yang langsung mendapat tonjokan pelan di bahu laki-laki itu.

"Sialan, lo! Gimana tadi? Lancar kan?" tanya Jimi berjalan menuju lift.

"Lancar. Gimana nyokap? Sudah mendingan?" tanya Athan balik. Keduanya sudah berteman sejak lama. Walaupun sempat putus komunikasi karena Jimi harus pindah ke luar kota. Akhirnya keduanya bisa bertemu kembali dan bekerja di perusahaan yang sama.

"Sudah. Kolesterolnya naik lagi. Tapi dokter sudah kasih obat juga. Lo sendiri gimana? Masih suka mimpiin perempuan itu?"

Athan menghela nafas sejenak. Sejak enam bulan yang lalu laki-laki itu selalu memimpikan seorang perempuan. Namun yang membingungkan adalah, Athan tidak bisa melihat dengan jelas wajah perempuan tersebut. Perempuan itu selalu memanggil-manggil namanya. Panggilannya terdengar memilukan. Terkadang Athan merasakan sesak yang sangat saat memimpikan perempuan tersebut. Seperti ada rasa kerinduan yang dalam dan juga rasa sakit yang menyesakkan dadanya. Tapi sampai sekarang Athan belum mendapatkan petunjuk apapun tentang mimpinya.

"Masih. Gue juga nggak tau dia siapa. Lo tau sendiri keadaan gue kan? " ucap Athan terdengar putus asa. Jimi bisa mengerti apa yang Athan rasakan. Bagaimana rasanya hidup tanpa ingatan masa lalu? Semua ingatannya saat kuliah di Indonesia terhapus begitu saja. Bahkan setelah lima tahun berlalu, belum ada perubahan dalam memorinya.

"Lo harus sabar. Gue yakin pasti semuanya akan terjawab pada waktunya." Jimi menepuk pelan pundak Athan. Memberikan dukungan moril untuk sahabatnya. Jimi tau bagaimana frustasinya Athan saat tau ia hilang ingatan.

"Thanks. " Athan tersenyum simpul. Keduanya lalu masuk ke dalam lift saat pintu lift terbuka. Athan memencet angka lima belas. Sementara Jimi menekan angka sepuluh.

" Lo kapan nikah sama-" ucapan Athan terpotong saat ponsel Jimi berbunyi.

"Sorry, sekretaris gue nelpon. Gue angkat dulu, Than." Ucapnya langsung mengangkat panggilan dari Kiran.

"Hallo, Ran? Ada apa?" tanya Jimi

"Maaf pak, saya sedikit terlambat. Ban motor Ojol saya bocor. Ini saya sedang menunggu Ojol yang baru," jawab Kiran diseberang. Nada suaranya terdengar panik.

"Tidak apa-apa. Saya juga baru sampai. Tidak usah buru-buru," jawab Jimi penuh pengertian. Laki-laki itu memang salah satu atasan yang dikagumi para karyawan karena kebaikan hatinya.

"Saya merasa tidak enak, Pak. Padahal saya izin telat masuk jam sepuluh. Tapi sudah jam sepuluh lewat saya malah belum sampai, " ucap Kiran merasa tidak enak.

"Tidak usah dipikirkan. Lagipula meeting di Gold Hotel masih jam sebelas nanti. Masih ada waktu setengah jam. Kamu hati-hati di jalan," ucap Jimi menenangkan.

"Baik, Pak Jimi. Terimakasih banyak," sahut Kiran menutup panggilannya.

Athan yang sejak tadi mendengarkan pun tidak dapat menahan rasa penasarannya. "Lo punya sekretaris baru?"

Jimi mengangguk,"Iya. Belum ada seminggu. Tadi dia izin telat karena katanya ada perlu. Terus ini dia kena musibah ban ojolnya pecah. Jadi dia nunggu orderan Ojol yang baru," jawab Jimi.

"Cantik?" tanya Athan iseng. Padahal laki-laki itu tau bahwa Jimi memiliki kekasih yang sebentar lagi akan bertunangan.

"Cantik. Menurut gue pribadi sih mukanya kayak boneka," jawabnya jujur. Jimi adalah tipikal orang yang jujur. Ia akan mengatakan sesuatu sesuai kenyataan yang ada. Walaupun di depan pacarnya sendiri, ia akan mengatakan hal yang sama. Tapi Jimi juga adalah tipe lelaki setia. Mau secantik apapun perempuan yang mendekatinya, ia tidak akan berpaling dari kekasihnya.

Forever Love ( Selamanya Cinta )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang