Chapter 7 : Lantai Dua Puluh part 2

15.7K 326 23
                                    


Chapter 7 :

          Kiran menghela nafas pelan. Pandangan matanya menatap kosong pemandangan luar gedung dari meja kerjanya yang baru. Apa yang harus ia lakukan sekarang ? Seharusnya sebelum melamar pekerjaan Kiran terlebih dahulu mengecek siapa pemilik perusahaan tersebut. Ini adalah kesalahan fatal yang seharusnya tidak terjadi. Namun nasi sudah menjadi bubur. Mau diratapi selama apa pun tidak akan bisa kembali seperti semula. Sekarang ia harus menerima dengan lapang dada dan menjalaninya sampai kontrak kerjanya berakhir. Kiran hanya bisa melakukan hal tersebut. Perempuan itu melirik ruangan Direktur Utama yang terbuat dari kaca tepat di depan meja kerjanya. Ia bisa melihat apa yang tengah dilakukan Athan di dalam sana. Laki-laki itu sedang sibuk menelepon seseorang.

 "Kamu tidak berubah sama sekali, Mas," gumam Kiran tanpa sadar. Matanya menatap nanar ke arah laki-laki itu. Apakah ia bisa menghadapi semua ini ? Bertemu setiap hari dengan Athan tanpa laki-laki itu mengingat dirinya sama sekali?

 "Kring!"

Kiran tersentak saat telepon  di meja kerjanya berbunyi.  Ia mengelus dadanya sebelum mengangkat panggilan tersebut.

"Hal-"

"Kiran, tolong buatkan saya kopi hitam," ucap orang di seberang telepon. Kiran menoleh ke ruangan Direktur Utama, di dalam sana, Athan tengah tersenyum padanya seraya mengangkat gagang telepon.

"Baik, Pak, " ucap Kiran kemudian menutup teleponnya. Ia pun melangkah menuju Pantry yang tidak jauh dari meja kerjanya. Pantry di lantai dua puluh cukup lengkap perabotannya. Bahkan makanan dan minuman instan memiliki tempat tersendiri. Karena ia baru pertama kali memakai Pantry tersebut, Kiran sedikit kebingungan dalam mencari letak wadah kopi dan juga gula.  Setelah mengobrak-abrik kabinet dapur, akhirnya ia menemukan wadah kopi beserta yang lainnya ada di laci kabinet dapur.

Selesai membuat kopi pesanan Athan, Kiran pun langsung mengantarkannya ke ruangan Athan.

"Silakan, Pak," ucap Kiran dengan wajah datarnya meletakkan kopi tersebut di meja kerja Athan.

"Terima kasih," ucap Athan kemudian meminum kopi buatan Kiran. Tiba-tiba saja wajah Athan menegang. Matanya menatap tajam Kiran yang pandangannya sedang fokus ke lukisan yang ada di ruangan Athan. Lukisan itu terpajang tepat di dinding sebelah kanan Athan.

"Bagaimana kamu bisa tau kopi kesukaan saya?" Tanya Athan datar.

"Maaf, pak? Saya tidak mengerti ucapan bapak?" Tanya Kiran bingung.

" Bagaimana kamu bisa tau takaran kopi kesukaan saya? Bahkan kamu pun menambahkan krimer ke dalamnya," sahut Athan menatap tajam Kiran. Laki-laki itu yakin sekali bahwa ia tidak pernah memberitahu Kiran mengenai takaran kopi kesukaannya.

Kiran terenyak mendengar ucapan Athan. Bagaimana mungkin Kiran lupa takaran kopi favorit Athan? Mereka berdua dulu pernah bersama. Semua kebiasaan buruk Athan pun Kiran masih mengingatnya dengan jelas. Seperti sekarang ini. Athan tidak akan berhenti memojokkannya jika jawaban atas pertanyaan Athan tidak segera Kiran jawab.

"Eh, ini juga takaran kopi yang sering saya buat, Pak. Saya pikir bapak akan suka jadi...saya sengaja membuatnya sesuai dengan takaran yang biasa saya buat. Saya juga suka pakai krimer agar lebih enak," sahut Kiran meyakinkan. Senyum profesionalnya pun mulai ia tampilkan. Ia tidak boleh terlihat gugup di depan Athan atau kebohongannya akan terbongkar.

Takaran kopi yang sering saya buat? Cih, omong kosong macam apa ini? Bahkan  hanya minum sesendok kopi hitam, perempuan itu langsung mual seharian. Perutnya tidak bisa menerima sama sekali kopi hitam.

"Benarkah? Tapi saya tidak pernah melihat kamu meminum kopi?" Tanya Athan penuh selidik.

"Asam lambung saya beberapa bulan ini tidak bisa dikontrol, Pak. Jadi saya lebih baik menghindari segala penyebab yang membuat asam lambung saya naik. Termasuk kopi," ucap Kiran masih dengan mempertahankan senyum profesionalnya.

Forever Love ( Selamanya Cinta )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang