Dipeluk Kematian

5 0 0
                                    

"rasa sombong akan memakanmu cepat atau lambat"

***

Aku tersadar dari rasa shock setelah  melihat mayat tiga orang di belakang ring pertarungan ini. Aku melihat sekeliling, sepertinya lawanku adalah seseorang tanpa rambut, dengan tanktop hitam. fisiknya juga terbilang jauh lebih besar dibanding aku, walau lebih besar Don, adikku. Aku berasumsi demikian karena 2 orang di sebelahnya memiliki bekas darah di sekujur tubuh mereka. Salah satu dari mereka aku mengenalnya, dia adalah Jar, begitu aku memanggilnya.

"Bunuh lawanmu, bagaimanapun caranya" Don berbisik padaku.

"Ga mungkin lah bisa ku bunuh, liat aja badannya besar gitu, bisa remuk semua tulang ku sebelum aku bisa nyentuh dia"
jawabku pada Don

"Tenang, bisa" jawabnya singkat

10 menit berlalu dan Pak Sam memberi isyarat untuk menaiki ring. Benar saja, si botak bernama Riz juga menaiki ring bersamaku di sudut yang berlawanan. Aku berpikir keras untuk mengalahkannya dengan tubuhku ini.

"Aku harus tenang. Mungkin menusuk matanya dengan jariku dapat memberiku celah untuk memukul sekuat tenaga lehernya. Tapi, bagai mana bisa? Mendekat saja mungkin mustahil bagiku" pikirku sejenak.

teng...

Bunyi lonceng menandakan pertarungan kami dimulai. Aku dan Riz memutari ring sambil saling mengamati. Aku mengamati langkahnya yang sedikit berat, dan berasumsi kalau kecepatan ku bisa melebihinya. Riz perlahan mendekat, tapi aku terus menjaga jarak untuk terus mengamati geraknya.

Riz dengan tiba-tiba berlari ke arahku,

sejenak aku berpikir
"benar, kecepatan ku melebihinya"

syutt...

Riz memukulku dengan hook-nya tepat ke arah rahangku.

Hook pertama Riz berhasil aku hindari dan aku bersyukur, karena angin dari pukulannya saja sangat bisa kurasakan dan seketika jantungku berdegup kencang.

"satu pukulan telak, mati" itulah yang aku pikirkan.

Riz berjalan memutari ring, begitu juga denganku dan sesaat kemudian dia sadar akan sesuatu hingga memilih berjalan pelan ke arahku untuk menyudutkan ku.
Benar saja, aku mati langkah.

syuutt...

Kali ini Jab-nya berhasil juga aku hindari, dan aku berlari ke arah berlawanan, seketika Riz tertawa

"HAHAHAHAHA, kau bagai anak tikus yang ketakutan, nyawamu sudah di ujung tanduk anak muda, mau sampai kapan kau terus berlari?"

Riz benar, dengan stamina-ku yang di isi hanya 10 menit, takan bisa bertahan lama untuk terus berlari menghindar.

"serangan ketiga-nya akan ku hindari, dan ku coba untuk mencolok matanya" begitu rencanaku.

Riz kembali mendekat dengan tenang, begitu juga denganku yang berhenti dan siap untuk menerima serangannya agar bisa melancarkan seranganku.

Riz masuk jarak serang, kemudian

syu-

"Hook kanan, menunduk, lari ke kiri dan colok matanya" secepat kilat aku berpikir  untuk sebisa mungkin membaca gerakannya, dan

wooshh...

"Kok!?" reflek ku lindungi kepala bagian kanan ku.

Aku terlalu fokus dengan pukulannya hingga lupa kalau dia masih punya kaki, dan hook itu adalah tipuan sedangkan tendangan kaki kiri ke arah bagian kanan kepalaku adalah tujuannya.

bruak...

Tendangannya tepat mengenai lenganku, benar saja lenganku patah terkena tendangannya.
Aku terpental beberapa meter akibat serangan itu.

"kalau kena langsung, beneran mati ini" kataku dalam hati.

"HAHAHAHA, sepertinya tanganmu patah, iyakan? tak kusangka orang lemah seperti mau untuk menjadi Sang Penantang. apa ambisimu? apa yang ingin kau ubah? tak ada yang bisa kau lakukan dengan tubuh mu yang lemah itu. HAHAHAHA"

Riz tertawa lepas melihat ku terpental dan menahan sakit tanganku yang patah akibat tendangannya. Aku mencoba tenang dan bangkit, walau nafasku semakin pendek karena aku merasa kematianku datang beberapa detik lagi.

Riz yang seakan tak mau membuang waktu, seketika berlari ke arahku

wooshh

Tendangan Riz tepat mengenai perutku,

"heuphh"

Suara itulah yang ku keluarkan tanpa sadar, akupun hampir tak bisa bernafas menahan sakitnya, aku meringis kesakitan, nafasku sangat pendek. Tak ada ampun, dia mendatangiku yang tertunduk seakan bersujud padanya

"HAHAHAHAHAHAH, CUIHH!!!!" Riz tertawa dan meludahiku

syutt....

Dengan kaki kanannya, dia menghantam tulang rusukku dan kurasakan itu patah juga. Aku menggelepar bagai cacing kepanasan.

"Kau terlalu lemah untukku, bahkan adikmu saja belum tentu bisa menang melawanku, HAHAHAHAHAHA"

Aku yang berusaha tetap menahan kesadaranku membuatku masih jelas mendengar omongannya saat itu.

"Gimana komandan? Udah jelas kan pemenangnya? HAHAHAHAHA"

Riz tertawa dan mengoceh tanpa henti.

"A-AKU MENYERAH" aku berteriak sekeras-kerasnya berharap Pak Sam menghentikan pertarungan ini, namun

"Apa? apa kau bilang? aku tak mendengarnya. Kau bilang menyerah? HAHAHA, LIHATLAH DIA MENYERAH DAN MEMOHON AMPUN HAHAHA. AKULAH YANG TERKUAT DIANTARA KALIAN SEMUA"

Naluri bertahan hidupku keluar, aku berteriak terus menerus untuk menyerah, aku pasrah, aku berharap Pak Sam segera menghentikan pertarungan ini tapi terlihat olehku, seorang Pria yang ku tebak adalah orang bangsawan tak membiarkan Pak Sam menghentikan pertarungan ini.

"Kau paham aturannya kan?"
hanya itulah yang keluar dari mulut Pak Sam.

"Aturan adalah aturan" itu juga yang dikatakan Don sambil memberiku sebilah pisau berharap aku bisa membunuh Riz. Pisau tajam ini dapat menggorok lehernya dengan sekali tebas.

Riz menghampiri ku dan berkata

"Waktumu habis"

Dia mengangkatku tanpa rasa curiga

"MATI!!!"  itulah yang aku katakan sambil menusuk lehernya dengan sekuat tenaga yang ku punya.

Riz tak bisa menghindari karena jaraknya terlalu dekat. Pisauku tepat menancap di lehernya, dia terdiam sesaat akibat shock. Aku terjatuh karena tangannya beralih ke leher yang penuh darah, sekuat tenaga aku menjauh darinya ke sudut ring, berusaha kabur dengan sisa tenagaku sampai aku tak sadarkan diri.

please drop ur comment :)

Sang PenantangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang