23. Remember

62 12 0
                                    






Setelah tiga bulan pemulihan, Dahyun sudah bebas beraktivitas. Bahkan ia sudah mempersiapkan diri masuk kedalam universitas kenamaan Korea Selatan. Lima hari lagi masa ospek maba. Dahyun benar-benar tidak sabar untuk bertemu dengan teman-teman barunya.Sudah jauh-jauh ia mendaftar pada kampus tersebut dan beruntung di hari sadarnya, ia diterima menjadi mahasiswa disana.

Ospek hari pertama cukup menguras tenaga. Mereka tidak banyak melakukan apapun, kebanyakan bermain. Ospek maba dengan ospek pada sekolah menengah cukup banyak perbedaan. Punya tingkat kesulitan masing-masing. Tapi ya Dahyun tidak tahu kedepan ospek yang ia jalankan seperti apa.

Dan selama kampus tengah melakukan ospek, itu membuat Jimin tidak memiliki pekerjaan selama ospek dilaksanakan. Dan itu ia gunakan untuk bermain bersama Yewon, kadang juga datang ke kampus untuk bermain bersama bocah berpipi gembil tersebut. Jimin benar-benar mengisi waktu dengan baik bersama Yewon.

Anak seusia Yewon memang gampang jenuh dan Jimin tidak mengandalkan Yewon pada gadget karena itu akan merusak masa depannya. "Kak Jimin, sudah capek!" Ucapnya lalu duduk diatas rerumputan. Jimin hanya terkekeh geli melihat tingkah bocah tiga tahun lebih tersebut. Ia serahkan botol air yang sudah ia sediakan jika gadis cilik itu kelelahan.

Jimin jongkok dibelakang tubuh Yewon setelah memberikan botol minumnya, lagi-lagi terkekeh melihat wajah memerahnya karena keasikan bermain. Menjuput tisu guna mengusap wajah berkeringat Yewon.

"Ayo berteduh, wajahmu memerah!"

Yewon menurut walaupun tadi Jimin sudah melindunginya. Terkadang Yewon akan bermain bersama Yeji jika gadis cilik itu libur sekolah paud. Tertawa bersama dan setelah puas akan dibawa kembali kepada Jimin.

"Kita sudahi ya. Berteduh di bawah AC!" Ajaknya. Yewon menyetujui, menarik jemari besar Jimin. "Ayo, ayo!" Segera Jimin angkat tubuh Yewon, mengecupi pipinya hingga membuat gadis itu terkikik geli.

"Ayah, geli!" Ucapan Yewon membuat Jimin tertegun sejenak. Langsung ia melangkah cepat menuju ruangannya. Mendudukkan tubuh Yewon diatas meja kerjanya. Ia tatap wajah anak tersebut.

"Kalau kak Jimin jadi ayah, Yewon ingin siapa jadi ibu?" Sebenarnya Jimin tidak berniat bertanya seperti ini, tapi panggilan baru Yewon untuknya, sukses membuat dadanya menghangat. Terharu sekaligus senang. Hampir empat bulan bersama dan Yewon sudah mengerti banyak hal.

"Tidak tahu, tapi inginnya kak Dahyun!" Jawabnya polos. Lagi, Jimin tertegun, tak mampu membalas dari ucapan lugu tersebut. Yewon memang memerlukan sosok yang bisa menuntunnya menuju rasa bahagianya.

Jimin mengangguk, membenarnya. Tapi raut wajahnya sedih, "Sayang sekali kita belum bertemu dengan kak Dahyun. Kau masih mau menunggu, Yewon?"

"Tentu. Kalau sudah bertemu suruh ibu untuk menikah dengan ayah!" Sontak Jimin memerah malu hanya karena ucapan lugu Yewon. Hatinya berdebar keras kala ucapan itu dengan lancarnya terucap.

"Hei, tidak semudah itu. Banyak proses jika aku menikahinya!"

"Tapi aku ingin melihat ayah bahagia dengan ibu!"

"Iya cantik, akan ayah kabulkan, tapi kau harus menunggu, mengerti?"

"Ung.."

"Gemas sekali!"

.

.

.

Aktivitas kampus sudah kondusif setelah seminggu diadakan ospek. Dahyun terlihat baru saja memasuki halaman kampus. Awal masuk dirinya sudah banyak dipuja banyak kaum adam. Ya bagaimana tidak, parasnya yang ayu alias cantik membuat siapapun jatuh cinta. Bahkan dosen-dosen muda ada yang kesemsem dengannya. Terang-terangnya memberikan banyak hal, mulai dari coklat sampai bunga. Pun ada yang menawari tumpangan untuk dirinya pulang. Dahyun masih menjaga batasannya, untuk tak termakan bujuk rayu para buaya yang haus dan lapar akan mangsa.

Adorable GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang