Pagi hari ini, Chenle berolahraga pagi di komplek perumahannya. Hanya jalan santai biasa dan sendirian, daripada tidur di rumah sampai badan pegal.
Seperti biasa, setiap pagi komplek perumahannya pasti sepi karena orang-orang sudah berangkat kerja, lain halnya dengan dirinya yang sedang libur semester.
Lagi asyik menghirup udara segar sembari berjalan, dia malah berpapasan dengan Guanlin ketika belok ke jalan kiri. Hampir saja mereka bertabrakan kalau kaki tidak menahan diri.
Keduanya bergeming, memandang satu sama lain. Chenle melipat kedua tangan di dada, terkekeh remeh pada sang teman yang sudah lama tak ia jumpai sebab beralasan sibuk mengerjakan tugas.
"Udah lama, ya..."
Guanlin menatap tajam lawan bicaranya, entah kenapa rasanya jengkel melihat Chenle yang bersikap seperti itu padanya. "Kenapa lo balik? Apa tujuan lo?"
"Gue gak kemana-mana, Lin. Maksud lo balik tuh apa, sih?" Balas Chenle pura-pura tidak tahu.
"Satu minggu yang lalu lo pergi ke Jepang, tapi lo balik tanpa rasa bersalah."
"Emangnya gue ngapain?"
Oh, tidak mengaku juga orang ini.
"Gue gak mau bahas itu sekarang, karena gue tau lo gak bakal jujur," kata Guanlin. "Tapi ada satu hal yang perlu lo inget, topeng lo gak bakal bertahan lama."
Chenle tidak takut. "Lo tau apa emangnya? Lagipula, siapa yang bisa tau apa yang gue sembunyiin."
"Orang baru itu bakal tau suatu saat nanti, dan kebusukan lo bakal kebongkar. Karma bakal datang, Chenle. Kalau lo gak mau nasib lo jelek di masa depan, lebih baik lo minta maaf sama Junseo."
Chenle jadi kesal. Kenapa dia yang harus meminta maaf pada Junseo? Dia tidak bersalah, justru orang itulah yang harus meminta maaf padanya karena melakukan satu hal yang membuatnya menanggung malu selama berada di kampus.
"Kayaknya lo harus tutup mulut."
"Chenle, Chenle. Gue gak peduli apa yang mau lo lakuin setelah ini, tapi gak dengan mereka, terutama Jerome. Lo mau tau? Dia punya tujuan."
"Tujuan?"
Senyum miring terbit di bibir Guanlin. "Iya, tujuan. Dia bakal cari tau tentang kita semua, dia bakal tau kalau nyatanya kita semua punya topeng dan rahasia. Kita semua pernah ngelakuin kesalahan, terutama ke temen sendiri. Dan lo gak akan bisa lari."
Kedua tangan Chenle terkepal, mulai merasa waspada akan perkataan Guanlin yang secara tidak langsung memperingatinya sekaligus mengancam. Dia harus mencari cara agar tetap aman, orang baru itu tidak boleh mengetahuinya.
Jaehyuk berhenti di depan area pemakaman. Dia turun dari motornya seraya membawa plastik hitam berisi sesuatu yang harus disembunyikan baik-baik agar tidak ada yang tahu tentang dirinya.
Sebagai orang yang tidak dekat dengan siapa pun di circle pertemanannya sendiri, dia tidak percaya siapa pun. Ditambah lagi kehadiran Jerome membuat semua yang dia rencanakan berantakan. Kenapa orang itu datang disaat semuanya belum selesai dia kerjakan?
Sebenarnya kehadiran Jerome cukup membantu, tetapi dia tidak mau berdekatan dengan Jerome karena satu hal.
Jerome tidak boleh tahu apa yang dia sembunyikan, Jerome tidak boleh tahu siapa dirinya, dan Jerome tidak boleh tahu apa yang dia rencanakan.
Walau agak sulit karena pemuda itu selalu muncul di mana pun dan kapan pun, bukan berarti Jaehyuk akan berhenti. Tidak, Jaehyuk akan melanjutkan rencananya.
Sembari melangkah menuju satu area tempat dia mengubur pakaian lusuh dan compang-campingnya, dia memperhatikan sekitar, takut ada yang melihat. Barulah ketika dia tiba di salah satu kuburan, dia menyadari kehadiran pemuda berambut jingga yang tengah bersandar di pohon, menunggunya sejak beberapa menit yang lalu.
"Apa yang lo sembunyiin di sini, Jae?" Tanya Jerome. Dia tidak mau bercanda kali ini, dia harus tahu apa yang yang Jaehyuk sembunyikan hari ini juga.
"Gak usah ikut campur," balas Jaehyuk dengan nada tak suka.
"Sebenernya gue sadar ada yang beda dari lo. Lo beda dari temen-temen lo, kayak punya 'sesuatu' yang pernah gue temuin sebelumnya. Tapi, 'sesuatu' itu gak begitu kuat, bikin gue ragu apa yang sebenernya lo sembunyiin."
Jaehyuk semakin tidak suka. Jadi, Jerome sudah mulai mengetahui apa yang dia sembunyikan?
"Gue tanya satu hal, kenapa lo gak suka gue hadir ke circle lo?"
"Jawabannya gampang, gue gak terima orang muka dua," jawab Jaehyuk. "Lo itu punya tujuan, lo dateng dengan niat bukan untuk berteman. Lo sama aja kayak mereka yang diem-diem manfaatin satu sama lain."
Jerome terkejut. Rasanya ingin membantah kalau dia benar-benar ingin berteman dengan mereka. Namun, mengingat kalau dia memang punya tujuan dan menganggap mereka sebagai penghilang rasa rindu pada teman-temannya di dunia sana, dia tidak mampu mengatakannya.
"Lo juga bukan berasal dari sini, kan?"
Lagi-lagi, Jerome terkejut. "G-gue dari sini, kok!"
"Oh, gitu. Padahal maksud gue dari sini adalah kuburan. Secara gak langsung, kegugupan lo mengakui kalau lo berhubungan sama hal spiritual bahkan kematian."
Semakin guguplah Jerome, dia tidak menyangka kalimat tersebut akan dilontarkan kepadanya, terutama dari orang yang menjadi pusat tujuannya.
"Kalau lo ngalamin suatu kejadian yang buruk, gue harap semuanya baik-baik aja. Lo serem pake banget, kayak emak lo. Eh enggak, maksud gue kayak emaknya temen gue."
Disitulah kekehan Jaehyuk terdengar, bahkan suaranya terdengar berat dan mampu merubah suasana.
"Gue semakin yakin kalau lo bukan dari sini," kata Jaehyuk lalu maju dua langkah mendekati Jerome. "Jerome yang gue tau gak begini."
"Maksud lo?!"
"Gue punya temen, namanya Jerome. Dari muka sampai gaya bicaranya mirip sama lo. Tapi dia udah meninggal. Dia gak punya temen satu pun. Denger lo nyebut kalimat 'emaknya temen gue' berhasil buktiin kalau lo bukan dari sini. Lo siapa? Kenapa lo dateng?"
Jerome tidak tahu harus menjawab apa, dia terlalu terkejut. Apa yang ingin dia ucapkan menghilang dari kepala, dia hanya bisa terdiam, menatap lurus manik Jaehyuk yang juga menatapnya.
Tunggu, dia baru sadar satu hal. Mengapa Jaehyuk menyeringai tipis seperti itu?
"Ternyata masih sama," batin Jaehyuk, tidak berhenti menatap Jerome, lalu pergi tanpa mengucap sepatah kata lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LI(E)AR 2 | 01 Line (DISCONTINUED)
Mystery / Thriller❝ Kalian gak belajar dari yang udah terjadi? Gila kalian, GILA! ❞