Part 1 Pindahan

3.2K 12 0
                                    

"El.....El....!!!! Buruan knapa....!" Ujar Pak Gita berteriak memanggil anaknya.

Hari ini ia akan mengantarkan Elang Wisnu Putra anaknya ke tempat sekolahnya yang baru, yang berlokasi di tengah kota Salatiga. Sebuah kota kecil di tengah tengah antara Solo dan Semarang.

Gita sendiri baru saja pindah dari Bandung kota tempat tinggalnya selama 18 tahun terakhir, sebelum pindah pulang ke kampung halamannya sejak Sonia istrinya meninggal dunia dua bulan yang lalu.

Rumah yang ia bangun bersama Sonia di lahan orang tua istrinya itu rupanya menjadi bahan sengketa keluarga besar istrinya itu, yang membuatnya terpaksa memilih pergi juga dari tempat mencari nafkahnya selama ini di salah satu wilayah kota kembang itu.

Di kota kampung halamannya ia mencoba merintis usaha baru berdagang roti bakar dengan uang sisa ganti rugi rumahnya yang di ambil paksa salah satu saudara iparnya.

Di luar sepengetahuan Gita yang hanya orang awam dan berpendidikan rendah, Elang anaknya adalah seorang pemuda yang luar biasa cerdas dengan IQ di atas rata rata. Di usianya yang kini 17 th lebih 4 bulan dan duduk di bangku kelas XII SMA, Elang adalah seorang ahli komputer baik teknisi maupun programmer hanya karena beruntung berkawan baik dengan Lu Ping teman sehatinya saat duduk di SMA negeri 1 Bandung.

Pintarnya Elang adalah menyembunyikan keahlian serta hasil dari keahliannya itu rapat rapat, di luar kegiatannya sebagai anak sekolahan, dia adalah seorang pekerja ahli IT part time di sebuah perusahaan start up yang membuat berbagai aplikasi sosmed dan game online, juga seorang pekerja freelance  untuk beberapa perusahaan keuangan yang membutuhkan jasa seorang programmer untuk mengarsipkan data data mereka.

Elang yang seorang anak sekolah itu memiliki deposit uang puluhan miliar yang di simpan dalam berbagai bentuk di bank, yang ia rahasiakan rapat rapat dari siapapun termasuk bapaknya.

Ia tetap berpikir bahwa bapaknya tetap harus melakukan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah padanya, setidaknya sampai ia lulus SMA yang hanya tinggal beberapa bulan lagi itu. Bahkan Elang tak malu mengakui kalo pedagang roti bakar di seberang jalan depan sekolah barunya itu adalah bapaknya, meskipun kemudian beberapa orang kawannya di sekolah menjadi sinis dan menyepelekan dirinya, ia sama sekali mengacuhkannya.

"Sudah pak turunkan El di sini saja .." Ujar Elang meminta bapaknya menurunkan nya di perempatan jalan yang masih cukup jauh jaraknya dari pintu gerbang sekolahnya.

Pak Gita menengok kerumunan anak sekolah yang terdengar riuh berdiri berjajar mengerumuni sesuatu. Namun pria  paruh baya itu segera dapat memastikan jika di tengah tengah kerumunan anak anak sekolah itu ada sepasang anak berseragam sekolah yang berkelahi.

"Apakah kau akan kesana?" Tanya bapaknya.

"Ngga....males...." Jawab Elang.

"Baguslah...meski kau jago karate tapi tak perlu sok sok an ikut ikutan jadi jagoan yang tak ada gunanya sama sekali." Ujar bapaknya lirih sambil menatap Elang yang sudah turun dari motor cb milik almarhum kakeknya yang berusia hampir 40 tahun dan masih tetap hidup pajaknya serta hampir tidak pernah rusak.

Elang hanya mengangguk saja dan kemudian pergi menyeberang jalan setelah menyalim tangan bapaknya. Sementara Pak Gita melanjutkan perjalanannya ke arah yang lain tepatnya ke arah dalam kota untuk berbelanja bahan bahan roti dagangannya di toko langganan nya.

Elang begitu sampai di seberang jalan, saat itu pula ia melihat ke arah kerumunan mulai bubar satu persatu dan menyisakan seorang anak berseragam sebayanya yang tergeletak begitu saja di pinggir sebuah pagar depan rumah tua yang terlihat tak ada penghuninya.

Entah mengapa Elang tertarik untuk mendekati orang itu, yang kemudian ternyata ia sangat mengenalinya karena dia adalah Andri salah seorang teman sekelasnya di kelas XII IPA 1.

ADELIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang