Jimin
Tidak peduli dengan tumpukan beberapa benda berserakan di atas lantai kamar, Jimin memilih fokus pada hal lainnya. Memandangi hasil karyanya yang tidak bakal bisa dibeli siapa saja. Tidak ternilai. Dengan ini ia bisa membalas budi Jeongguk yang sudah senantiasa menemaninya dan bertahan di posisi serupa untuk satu tahun terakhir. Keberadaannya berpengaruh besar pada kendali situasi pikiran Jimin yang awalnya kacau, kini pelan-pelan pulih. Menemukan jati dan maksud diri. Mulai dari mengapa ia tidak bisa tidur kalau sendirian, mengapa makanan terasa hambar kalau tidak ada teman mengobrol, sampai kenapa pula ia harus tidur lebih awal dan bangun lebih pagi dari biasanya. Jeongguk secara sadar atau tidak, memperbaiki jadwal tidur Jimin yang berantakan. Membawa obat pada alam bawah sadarnya yang meronta-ronta meminta pertolongan. Mungkin lelaki itu tidak tahu betapa penting dan berharganya aspek keberadaannya dalam hidup Jimin. Dasarnya memang Jimin pribadi masih lumayan susah mengungkapkan apa saja yang ia pikirkan. Biarlah ini menjadi sebuah hadiah yang bisa ia usahakan untuk Sang Basuki.
Helaan napas lega dihempasnya ketika duduk dan merebahkan diri di atas kasur. Memandangi langit-langit sambil membayangkan bagaimana rupa Jeongguk dalam bentuk Naga legendaris yang namanya masih asing menyambangi pendengaran.
Naga Basuki. Nagaraja.
Dua julukan sakral untuk tempat peristirahatan Dewa Wisnu. Kisahnya mungkin bakal sedikit berbeda dengan Jeongguk yang tiba-tiba saja lahir di dunia. Jimin tidak punya kuasa untuk bertanya. Keberanian pun nihil. Ini sudah masuk ranah pribadi Jeongguk yang mungkin saja tidak mau disinggung oleh orang sembarangan. Sebagai seseorang yang masih punya predikat outsider, Jimin diuntungkan sekaligus dirugikan. Keuntungan terbesarnya adalah ia tidak bakal mungkin ikut campur urusan pribadi Jeongguk yang masih berkaitan erat dengan Pura Agung Besakih dan hubungannya dengan orang-orang penting lainnya. Sedang kerugian yang paling terasa adalah Jimin yang kurang mampu memahami apa maksud pemuda itu, kadang. Setiap kelakuannya terkesan hati-hati dan terstruktur. Polanya acak tapi teratur. Waktunya saja yang tidak terduga.
Dipandanginya satu jam dinding yang masih menempel di tembok. Denting detiknya mengetuk seolah setiap napas Jimin berarti berkurang satu detik waktunya menjejak di bumi Bali. Sebisa mungkin, ia harus temukan waktu yang pas untuk Jeongguk tahu keberhasilan yang sudah dirinya capai. Mungkin besok, atau lusa. Entahlah. Jimin cukup menunggu kesiapan pemuda yang sudah terbongkar jati dirinya itu untuk mendekat kembali padanya. Pelan-pelan.
...
Pemandangan awal shift siang adalah pemuda tinggi yang sudah mencengkeram erat kemeja Bambam. Bisa melayangkan bogem mentah kapan saja. Jimin kenal betul siapa laki-laki berperawakan garang dan sepertinya punya emosi yang kurang stabil. Sedikit tempramental dan ia bahkan tidak tersenyum sejak awal bertemu dengan Jimin.
"Taehyung!" pekik Jimin. "Taehyung, kan?" tanyanya mencoba melerai. Melepaskan cengkraman buku-buku jari pemuda yang lebih tinggi darinya. Kuat betul menggenggam ujung kemeja Bambam. "Kenapa? Ada apa?" Jimin kembali mencoba mencari jawaban apapun.
"Bilang ke Karangasem, Klungkung ndak akan tinggal diam!" Bukan jawaban, tapi justru sebuah ancaman yang keluar dari bibir pemuda yang sudah naik pitam ini. "Ke bakal berurusan sama Ajikku kalau ada apa-apa sama bligung Basuki," peringatnya lagi. Untuk kali ini, Jimin sedikit paham. Kelakuan pemuda ini selalu beralasan, ternyata. Kali ini, ia mencoba membela sosok yang sudah bersama dengannya untuk beberapa tahun. Kalau diibaratkan, Jimin bisa dengan percaya diri bilang kalau Taehyung seperti adik Jeongguk yang selalu khawatir dengan kakak tertuanya. Entah karena takut ditinggal atau takut kalau ia tidak bisa memenuhi tanggungjawabnya sebagai saudara.
![](https://img.wattpad.com/cover/289873948-288-k640319.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewananda [kookmin]
Fanfiction[ ON REVISION WITH ADDITION SCENE ] : KookMin Indonesian's Mythology: Legenda Naga Basuki Ia tidak pernah menanti sebuah ampunan yang datang dari Sang Hyang Widhi. Biarlah nanti ia menerangi jalannya sendiri. Tapi mengapa sosok itu datang dan membua...