Sebuah pedang panjang bergelayut pada pinggangnya. Rambutnya yang berwarna pirang terlihat berantakan dan dirapikan sebisanya dengan telapak tangan. Keringat masih terlihat sedikit jejak-jejaknya, tapi berganti baju dalam waktu cepat bukan masalah bagi Jean. Matanya selalu memancarkan keseriusan. Langkahnya diayunkan secara tergesa-gesa. Jean menghafal koridor-koridor, arkade-arkade yang bercabang-cang menuju ruangan lain di istana Archer dengan begitu baik, seperti dia menghafal pedangnya sendiri. Menemukan Kaisar bukanlah hal sulit di waktu-waktu genting seperti ini.
"Kaisar?!"
Jean menerobos pintu ruangan Kaisar begitu saja, di mana hal itu sangat jarang dilakukan kalau bukan karena berita mendesak. Jean yakin, berita ini sepadan dengan sikapnya.
"Duke Viggo kembali!"
Derrick seketika berdiri hingga kursinya berdecit keras. Kedua matanya melebar sempurna, bergetar, antusias dan penuh harap. Derrick mengeraskan rahangnya. Langkah kakinya dipacu tidak kalah cepat saat melewati Jean.
"Kita ke Caradine Mansion sekarang."
Sepanjang perjalanan, Derrick tidak terlihat tenang. Rasa penasaran, kelegaan dan juga misteri membelit benak Derrick Archer dengan luar biasa kuat. Setelah sepuluh tahun lamanya Derrick mengirim pasukan pengejar untuk mencari Viggo, Kaisar Lumena tidak menemukan bukti apa pun kalau Viggo masih hidup.
Meskipun Derrick tidak mengatakan apa pun pada Duke dan Duchess Caradine, pasukannya berkata bahwa Viggo De Caradine dinyatakan gugur dalam tugas.
Namun alih-alih merayakan kegembiraan, keterkejutan menghujam Derrick teramat masif hingga ia terdiam sempurna. Derrick melihat ke arah Nash yang pernah berada di posisi sama. Keberadaan Viggo yang sama persis seperti sepuluh tahun lalu, menghantarkan kebingungan besar.
"Viggo?" lirih Kaisar. "Ini benar-benar dirimu?"
"Iya." Viggo duduk dengan tenang, dibalut oleh aura janggal yang menyeruak hingga menimbulkan kesan magis. "Ini aku. Perwira Lumena yang gagal menaklukkan pasukan Utara untuk merebut Longetem."
Derrick meneguk salivanya, bahkan Jean turut memaku di atas sepatu kulitnya tanpa bisa bereaksi banyak. "Apa yang terjadi padamu? Kau tidak—"
"Aku tidak menua. Kau benar." Viggo mengangguk, ia menunjukkan tangan-tangannya yang berjari ramping dengan kuku lonjong cenderung tajam. "Bisa dibilang, aku mungkin bisa hidup abadi. Usiaku berhenti bertambah setelah aku mendapatkan sebuah kutukan."
"Kutukan?!"
Derrick dan Jean mendelik serempak. Sementara Nash yang terlihat sudah mendengarkan penjelasan Viggo, masih sulit mempercayai penjelasan Viggo. Wajah Derrick mengeras dengan cepat, pupil matanya bergerak ke sana kemari dengan praduga yang menjadi-jadi.
"Kutukan apa yang kau bicarakan? Bagaimana bisa? Lalu selama sepuluh tahun ini, kau ada di mana?"
Tidak aneh kalau Derric menjejalkan begitu banyak pertanyaan. Satu demi satu keingintahuan itu tumpang tindih satu sama lain. Atmosfer yang ada di sekeliling mereka menekan seperti medan pertempuran. Antara Viggo yang tak menua, dengan orang-orang terdekatnya yang terus tumbuh mengikuti waktu.
Di saat-saat seperti ini, Viggo De Caradine semakin menyadari betapa waktu begitu mengubah sesuatu dari bentuk awalnya. Nash yang masih belasan tahun sekarang hanya terpaut dua tahun lebih muda darinya. Derrick yang muda dan terlihat polos, bertambah tegas dan dewasa di usia dua puluh delapan tahunnya.
Umur manusia begitu cepat.
Seperti dahan yang bertunas, berwarna hijau, kuning, tanggal lalu hancur lebur di atas tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Crimson Eyes To The Ocean Tears
FantasySetelah dibuang oleh kaumnya sendiri lalu diselamatkan oleh pasangan suami istri di tengah laut, Sereia Rion si siren cilik mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan hidup. Besar di Lumena dengan kasih sayang Paman dan Bibi angkat adalah kebahagiaan...