Chapter 2

121 14 2
                                    




Sejak Nash mengerti tentang apa yang baik dan buruk, ia berpikir bahwa hidupnya penuh keberuntungan. Lahir dari salah satu bangsawan dengan kepercayaan tinggi dari Kaisar, membuat Nash De Caradine yakin bahwa dia akan melakukan banyak pencapaian dalam hidup. Memiliki kakak laki-laki yang terpaut dua belas tahun darinya, ternyata juga memudahkan Nash dalam mencari sosok panutan.

Viggo yang luar biasa.

Viggo yang mendapatkan banyak penghormatan. Bahkan dengan semua kelebihan dan kepintarannya dalam hal kepemimpinan maupun bisnis, sang kakak terlihat lebih sempurna dengan ketampanan yang mutlak. Ada banyak hal menyenangkan yang bisa Nash temukan di Caradine.

Kamar besar dan mewah untuk dirinya sendiri.

Perpustakan sebegitu luasnya untuk diselami ilmunya setiap hari.

Bahkan lapangan pelatihan berpedang, menembak dan kemiliteran tersedia kalau-kalau Nash tertarik untuk mengembangkan diri.

Nash mendapatkan banyak kasih sayang. Terutama dari sang ayah.

Namun yang menyedihkan, Nash De Caradine, kasih sayang itu tidak sebanding dengan validasi yang dibutuhkan oleh seorang bangsawan untuk memperkuat kedudukannya. Bahkan sampai Viggo bertugas ke Utara dan menghilang, Nash tetap tidak mendapatkan banyak pengakuan dari bangsawan-bangsawan yang telah berafiliasi dengan Caradine dari generasi ke generasi. Pada awalnya, Nash tak memahami apa pengakuan dari pihak luar sebegitu penting untuknya. Nash kecil menganggap kasih sayang orang tua dan kakaknya cukup. Nash kecil juga berpikir, bahwa ia tak seharusnya lebih baik dari Viggo, dan harus membuktikan diri mati-matian agar mendapatkan pengakuan. Semata-mata hanya untuk disejajarkan dengan sang kakak.

Pemikiran yang naif.

Keluguan dan kepolosan itu tidak menghantarkan Nash pada gerbang emas.

Sekarang, sikap-sikap lugunya tidak lagi penting. Jangankan memikirkan seberapa pantas Nash berdiri di samping Viggo. Setelah sepuluh tahun lamanya sang kakak dinyatakan hilang dalam perang melawan Utara, dan tidak pernah ditemukan sejak saat itu. Nash De Caradine masih belum mendapatkan satu petak sorotan dari bangsawan-bangsawan Lumena.

Hilangnya Viggo, malah datang selayaknya satu genggam bola salju. Bola salju yang sengaja diletakkan dipuncak bukit, lalu menggelinding hingga membentuk bola salju besar yang terlampau destruktif untuk menghancurkan apa pun yang dilaluinya. Sayang sekali, nasib buruk belum juga usai di dalam pemandangan Nash. Hanya dalam waktu tiga tahun setelah Viggo dinyatakan hilang dalam tugas, Caradine yang berkuasa perlahan mengalami kemunduran. Posisinya mulai goyah di Lumena.

Lalu, Hardt Caradine yang mulai sakit-sakitan. Kondisinya yang dilahap oleh usia dan penyakit bawaan, membuat Hardt tidak mampu mempertahankan Caradine. Para bangsawan tidak hanya meragukan Nash, tetapi juga Caradine.

Bulan berbentuk sabit di atas danau Lumena. Nash berdiri pada balkon lantai tiga dan memandangi langit, bertanya-tanya apakah sang kakak bisa melihat pemandangan yang sama atau tidak. Kedua mata Nash lalu bergulir turun ke arah atap rumah kaca kebanggan Caradine.

Rumah kaca kebangaan ibu tirinnya. Istri pertama Duke Hardt—ibu kandung Viggo. Dalam hubungan anak dan ibu yang tidak secara langsung, ternyata Nash juga tidak bisa menyelamatkan Duchess Marche dari depresi karena anak kesayangannya menghilang.

Bahkan di tengah-tengah kepedulian Marche padanya, Nash tetap tidak mampu membuat ibu tirinya berpikir bahwa bertahan untuk anak tiri adalah pilihan terbaik, dibandingkan mengalami gangguan jiwa. Berdiri di ujung tebing yang rapuh, secepat itu dunia Nash hancur kala Duke Hardt dan Duchess Marche meninggal dalam waktu berdekatan.

From The Crimson Eyes To The Ocean TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang