DOSEN TEACHING SEX

2K 8 0
                                    

Kini aku sudah menjadi mahasiswa semester lima. Aku sudah menutup semua akun pribadi milikku, aku tidak akan lagi merekam diriku di hadapan kamera dan mempertunjukkan batang panjang besar milikku lagi, walau bagaimana pun aku harus mencari penghasilan yang sesungguhnya.

Nama asliku Dipta Wisnu Ananta, tapi kadang teman di kampus memanggilku dengan sebutan Perwira. Sudah hampir tiga tahun menjadi salah satu adult content creator di platform ONLYFANS dengan nama samaran Selasa_nakal—karena aku sering meng-upload konten erotisku setiap hari Selasa.

*Kumohon jangan pernah mencari akunku di sana!

Setiap pengguna yang berlangganan dengan akun milikku, setidaknya harus membayar beberapa puluh ribu tergantung dengan jenis berlangganannya. Akun milikku itu mempunyai cukup banyak pengikut, sehingga aku mendapatkan cukup banyak penghasilan yang mampu membiayai kuliahku sendiri.

Aku memposting segala jenis aktivitas erotis: bertelanjang dan mengocok batang kemaluanku hingga muncrat. Namun tanpa pernah memperlihatkan wajah secara langsung demi menjaga privasiku, karena aku tidak mau sampai orang yang kukenal mengetahui kelakuanku itu. Orang tuaku hanya tahu bahwa aku selama ini bekerja sebagai admin toko online, dan mereka tidak pernah mempertanyakan panjang lebar mengenai hal tersebut.

Dengan kebulatan tekad aku sudah
menutup akun itu, aku merasa lelah mempertontonkan hal yang seharusnya menjadi privasiku dan pasanganku nantinya. Saat ini, aku sedang memikirkan masa depanku yang harus aku bangun ulang dari sekarang.

Setelah menonaktifkan akun milikku secara otomatis penghasilan dari platform tersebut dihentikan, sehingga aku harus mencari pekerjaan sampingan lainnya yang dapat membantu memenuhi kebutuhan hidupku selama kuliah ini. Aku tidak mau sampai merepotkan ketua orang tuaku yang hanya berpenghasilan dari kerja serabutan sebagai buruh tani.

Setiap papan informasi yang memasang iklan lowongan kerja di kampus ini aku datangi dan mencoba melamarnya meskipun berulang kali tidak mendapatkan keberuntungan.

Doni : Jadi, gimana? Belum dapat juga?

Doni adalah salah satu sahabat setia yang aku miliki meskipun kami memiliki jurusan kuliah yang berbeda. Aku jurusan informatika dan dia Bisnis Manajemen. Kami selalu menyempatkan diri untuk nongkrong bersama.

Aku : "Belum Don, padahal aku butuh secepatnya."

Aku menatap ke arah parkiran yang letaknya tidak jauh dari kafetaria tempat kami duduk bersantai. Aku mengamati kedatangan sebuah mobil hitam di parkiran itu. Seorang pria yang tidak begitu asing keluar dari mobil itu diikuti oleh seorang perempuan. Mereka dua pasang kakak beradik yang paling menawan di kampus ini. Dan aku beruntung menjadi pemilik salah satunya.

Doni : "Gila itu dosen, gantengnya minta ampun."

Sally dan abangnya menghampiri kami berdua, seperti biasa dia menyapaku dengan penuh semangat, lalu mencium pipi kananku.

Sally : "Kakak aku mau bicara sama kamu, Dipta!"

Levin : "Maaf mengganggu waktunya sebentar ya!"

Dia Levin selain merupakan kakak kandung Sally, dia juga seorang dosen bergelar MBA yang merangkap menjadi seorang pengusaha ternama. Parasnya seperti yang dikatakan Doni: Ganteng, gagah tetapi berwibawa, dan berbadan tegap berisi—bahkan suara bassnya sangat memikat. Usianya tidak terlalu jauh denganku, mungkin berbeda tiga atau empat tahun, pantaslah dia disebut Dosen muda berkharisma.

Levin : "Saya dengar kamu sedang cari pekerjaan sampingan? Apa benar begitu?"

Aku : "Ya, pak." Aku segera mengangguk. "Saya lagi cari kerjaan."

Levin : "Kebetulan saya butuh asisten untuk mengisikan data dokumen. Kamu tidak kaku menggunakan beberapa software seperti Microsoft office, Google sheets dan semacamnya, kan?"

Sally : "Tentu pasti bisalah kak, Dipta bukan sembarang pacar Sally, dia juga guru privat terbaik."

Aku : "Thanks. Tapi ya... saya akan berusaha untuk memenuhi semua tanggungjawab ketika bekerja nantinya, Pak Levin."

Levin : "Baguslah... Nanti saya hubungi lagi bagaimana teknisnya. Dan gausah panggil Pak. Kayak baru kenal aja, lagi pula kamu pacar adik saya. Abang aja bagusnya."

Aku membalasnya hanya dengan senyuman dan anggukkan. Meskipun aku sudah berpacaran dengan Sally hampir satu tahun ini, aku tidak begitu mengenal dekat sosok dosen muda itu.

Levin : "Ya sudah, Abang ada ngajar kelas hari ini. Pamit duluan ya!"

Doni : "Iya Abang dosen." Hanya Doni yang terdengar paling semangat.

Aku : "Thanks Sally, udah bantu aku cari kerjaan."

Sally : "Ya habisnya kamu gak pernah mau nerima bantuan bentuk materil dari aku."

Doni : "Gila Sal, harusnya lo daftarin abang lo itu ke model majalah cover pria terseksi tahun ini. Sumpah pasti gak perlu lagi seleksi abang lo otomatis lolos, the power of good looking."

Sally : "Sebelum kakak aku, yang pasti aku daftarin duluan ya ayang aku ini. Gak kalah good looking Don." Tangannya meremas pipiku.

Aku : "Aku gak ada minat buat jadi model majalah apapun."

Doni : "Dipta itu ganteng sejak masuk kuliah, tapi kalau Abang lo murni sejak lahir."

Sally : "idih... Ada yang naksir berat. Tapi maaf ya, sampai kapanpun aku gak sudi punya kakak ipar gay."

Aku beranjak dari kursi itu.

Aku : "Ada jadwal kelas sebentar lagi, aku duluan ya! Kalian lanjutin aja obrolannya. Bye Sally." Aku mencium pipi Sally dengan lembut.

***

Sekitar pukul empat sore, setelah menunggu jadwal kelas Sally berakhir. Aku mengantar Sally pulang sekaligus menemui Abang Levin di rumahnya.
Dia menghubungiku untuk membahas persoalan pekerjaan itu.

Sally : "KAK, KAK LEVIN!" Dia berteriak mencari kakaknya di rumah besar kediaman keluarga mereka.

Sembari duduk menunggu di atas sofa, aku mengamati foto keluarga yang terpasang di dinding. Empat orang anggota keluarga yang terdiri dari dua orang pria mengenakan setelan jas hitam dan dua orang wanita dengan gaun putihnya. Mereka berempat tampak seperti keluarga yang bahagia.

Sally : "Kakak lagi di ruang kerjanya, dia suruh ke sana aja! Aku ganti pakaian dulu ya, nanti aku tunggu di ruang tamu. Kalau udah selesai ngobrolnya kita langsung jalan ya!"

Aku : "Iya Sal."

Rumah yang cukup besar dengan dekorasi yang mewah, bernuansa putih bersih dan berlantai keramik berwarna Swarovski.

Aku berjalan menyusuri ruangan demi ruangan itu, tanpa sengaja salah satu pintu kamar sedikit terbuka memberikan celah. Aku lihat Abang Levin sedang mengganti kemejanya. Aku tidak bermaksud mengintip, tetapi lekuk tubuh itu membuatku penasaran. Sungguh mengesankan, setiap lekukan otot itu tampak dipahat sempurna. Aku yang selama ini berusaha untuk tetap normal, tidak bisa menahan gairahku melihat sosok menawan seperti itu. Hanya kumpulan ludah yang dapat aku telan bulat-bulat.

KISAH TAMPAN (GAY STORIES)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang