"Om harus keluar kota untuk pelatihan selama satu minggu" ucap Reva hambar.
Bella hanya diam mengunyah makanan yang tersaji di depannya.
Sudah hampir satu bulan sejak pertarungan antara Reva dan Celine di teras samping, mereka terjebak dalam kebekuan. Bicara seperlunya saja. Keduanyapun saling menghindar. Selama itu pula Bella berusaha berdamai dengan dirinya soal ritual sebelum tidurnya. Tersiksa dan sangat menyakitkan, tapi semua itu harus dilakukannya demi sakit hatinya pada perlakuan sang paman kepada maminya.
Seperti itu om Reva pada mami? Padahal mami menganggapnya saudara, adiknya. Tapi kenapa om Reva dan keluarganya seperti itu? Apakah mami tidak dianggapnya keluarga juga? Meskipun hanya anak angkat.
Fakta itu begitu menyakitinya.
Jangan anggap Reva tidak gundah gulana. Setiap malam dia berdiri di depan pintu kamar sang keponakan, berharap gadis itu merengek memanggilnya. Meminta pelukan hangatnya. Dan selalu berakhir sia-sia. Bahkan saat pagi tiba, hanya wajah kaku dingin gadis itu yang terpampang di meja sarapan.
Ingin sekali dia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi apa? Semua itu memang benar terjadi. Apalagi yang harus dijelaskan. Menjelaskan lebih rinci soal kebusukannya? Menjelaskan lebih detail lagi soal bagaimana masa mudanya dulu? Menjelaskan lebih panjang dan lebar lagi soal bagaimana dia begitu membenci Femillia?
Astaga, kenapa ini begitu menyesakkan?
Hingga akhirnya pembahasan tentang hal itu tak pernah ada.
Waktu berlalu dan hubungan mereka bagai danau yang beku oleh musim dingin. Gelap dan keras. Mereka membangun dunianya masing-masing tanpa intervensi sedikitpun dari keduanya. Mereka hidup seperti orang asing.
Reva membangun kembali garis privasinya dengan sedikit hiburan malam yang terkadang teman-temannya tawarkan.
Begitu juga Bella. Dia sepenuhnya menjalani masa remajanya. Berhubungan dengan banyak teman-temannya dan mempunyai pacar. Banyak bermain berusaha tertawa melupakan musin dingin di dalam rumah. Dengan mematuhi aturan rumah sepenuhnya, dia tidak mau ada cela sedikitpun untuk pamannya dapat mengintervensinya.
Waktu bergulir cepat meski sangat berat. Wisuda SMU sudah Bella jalani. Reva pun mengumbar senyum formal sebagai wali. Mereka sangat kompak, memainkan peran itu.
"Mau makan di luar?"
"Aku lelah" jawab Bella dengan dingin.
Reva tidak mengulur kalimat lagi.
Bella beranjak cepat menuju kamarnya, sang paman segera mencegatnya persis sebelum memasuki pintu yang kini jadi keramat itu. Bella terdiam seketika.
"Kita perlu bicara" gumam Reva.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan. Aku sudah mendiskusikan soal kuliahku dengan guru pembimbing. Bagaimana alur dan berapa biaya yang harus om keluarkan sudah jelas. Kurasa tidak ada pembahasan apapun lagi" ulas Bella panjang dengan ketus.
Reva menyunggingkan senyum miring. "Jadi kau anggap aku rekening berjalanmu?" Pungkasnya.
Bella mendongak seketika yang awalnya membuang muka, menatap garang sang paman. "Bukankah om perlu membayar bunga apa yang om ambil?!" Sentaknya seketika tanpa berpikir dua kali. Beberapa detik mereka beradu tatap, lalu detik kemudian Bella menyesali kalimatnya. Bukan karena cemas menyakiti perasaan lawannya, melainkan dia sendirilah yang membuka celah bagi pria itu untuk kembali membuka interaksi yang telah mereka kunci.
Reva kembali menyunggingkan senyum miring yang samar. Dia menarik lengan atas keponakannya. Menyeretnya kepada sofa santai, lalu melemparkannya di sana. Dia meregangkan dasinya setelah melepas jasnya. "Jadi seperti itu yang ada di dalam otakmu selama ini" dengkurnya. Dengan tetap menjulang dihadapan gadis itu, dia menggulung kedua lengan kemejanya. "Jadi kau ingin aku mengembalikan milik Femillia berikut bunganya?" Sambungnya dengan nada tetap rendah. Diperiksanya ekspresi Bella dengan menatapnya datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Little Girl (END)
Romance21++. Anak kecil silahkan mencari kamar lain. Kisah seorang jejaka yang harus menjaga seorang anak kecil. Bagaimana bisa dia menjaga anak kecil? Kenapa harus dia? Lagipula, anak siapa? Dia memiliki kehidupan sendiri. Bagaimana dia mengatur hidupnya...