Edward kini sedang kebingungan di koridor, dia bingung harus melangkahkan kakinya ke arah kelas yang mana. Pasalnya, ia tahu orang yang menolongnya saja tidak, apalagi kelasnya.
Lalu ia teringat dengan Jorell, pasti sahabatnya yang satu itu tahu dimana kelas serta nama orang yang telah menolongnya.
Dengan cepat ia melangkahkan kakinya. Hingga kini ia berada di ujung tangga kelas sebelas dan berupaya mengingat dimana letak kelas Jorell.
Edward sesekali mengeluh dengan kapasitas otaknya yang bisa dibilang cukup sedikit untuk mengingat sesuatu.
Tapi seingatnya, Jorell itu masuk jurusan ips, namun dirinya tidak yakin, mengingat tampang Jorell yang terlihat seperti anak ipa.
Ah, kenapa si ia harus meninggalkan handphonenya di tas? Salahkan saja Sakala yang tiba - tiba muncul, yang membuatnya harus buru - buru pergi.
Setelah menimbang - nimbang, Edward memutuskan untuk menyusuri jurusan ips dan beberapa kelas. Terhitung, ada enam kelas untuk jurusan ips, dan ia harus bersabar karena harus bertanya di setiap kelas yang ia jumpai.
Saat ia ingin kembali melangkahkan kakinya, ia di panggil oleh suara perempuan dari sebelah kanannya. Ia ragu untuk menggerakkan kepalanya menuju sumber suara, mengingat kejadian kemarin yang mengejutkannya hingga pingsan.
Suara itu semakin mendekat ke arahnya, Edward mencoba menenangkan dirinya agar tidak takut. "Lo.. budek ya Ward?" Suara tersebut kembali terdengar tepat di depan kupingnya. Sontak ia menjauhkan diri dan memberanikan diri untuk menatap pemilik suara tersebut.
"Sorry - sorry kalo kaget, tadi gue ngira lo budek makanya gue ngomong di depan kuping lo." Perkataan tersebut kembali terlontar dari pemilik suaranya, sekarang ia yakin bahwa yang mengajaknya berbicara bukanlah hantu.
"Iya, gapapa. Tapi kamu siapa? Kok bisa tau nama saya?"
"Oiya lo ga kenal gue ya, lupa lagi gue. Nama gue Aisha dan di samping gue ini namanya Ella." Aisha mengulurkan tangannya dan di terima dengan baik oleh Edward.
Kini Edward mengulurkan tangannya ke sebelah Aisha, yang diterima dengan baik. Ella menyambut tangan Edward dan menahan agar tidak di lepaskan, lalu ia menatap Edward cukup lama.
Edward yang risih pun segera menarik lengannya. "Kenapa ee.. Ella?" Ella yang ditanyai hanya tersenyum dan menjawab gapapa.
"Oiya, terimakasih ya kemarin kalian sudah mau nolongin hehe," ucap Edward dengan senyuman yang manis, yang mana membuat kedua perempuan di hadapannya merasa gemas, "Ee... Kalo gitu aku pergi dulu ya, Aisha, Ella?"
"Kok buru - buru si Ward? Gamau disini aja? Main gitu sama kita - kita, emangnya ga bosen apa di kelas? Kita aja bosen di kelas, makanya kita lagi jalan - jalan," ujar Aisha, kini ia merangkul kan kembali lengannya di pundak Edward.
"Ga! Jangan dengerin kucing jelek itu Edward, jangan terpengaruh hal negatif seperti aku!" Dengan tidak santainya, Ella menarik lengan Edward agar ia berjauhan dengan Aisha. Mendengar hal itu, Aisha hanya bisa meringis, karena yang dikatakan sahabatnya tidak salah.
Edward yang melihat interaksi kedua orang yang di hadapannya hanya terkekeh. Menurutnya, mereka sangatlah lucu, walau mereka saat ini bertengkar, tapi Edward paham, bahwa mereka saling menyayangi satu sama lain.
"Maaf ya Aisha, aku mau balik ke kelas aja, mau ambil handphone terus ke kelas Jorell, maaf ya," ucapan Edward menginterupsi kegiatan mereka berdua, seketika mereka berdua merasa tidak enak terhadap Edward karena bertengkar.
"Mau di temenin ga Ward? Sekalian jalan - jalan, yaaa sambil bahas apa gitu biar kita jadi deket," Edward yang mendengar ucapan Aisha pun hanya mengangguk - anggukkan kepalanya, ia merasa tak enak jika harus menolak ajakannya lagi. Lagipula, apa salahnya menambah teman selain Jorell?
Di sepanjang perjalanan, Aisha terus mengajak Edward berbicara, sampai Ella kesal karena sahabatnya yang satu itu sangatlah cerewet. "Plis deh Sha, bawel banget sih! Pusing dengernya! Edward, kalo cape dengerinnya, diemin aja, jangan di tanggepin." Ella mengucapkan kalimat tersebut dengan raut wajah cemberut, yang mana membuat Aisha tertawa karena menyadari bahwa sahabatnya mungkin saja cemburu karena tidak di ajak berbicara.
"Kamu cemburu ya Ell?" Edward paham, kalau Ella bisa saja cemburu karena dia, karena sahabatnya malah berbicara terus menerus dengan orang yang baru di temui di banding dia.
Ella ingin membalas ucapan Edward, tapi sebelum ia berbicara, mereka kedatangan Jorell dan Sakala.
Jorell dengan tiba - tiba memeluk Edward, dia hanya takut orang yang ia sayangi terjadi apa - apa. "Kak kemana aja sih? Aku nyariin kakak tau, kakak juga perginya tiba - tiba kata Sakala, kan aku takut kakak kayak kemarin!"
Edward yang di peluk hanya bisa mengusap dada bagian belakang Jorell, ia tahu kalau sahabatnya ini mengkhawatirkannya, yang mana hal tersebut membuat ia merasa tak enak hati karena selalu membuat khawatir.
"Tadi aku mau ke kelas kamu Jo, buat nanyain yang nolongin aku kemarin, cuma ya aku lupa kamu di kelas yang mana, jadi nyasar deh dan kebetulan ketemu Ella sama Aisha yang tolongin aku kemarin hehe,"
Jorell yang melihat Edward tertawa langsung mencubit kedua pipi sahabatnya itu dengan gemas, rasanya sudah lama tidak melihat tawa itu. Ia rasa, Edward sudah mulai membuka hatinya kembali untuk berteman, dan dengan ide isengnya, ia ingin menjahili Edward. "Ga di terima alasannya, dan juga gunanya handphone apa?"
Edward yang merasa kalau Jorell marah hanya menggoyang - goyangkan lengan Jorell kesana kemari sembari memajukan bibirnya, yang mana itu terlihat menggemaskan di mata Jorell maupun yang lainnya.
Tidak tahan dengan kegemasan yang di keluarkan oleh Edward, Aisha langsung menguyel pipi Edward dari samping. "Edward, lucu banget!!! Ini juga pipinya minta di pegang mulu!" Ucap Aisha dengan gemas, sementara Edward yang di uyel - uyel cuma bisa pasrah.
"Bel masuk daritadi udah bunyi, gamau udahan?"
Mereka berempat sontak menengok ke asal suara, pasalnya Ella yang memerhatikan kegiatan menyiksa Edward saja tidak menyadari bahwa bel telah berbunyi. Dan mereka diingatkan oleh seseorang yang sedaritadi sibuk dengan handphonenya.
"Benar, sudah bel daritadi, ayo ke kelas masing - masing. Aisha jangan mengajak Ella untuk berkeliling, Ella jug harus marahi Aisha ya kalau ia tidak betah di kelas?" Ujar Edward yang langsung di angguki oleh semuanya.
Bel pertanda pulang sekolah baru saja berbunyi, Edward bergegas merapihkan barang bawaanya dan segera keluar dari kelas.
Hari ini, Edward harus melamar pekerjaan. Dia harus melakukan kerja part time, karena ia merasa tidak enak hati terus - terusan merepotkan bibi serta pamannya yang selalu mengirimkan uang untuknya. Entah ia akan di terima atau tidak, ia tetap akan mengirimkan surat lamarannya di berbagai cafe atau tempat lainnya, mengingat bahwa Edward masih remaja yang berumur 17 tahun.
Edward sudah berjalan kesana dan kemari demi menyerahkan lamaran di berbagai tempat, dan itu memakan waktu cukup lama.
Tak terasa matahari mulai terbenam, menyadari hal itu, Edward mempercepat langkah kakinya agar cepat sampai dirumah.
Sesampainya di rumah, Edward segera menanggalkan tasnya di dekat meja belajarnya dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Setelah selesai, ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur, ia merasa hari ini cukup melelahkan hingga tidak sadar ia tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo - Kim Sunoo
Teen FictionSeorang remaja laki - laki yang bernama Edward, ia memiliki kelebihan yang dapat melihat 'mereka' yang tidak biasa dilihat oleh orang pada umumnya. Start : 06 Agustus 2022 Finish : -