Chap. 7: Pengakuan

52 14 9
                                    

Jangan berhenti bermimpi, lanjutkan tidurmu.

-oOo-

Sinb mengacak rambut panjangnya, sehingga rambut lembutnya itu menjadi berantakan dalam kondisi terikat. Untuk kesekian kalinya, gadis itu kembali mengambil pulpennya.

Jangankan sebaris, setitik tinta pun belum sempat tergores karena Sinb selalu menghentikan pergerakannya dan menghentakkan pulpennya dengan gemas berulang kali. Semua itu tak lepas dari perhatian teman sekelasnya yang mengalihkan pandangan ke arahnya.

Bagus, sekarang Sinb merasa seperti orang depresi. Ujung-ujungnya ia melipat formulir tadi dan mengemas barang bawaannya-memasukkan ke dalam tas tanpa mengurusnya lebih lanjut.

"Lo kenapa deh?" Tanya Eunseo yang duduk di deretan sebelah. Pertanyaan Eunseo ini mewakili semua rasa penasaran teman-teman sekelasnya yang lain.

Sinb menggeleng cepat, dan Eunseo menghela napasnya.

"Muka lo kek orang depresot." Celetuk Eunseo lalu kembali meneruskan aktivitasnya yang sempat tertunda, yaitu ngerumpi.

Sinb segera menolehkan kepalanya ke arah jendela di sisi kiri bangku Chanwoo, memandangi wajah cantiknya yang samar-samar terpantul dari sana.

"Masa sih?" Tanya Sinb pada dirinya sendiri sambil memandang patulan wajahnya yang sangat kabur di permukaan jendela. "Ngga ah." Ucapnya sambil mendesah lega dan mengusap dadanya.

Pandangannya teralihkan pada tas sekolah milik Chanwoo yang tergeletak rapi di atas kursi, melihat tasnya saja sudah membuat dada Sinb nyut-nyutan lagi. Untung saja semua anak laki-laki di kelasnya sedang bermain futsal di gedung olahraga, jadi Sinb bisa menenangkan hatinya sebentar.

Sinb meraih tasnya.

"Gaes, izinin ke guru ya! Gue pulang! Sakit!" Teriak Sinb lalu berlari kencang meninggalkan kelas, mengacuhkan teriakan teman-temannya yang menuntut penjelasan lebih lanjut.

"Hmmm, katanya sakit tapi bisa ngibrit gitu." Gumam Dahyun menggeleng heran.

"Positip tingking, Sinb kitperut karna naber."

"Njir, tuh anak bosen kali di kelas. Gaada ujian praktek juga kan hari ini." Sahut Umji.

"Coba aja gue bisa manjat, ikut pulang gue." Timpal Eunseo sambil menopangkan dagu di atas telapak tangannya.

"Hah? Kok manjat?"

Eunseo mendengus kecil dan tersenyum miring. "Mustahil pak Wahyu ngebukain pintu gerbang, pasti tuh anak manjat gerbang belakang biar bisa cabut."

Dahyun, Umji dan Hyunjoo manggut-manggut membenarkan perkataan Eunseo. Mereka baru ingat kalau Sinb itu peserta ninja warior yang nyasar.

-x-

Hembusan angin yang berhawa panas seolah menemani Sinb di perjalanan menuju rumahnya. Beberapa orang melirik Sinb. Ini masih jam sekolah tetapi sudah ada anak SMP yang berkeliaran di jalan raya, masih mengenakan seragam pula. Bebal. Nakal. Tukang bolos. Nah, mungkin seperti itulah anggapan orang-orang yang melihat Sinb saat ini.

Dan Sinb tidak menanggapinya walaupun ia tahu apa yang dipikirkan orang lain tentangnya.

Untuk apa menggubris asumsi orang-orang yang tidak mengenalnya? Tak kenal maka tak sayang. Dan kalau tak kenal tidak usah berpikir macam-macam, pikir Sinb.

Sinb menghentikan langkah kakinya saat melintasi dance machine. Dia tersenyum miris mencermati mesin itu. Rasanya sudah beribu-ribu tahun berlalu saat ia memainkan mesin itu bersama Chanwoo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ROUGHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang