Chap. 1: Telat

145 35 9
                                    

Jangan lupa support ya readers ku sayang, mwah. —Ttinbi

-oOo-

"AAAAAAKKH!" Pekik sesorang uring-uringan. Kakinya berlari begitu cepat, seakan tidak ingin kehilangan waktu barang sedetik.

WUSSSH!

Bahkan daun-daun yang berguguran ikut bertebangan.

Sosok ber-gender perempuan itu berlari sambil membawa ransel kecil berwarna hitam pekat miliknya, dan di ransel tersebut terdapat gantungan kunci yang bertuliskan 'Sinb'.

Aura Sinb Lestari. Memiliki rambut ombre hijau panjang yang sekarang dikuncirnya tinggi-tinggi beserta poninya, sehingga dahinya yang agak lebar terpampang jelas. Tubuhnya cukup tinggi, kulitnya putih bersih tanpa lecet sedikitpun.

Gantungan kunci yang bertuliskan nama panggilannya itu bergoyang-goyang ketika gadis itu masih kebut-kebutan.

"Jam sialan, mati ga bilang-bilang!" Sinb kesal, dia terus mengumpat dan tetap berlari menuju sekolahnya. Yang tinggal beberapa puluh meter di depannya.

WELCOME TO SANS JUNIOR HIGH SCHOOL

Itulah kalimat yang terpampang jelas nan megah di atas gerbang sekolahnya.

Sinb bersekolah di sini.

Sekolah ini sama seperti sekolah lain, bedanya sekolah ini memiliki bangunan yang bagus dan lebih elit. Sehingga banyak anak-anak yang sudah lulus SD berlomba untuk memasuki sekolah ini. Tapi namanya saja sekolahan, pasti ada murid yang tidak beres dan perlu dididik secara intensif. Dengan keberadaan murid seperti itulah sekolah menjadi berwarna. Iya kan?

TEEEEEEEEEEEEETTTTT!

Bunyi bel melengking tinggi bagaikan klakson bis yang lagi tren terdengar di gendang telinganya. Belnya ditekan empat kali, artinya kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai.

"TUNGGU PAAAKKK!" Teriak Sinb bagai orang kesetanan sambil tetap berlari kencang-kencang.

Sepertinya keberuntungan enggan berpihak padanya. Padahal jarak Sinb dengan gerbang hanya tinggal empat puluhan meter lagi, tapi bel keburu berbunyi.

Murid-murid yang masih berada di luar gerbang langsung masuk dengan tergesa-gesa. Sampai-sampai ada yang hampir terjepit pintu gerbang saat gerbang hendak ditutup.

"Aaaaa, tyduucckkk!"

Memang pak satpam di sekolah ini termasuk killer dan tak pandang bulu, beliau selalu disiplin. Bahkan tidak pernah membuka gerbang pada siapapun yang terlambat, termasuk para guru. Aju nice!

"Pak! Bukain dong!" Sinb menggoyang-goyangkan gerbang sekolahnya yang sudah tertutup. Tapi nihil, yang diajak bicara tidak menyahut dan dengan santainya sang satpam meneguk kopinya.

Sinb terus-terusan merengek pada satpam kejam tersebut. Bahkan jika ia salto, split, dan ngesot sambil menangis, pasti tak dikasihani juga. Sampai pada akhirnya Sinb pun lelah memikirkannya.

"Cih, liat aja!" Sinb langsung berlari meninggalkan gerbang sekolahnya.

Tapi tunggu, ia tidak pulang karena putus asa.

Sinb tidak kehabisan akal, dia memanjat gerbang bagian belakang sekolahnya yang tidak dijaga karena sudah tidak digunakan untuk keluar masuk lagi.

Dengan susah payah dan berbekal keperkasaan, Sinb memanjat gerbang yang cukup tinggi itu. Jauh lebih tinggi dari tinggi badannya. Kakinya sedikit tergores oleh ujung-ujung lancip yang sengaja dibuat di bagian atas gerbang, sebagai antisipasi pencegahan maling.

ROUGHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang