Keping 2

22.1K 2.4K 293
                                    


Teruntuk rindu ...
yang selalu menuntut temu.
Tak bisakah kali ini saja kau tak merongrongku?
Harus dengan cara apalagi kujelaskan padamu,
Kalau dia bukanlah milikku.
Tidakkah sedikit saja kau mempunyai rasa malu? 

Sadarlah ... dia lebih memilih cinta masa lalu.




Marning!!! Cerita ini mengandung ke-lebay-an yang haqiqi. Penulis tidak bertanggung jawab jika pembaca mual-mual setelah membacanya.

💔💔💔💔💔




Yogyakarta, 10 Mei 2009

Samuderaku ....

Aku nggak tau kenapa sejak sebulan yang lalu, Mama, Papa, sama Mas Dika melarang aku buat telepon kamu. HP-ku juga nggak tau ditaruh di mana, mereka cuma bilang rusak waktu dipinjam Mas Dika. Jadi ... karena aku kangen banget sama kamu, aku tulis surat ini. Meskipun aku tau, kemungkinan surat ini nggak akan sampai di tangan kamu sebab aku kirim ke alamat rumah kamu yang di Jakarta.

Kapan kamu pulang dari luar negeri? Apa kamu nggak bisa kerja di sini saja? Aku ingin melihatmu setiap saat, setiap waktu.

Aku kesepian di sini.

Mana janji kamu yang mau menemani aku sampai aku mati?

Cepat kembali ....

Aku menunggumu ....

Salam sayang ... dari laut yang akan selalu merindukan Samudera,

Sea.





Satu isakan kecil lolos tanpa mampu dicegah dari bibir Rose. Ia kemudian menghapus kasar air yang meleleh di pipinya sebelum melipat kertas yang ditemukannya di laci meja kerja Samudera.

Dari tanggal yang tertera, dapat Rose ketahui bahwa surat tersebut dikirimkan saat usai pernikahannya baru menginjak dua bulan. Dan ia menduga, kala itu Sea belum mengetahui jika Samudera-nya sudah menikah.

Kertas itu lalu Rose masukkan ke dalam amplop putih. Pandangannya kemudian tertuju pada laci yang masih terbuka. Ada banyak surat-surat serupa dari pengirim yang sama.

Selama menempati hunian dua lantai tersebut, ia tak pernah tahu tentang keberadaan surat-surat yang sarat akan kerinduan itu. Ia pun jelas tak tahu, Samudera mengirimkan balasan atau tidak.

Sesuai dengan hukum alam, memang hanya Sea yang akan bermuara pada Samudera. Bukan sekuntum bunga bernama Rose ....

Air matanya menderas. Rose tak sanggup ketika bermaksud membuka surat kedua. Sembari memejam, ia tutup laci meja kerja suaminya. Tubuhnya yang terasa lemah, didudukkannya di kursi berroda.

Mengapa merindukan Samudera terasa begitu menusuk di dada? Inikah yang Sea rasakan setahun belakangan? Haruskah ia juga menuliskan surat yang sama untuk meluapkannya?

Tapi ... mau dikirimkan ke mana? Rose tak tahu pasti keberadaan Samudera semenjak kepergian laki-laki itu seminggu yang lalu.

Rose akhirnya hanya bisa menumpahkan semua rasa sakitnya lewat air mata dan goresan cat di atas kanvas.

Lama dirinya tergugu dengan posisi merunduk, hingga suara pintu yang terbuka kasar membawanya kembali pada kenyataan pahit.

"Apa-apaan ini, Rose!" Irwan membentak putrinya selagi langkah lebarnya memasuki ruangan yang mirip dengan perpustakaan mini, ada ratusan buku-buku tebal tersusun rapi di rak. Wajah pria itu menggelap, tampak amarahnya tengah membara. Rahangnya yang memang sudah tegas, mengeras.

Terikat Masa Lalu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang