Keping 11

15K 1.6K 261
                                    





Salahkah jika,
Lara kembali menyapa.
Saat aku tahu,
Bagimu ... aku bukanlah aku.

💔💔💔💔💔



Mimpi, konon katanya hanyalah bunga tidur. Tak perlu dipikirkan dan semestinya tak mampu menjadikan harimu berubah suram. Namun kali ini, agaknya Rose tak bisa mengabaikan mimpinya semalam.

Entahlah ... mimpi itu terasa nyata dan sakitnya menghujam dada.

"Aku bertemu dengannya ...." Rose sengaja memusatkan perhatian pada laki-laki yang duduk di seberang meja. Menunggu reaksi yang akan dikeluarkan oleh suaminya itu. Lalu ketika Samudera langsung balas menatapnya, Rose melanjutkan kalimatnya. "Beberapa hari yang lalu di rumah sakit."

Terperangah, itu ekspresi yang wajah Samudera tampilkan. Sedetik kemudian, nada sarat akan kekhawatiran terucap dari bibirnya. "Kau sakit?"

Rose menggeleng. Jawaban Samudera di luar ekspektasi. Ia sempat menebak kalau pria berkemeja putih di depannya akan langsung menanyakan kondisi Sea.

Ah, Rose baru saja merasa ia dungu jika berpikir seperti itu. Mana mungkin Samudera akan menanyakannya. Suaminya pasti sudah lebih tahu. Tidak mungkin kan mereka tak bertukar kabar? Apa gunanya ponsel diciptakan?

"Tidak."

Samudera menipiskan penglihatannya. "Kau tidak sedang berbohong?"

Seusai mendengkus, Rose menyahut ringan. "Aku bukan kau, Sam. Aku tak pandai berdusta."

Demi Tuhan, ini masih pagi tapi Rose sudah memberikan tamparan keras padanya. Sakitnya memang tak seberapa tapi Samudera malu luar biasa. Menunduk, ia lekas melanjutkan sarapannya yang sempat terjeda.

"Dia bilang ... dia sangat merindukanmu."

"Uhuk!"

Nasi merah yang berasal dari mulut Samudera, berhamburan keluar. Sebagian besar, masuk ke piring, beberapa butir ada yang berserakan di meja. Sekarang, ia sedang memukul-mukul dadanya, antara untuk mengeluarkan nasi atau menormalkan detak jantung yang bertalu-talu.

Rose berdecak. Selera makannya hilang seketika. Ditaruhnya garpu ke atas potongan roti. "Sam ... ada yang ingin kutanyakan padamu." Meski sang suami masih terlihat kepayahan mengatasi batuk-batuk kecilnya, tapi Rose malah tak acuh. Apa yang menurutnya perlu untuk disampaikan, akan dikatakannya sekarang juga.

Mata Samudera berair dan memerah. Tangannya lantas menyambar selembar tisu kemudian ia mengusapkannya ke hidung.

"Apa kau merasa kalau aku dan dia ...." Tadi malam, Sea mendatanginya lewat mimpi. Di dimensi lain itu, Sea mengajaknya berbincang cukup lama. Rose jadi punya banyak kesempatan untuk memerhatikan lebih detail. "Punya banyak kesamaan?"

Tidak. Secara fisik mereka sangatlah berbeda. Rose memiliki perawakan dan paras khas orang Eropa, sementara Sea merupakan perwujudan asli suku Jawa. Tapi bagaimana gerak-gerik Sea ketika berbicara, bagaimana cara gadis itu memasang senyum, serta kegemaran kekasih Samudera itu, begitu mirip dengannya.

Memilih tak menyahut, Samudera menyibukkan diri dengan beberapa lembar tisu. Bukan efek dari batuk yang membuatnya bungkam, melainkan ia memang tak memiliki setok kosa kata yang dapat dilontarkan.

Rose lantas menabrakkan punggung ke sandaran kursi, tangannya terlipat di dada. Ia amati perubahan mimik wajah yang suaminya coba sembunyikan. "Kau juga merasakannya?"

Tanya Rose sudah terlempar dua kali, namun Samudera masih saja diam layaknya manusia bisu. Sesekali pria itu melarikan tatapan ke sembarang arah, menghindari sorot intimidasi darinya. Rose lalu tersenyum getir, dari tingkah sang suami, ia sudah bisa menebak jawaban dari pertanyaannya.

Terikat Masa Lalu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang