Kita Ini Manusia?

383 29 2
                                    






"Eren,"

Uap kabur dari cela longgar sambungan pipa udara, bikin jalanan makin lembab. Pipa itu dibayar melalui pajak. Orang-orang di sini membayar buat bernafas. Lampu meredup karena energi listrik mulai dikurangi pasokannya. Negeri di bawah sini tengah mengap-mengap kehadirannya, antara mati dan hidup. Rakyatnya masih ingin bergerak, tapi apa daya rakyat jika cahaya matahari pun harus mereka bayar. Mereka tinggal di kota bawah tanah, di antara gorong-gorong dan gerombolan cecunguk dan tikus got. Jika ingin ke 'dunia atas', mereka mesti membayar seharga nyawa. Negeri bawah tanah itu bukan penjara, tapi apa bedanya?

Levi berdecap tiap kali rasa kesal mengusik fakta dimana tempat dia tinggal, memiliki, lalu kehilangan orang-orang yang disayangi. Tempat ia dilahirkan dan dibesarkan, dan Levi mengira-ngira apakah tempat yang sama akan menjadi tempat dimana ia berbaring beristirahat selamanya? Kemudian dia bertemu anak lelaki kecil ini, yang tidak pernah merasa lapar, tidak memiliki rumah, tidak beribu dan tidak berayah, sama seperti Levi. Eren, namanya, yang mengaku sudah berumur ratusan tahun sampai tak ingat persisnya berapa. Levi mendengus mendengar pernyataan konyol dari seorang bocah, tapi lama kelamaan, Levi percaya.

"... aku ingin bersamamu," kata Levi, melanjutkan. "....karena aku tahu kau tidak akan meninggalkanku ke tempat aku tidak bisa meraihmu." dan Levi bersungguh-sungguh dalam perkataannya. Levi telah menemukan banyak orang, tapi di setiap pertemuan pasti ada perpisahan yang meninggalkan Levi dalam kesendirian dan duka. "Kau berbeda."

"Tapi kau sama seperti yang lainnya." Eren menarik ujung jubah, menyembunyikan gugup yang siap kabur memporak-porandakan kendali diri. Hal itu juga yang bikin Levi berpikir Eren hanya anak-anak, bukan orang tua berumur ratusan tahun seperti yang dituturkannya.

Levi membakar rokok apak hasil curiannya beberapa bulan lalu. Akhirnya dia nikmati juga rokok itu. Rokok mahal dan langka. Levi tak bisa suka-suka dalam menikmatinya. Perlu diawet-awet. Levi menyesap lalu mengembus asap rokok pelan-pelan dan dalam. Bersama asap itu, perkataan terlontar, "seperti apa?"

"Kau hanya menggunakanku demi kesenangan."

"Memang." dan pikiran yang tergambar jelas di kepala Levi saat mengatakan itu adalah adegan mereka berdua terengah-engah dimana saja. Levi telah memutuskan untuk tidak pernah menyimpan rasa ketergantungan, rasa nyaman berada bersama seseorang, sehingga perpisahan bakal menimbulkan lubang dan kesedihan yang dalam. "Apa kau tidak senang karena aku gunakan?"

Eren mengangguk lemah sambil menghindari tatapan Levi.

"Lebih tidak senang mana jika aku tak menggunakanmu?" Levi merunduk, mencari mata Eren. Eren masih jauh lebih pendek dari Levi waktu itu.

Eren terdiam. Itu perkataan jahat, tapi Eren sulit menolak kebenaran yang begitu keras dilontarkan. Eren semenyedihkan itu. Ia tidak beruntung dilahirkan bersama keabadian dan kesendirian, sehingga memilih dimanfaatkan orang lain lebih baik daripada terseok-seok sendirian. Sebab, selayaknya Levi yang ditinggalkan orang-orang terkasih, Eren pun ditinggalkan karena maut merenggut segala yang hidup.

"Tapi jika suatu hari nanti aku menemukan seseorang yang tulus, aku akan meninggalkanmu, Ackerman."

Levi mendengus, melecehkan perkataan itu dengan sepenuh hati. 

"Aku juga tidak akan bisa selamanya bersamamu."

"Ketika hari itu datang, apa kau akan bersedih karena kehilanganku?"

Levi mengangkat bahu, lalu dia patuk rokok yang masih panjang ke dinding di belakang punggungnya sampai baranya padam. Ia simpan ke saku di balik jubah kumal untuk disesap lagi kapan-kapan.

Makhluk BuasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang