Makhluk Buas, Eren

1.7K 156 12
                                    


"Apa keputusanmu?" Hange melipat kedua tangan di depan dada. "Eren tentunya bisa melarikan diri sejak dulu jika dia mau, tapi dia mempermainkan kita."

Erwin diam termenung tak menjawab. Alisnya mengkerut saat matanya menghadap ke jendela. "Eren atau Levi yang ingin melarikan diri?" gumamnya pada diri sendiri.

"Dia memang monster, dan sekarang dia membuat Levi kembali menjadi seorang kriminal."

"Ya, Hange. Untuk sekarang, umat manusia perlu menunggu, dan ekspedisi selanjutnya kita tunda sampai...." Erwin menggantung kalimatnya.

Hange mendongak mencari raut muka Erwin di antara sorot matahari yang menembus jendela. Sosok keras itu entah sejak kapan melunak sedikit demi sedikit, dan Hange masih mencari tahu alasan di balik itu.

.

.

.

"...apapun yang ku mau?"

Eren memagut bibir mungil Levi, menjilat dan mencumbunya brutal.

"Mhhmm... apapun."

Levi membuka mulut, menggerakan lidahnya supaya bertemu lidah Eren. Kedua tangannya meraih tengkuk Eren, menariknya mendekat. Punggung Levi meliuk-liuk mengikuti alur rabaan Eren. Kepala mereka berputar seirama kecipak ciuman. Levi menjilat saliva yang turun ke dagu Eren.

"Katakan Eren,"

"Hm, ya,"

Eren melahapnya,

"Ngh! Ere—hap!"

...menggesek-gesek pahanya di selangkangan Levi, lalu menekan sedikit. Kemaluan Eren menggeliat tak nyaman, ingin segera keluar. Tapi...

BUG! Eren jatuh terpental. Satu tinjuan besar dan urusan seks mereka selesai.

"Bangsat, dengarkan apa yang kukatakan!"

Eren menatapnya takut sembari mengusap tulang pipi dan wajahnya yang terasa ngilu.

"Anjing. Setan. Tai!"

Levi mengumpat, menggeram, dan sesekali menggumamkan sesuatu yang tak bisa Eren dengar. Salah satu kakinya menginjak makanan yang dijatuhkan Eren, menghancurkannya sampai membaur dengan tanah.

"Heh, apa yang bisa kau lakukan untukku?"

Eren merayap di bawah kaki Levi, dengan perasaan takut merangkul kaki Levi.

"apapun."

"Apapun?"

Eren mengangguk.

Levi turun mensejajarkan tinggi mereka, lalu hening. Jeda yang lama dengan tatapan yang intens.

"Kau ingin tahu?" kata Eren akhirnya, teringat masa ketika dia masih dirantai di penjara bawah tanah, diberi makan bagai hewan, dikunci dalam kegelapan, tidur beralaskan baja dingin dengan kedua tangan dan kaki dibelenggu rantai, sendirian di ruang lembab dan sesak. Levi mengunjunginya secara berkala, menanyai hal serupa, kemudian memotong-motong tubuhnya berkali-kali. Kendati menderita, Eren bungkam soal perlakuan Levi semasa penjara itu. Ia sadar, orang-orang berseragam itu sepenuhnya memperlakukan Eren bagai binatang. Bahkan ketika terluka berdarah-darah, Hange datang hanya untuk satu injeksi, atau obat antibiotik saja. Tidak ada perlakukan khusus. Itupun diberi dengan cara yang kasar.

"Kami bukan hewan. Bukan monster. Kami Titan, dan aku Eren."

"Tidak. Bukan itu."

Eren mengernyit. Padahal itu yang selalu mereka pertanyakan. Hange biasa membentak-bentak, membiarkan Levi memutilasi. "Apa kau ini? KADAL?! Kenapa tubuh rusakmu tumbuh kembali? Kenapa kau tak mati-mati?" Lalu mereka mengumpat setelah meludahi Eren.

"Kau ingin tahu cara mengalahkan Titan?" Kata Eren menambahkan.

"Bahkan jika para monster itu menghancurkan dinding dan memakan semua manusia di dalamnya, aku tak akan memintamu menghentikan mereka."

Salah satu tangan Levi membingkai pipi Eren, mengusapnya lembut dan membiarkan Eren setengah bersandar di sana.

"Aku seorang prajurit, mereka bilang begitu." Kata Levi pelan-pelan. "Tapi aku prajurit dari batalion Sayap Kebebasan, kami semua bajingan, kecuali Erwin."

"Siapa Erwin?"

"Kau tidak perlu tahu. Katakan, apa yang bisa kau lakukan untukku?"

Mata mereka saling bertemu, bertukar tatap seolah bertukar pikiran. Eren berlari di dalamnya, mencari bagian terdalam di sana, berharap menemukan dasar dari hal-hal yang masih misteri dalam diri Levi. Jika sekalipun dasar itu hanya berisi sebongkah batu berpori, setidaknya Eren mengetahui bahwa batu itu berpori dan milik Levi, batu yang menjadikannya berbeda dari batu lain. Keistimewaan yang memberi Eren kepuasaan, bahwa di dunia ini hanya Eren yang mampu melihat batu itu di dalam diri Levi. Yang terpenting adalah batu itu masih bagian Levi. tapi pikiran Levi terlalu gelap untuk dijelajahi, dan malah berakhir menyesatkan Eren. Tak tau arah, tak bisa melihat cahaya, semuanya terlalu gelap. Eren tak mengerti, setelah semua perlakuan kotor Levi kepadanya, kenapa ia dibawa kabur lalu dicumbu?

"Apapun. Apapun. Apapun. Apapun..." kata Eren berulang-ulang sambil menggenggam telapak tangan Levi, menikmatinya hati-hati.

Apapun itu, Eren akan melakukannya. Apapun perlakuan Levi, Eren akan memaafkannya.

"Bagaimana kau bisa menghapus rasa bersalahku?"

Eren termenung. Matanya terbuka lebar.

"Apa yang bisa kau lakukan?" Levi mengulangi.

Kepala Eren terangkat, menengadah mencari mata Levi. Raut muka Levi tak pernah berubah, selalu serius dengan kening yang mengernyit. Tapi kali ini, anehnya, raut itu melunak. Entah karena Levi kelelahan, atau itu karena air mata yang menggenang, Eren tak tahu jawabannya.

Eren menariknya, merangkulnya dalam pelukan, mendekap di sana dan memastikan tiap isak yang keluar tak akan menghancurkan Levi. "Jangan pergi! Jangan pergi! Jangan pergi!"

Ada 3 misteri di muka bumi ini. Pertama, dasar samudra yang gelap dan entah dimana. Kedua, luasnya antariksa, siapa yang pernah mencapai ujung antariksa? Dan yang terakhir, isi hati manusia, warna, bentuk, dan kedalamannya tak pernah seorang pun tahu. Tidak. Itu tidak benar. Eren bisa menanyai Levi langsung, "apa yang membuatmu begini?" dan membiarkan Levi bercerita tentang isi hatinya, tapi pertanyaan itu nampak terlalu tajam, seperti sebilah pisau yang bisa menembus apapun dan meretakkan segalanya.

Eren menepuk-nepuk punggung Levi, membiarkan Levi membasahi bahu Eren dengan air mata. Barangkali ada alasan di balik raut angkuhnya, di balik kernyit keningnya, dan di balik kekuatan yang mendarah daging di tubuhnya. Tentu ada alasan mengapa sosok terkuat yang telah membelek punggung titan dan menyiksa tahanannya justru malah bercinta dengan tahanan itu. Sebab itu, Eren memaafkannya... Eren menerima atas ketidakmengertian yang dideritanya sendirian perihal apapun tentang Levi.

"Bunuh aku, Eren."

.

.

.

"Siapa yang kau sebut monster?"

Erwin menggumam setelah Hange pergi meninggalkan ruangannya di pagi itu. Mata Erwin masih mengarah ke arah datangnya matahari.

"Levi..."

Bibirnya berdecak, keningnya bertaut gelisah.

"Aku pasti menangkapmu, aku pasti melenyapkan semua jenismu, dan aku pasti mendapatkan kembali apa yang menjadi milikku. Kau, makhluk buas... Eren."

.

.

.

END?

Makhluk BuasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang