Guntur berjalan dengan langkah gontai tak bersemangat menuju halaman depan rumahnya. Pria kekar itu melihat lampu ruang tamu masih menyala, padahal waktu sudah menunjukan pukul 12 malam.
"Bian belum tidur?" ucapnya pelan melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
Guntur terus melangkah hingga berhenti tepat di depan pintu rumahnya. Ia menghembuskan nafas berat berkali-kali, sebelum akhirnya mengetuk pintu.
"Tok.. Tok.. Tok..
... Bian, ayah pulang" ucap pria tampan itu."Bentar yah" terdengar suara sahutan dari dalam rumahnya yang menandakan bahwa jagoan kecilnya itu belum tidur.
Tak lama pintu akhirnya terbuka, menampilkan sosok Bian yang tengah menguap dengan kantung mata yang terlihat sedikit berwarna merah kehitaman.
"Loh, kok Bian belum tidur?" tanya pria tampan itu sesaat setelah mengulurkan tangan pada sang anak yang hendak mencium tangannya.
"Nungguin ayah" jawab Bian sambil mengucek-ngucek kedua matanya.
Mendengar jawaban Bian membuat hati Guntur seperti diiris. Andai Bian tau apa yang telah dilakukan ayahnya diluar sana, pasti ia tak akan sudi menunggu kepulangan sang ayah ke rumah.
"Kenapa nungguin ayah? Kalau kamu ngantuk kan bisa langsung tidur" Ucap Guntur sesaat setelah mendudukkan bokongnya di sofa ruang tamu.
Bian masib berdiri menghadap sang ayah, ia lantas menunjuk sebuah kunci yang tergantung diatas paku, tepat disamping pintu kayu itu berada.
"Ayah lupa bawa kunci cadangan. Kalau Bian tidur, ayah pasti bakal tidur di teras malam ini" jawab Bian santai, sontak membuat Guntur menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Ayah mau Bian buatin teh anget?" tanya pria imut berkulit putih itu pada Guntur.
Guntur menggeleng, ia tengah berusaha melepas sepatunya.
Merasa benar-benar mengantuk, Bian hendak membalikan tubuhnya, menuju kamar.
"Yaudah, Bian tidur duluan ya" ucap remaja itu, sebelum Guntur menahan pergelangan tangan kiri Bian.Bian mengerutkan dahi melihat sang ayah kini menghadapkan tubuhnya tepat didepan sang ayah. Guntur kemudian menatap kedua netra Bian dengan senyuman hangat. Tak lama pria kekar itu memeluk erat remaja imut itu.
"Makasih ya, kalau gak ada Bian, ayah pasti bakal pusing sendirian" ucap Guntur menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Bian. Sementara Bian tersenyum sambil mengelus-elus punggung kekar sang ayah.
Sejujurnya ia tak tahu apa yang membuat ayahnya berperilaku seperti ini padanya, hanyasaja Bian tak mau memusingkannya, justru ia amat senang ketika sang ayah selalu memberikan perhatian dan kehangatan pada dirinya.
**********
Pria tampan itu melepaskan satu demi satu pakaian yang melekat pada tubuh kekarnya. Guntur menjatuhkan pakaiannya begitu saja ke lantai dan seketika mengalungkan handuk berwarna biru pada pinggang telanjangnya.
Guntur mengambil celana dalam berwarna putih tak jauh dari jari-jemari kakinya berpijak. Ia mengepalkan celana dalam yang sudah berubah warna agak kecokelatan itu karna terlempar di lantai yang berdebu. Guntur mengingat kembali tiap moment yang ia habiskan di hotel beberapa saat yang lalu bersama Diana. Rasanya ia tak menyangka bisa melakukan hal sejauh itu.
Guntur kemudian melangkah menuju kamar mandi. Membuka handuk berwarna biru itu dan menggantungnya ke bagian belakang pintu kamar mandi. Sebelum berdiri tepat dibawah keran shower dan membasahi setiap jengkal tubuhnya dengan ribuan tetesan air.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAD'S SACRIFICE
Short StoryGuntur Jaya Perkasa seorang guru olahraga di salah satu SMA elite swasta, harus mempertaruhkan segalanya demi menebus hutang yang melilit keluarganya, termasuk mengorbankan tubuh kekarnya dan juga perasaan cintanya pada sang anak tercinta. Mampukan...