Selama mengajar, Guntur sama sekali tak fokus, fikirannya terus menerus tertuju pada Bian yang sama sekali tak memberi kabar, padahal sudah hampir dua puluh kali pria tampan itu menelepon sang anak, namun sama sekali tak dijawab. Hal itu sontak membuat Guntur menjadi panik dan tak tenang.
Memacu motornya bak pembalap motoGP, Guntur akhirnya sampai tepat didepan rumahnya. Ia secara terburu-buru membuka pintu gerbang, dan memarkirkan sepeda motornya di halaman rumah tanpa mencabut kunci terlebih dahulu.
"Biaaaan.. Biaaaaan!" panggil Guntur berjalan cepat menuju kamar sang anak.
Namun apa yang diharapkan justru berbanding terbalik, seseorang keluar dari kamar Bian. Dengan senyuman lebar dan wajah yang berseri-seri, orang itu terus memandang wajah Guntur yang penuh keterkejutan.
"Om Guntur" ucap Jeno, menunjukan barisan gigi putihnya.
Sementara Guntur kaget mengetahui bahwa bukan Bian yang keluar dari kamarnya, melainkan teman akrabnya.
"Je.. Jeno?!!" jawab Guntur dengan ekspresi terkejut.
Melihat ekspresi keterkejutan Guntur membuat Jeno gembira. Entah mengapa ayah temannya itu terlihat semakin tampan.
"Om Guntur baru pulang?" tanya Jeno yang kini menyandarkan tubuhnya pada dinding, tepat di sebelah kamar Bian
"Bian kemana?" Guntur tak menjawab pertanyaan Jeno. Ia lebih memilih mengajukan pertanyaan lainnya, karna memang satu-satunya yang ia cari saat ini hanyalah Bian.
Guntur melangkahkan kakinya menuju kamar Bian, ketika pria tampan itu menyentuh knop pintu kamar sang anak, Jeno seketika menarik lengan kekar itu.
"Stop! Om jangan bangunin Bian! Bian baru aja tidur, habis minum obat pusing. Tadi juga sempet muntah" ucap Jeno menatap kedua netra Guntur.
Guntur awalnya terkenut dengan tindakan reflek Jeno, namun kemudian ia tersenyum kecil, mendengar Jeno begitu perhatian pada anak kesayangannya.
"Om cuma mau liat anak om, gak akan bangunin Bian juga" jawab Guntur yang langsung memutar knop pintu itu dan masuk kedalam kamar Bian.Remaja imut itu benar tengah tertidur pulas, disamping rak meja terdapat beberapa obat sakit kepala dan teh manis hangat yang tinggal setengah. Guntur duduk disamping ranjang Bian, ia mengelap peluh yang membanjiri wajah sang anak. Mengusap rambutnya pelan, sebelum mendaratkan kecupan kecil pada kening remaja berkulit putih itu.
Sementara di ujung pintu, Jeno sejak tadi memperhatikan setiap gerak tubuh Guntur. Ia benar-benar merasa cemburu pada Bian karna memiliki ayah setampan dan sekekar Guntur. Belum lagi setiap perhatian yang selalu diberikan Guntur pada Bian, yang membuat keduanya benar-benar manis. Termasuk dengan kecupan kecil yang diberikan Guntur pada Bian, membuat Jeno semakin merasa nelangsa pada nasibnya.
Jeno yang dibesarkan dikeluarga kaya, seringkali tak mendapatkan perhatian dari kedua orangtuanya, terutama dari sosok papinya. Jeno lebih sering menghabiskan waktu sendiri dengan video gamenya, sementara papi dan maminya akan berkeliling kota dan negara menjalan tugas pekerjaan. Hal itulah yang membuat Jeno sangat iri melihat keakraban yang ditunjukan Guntur dan Bian.
"Andai aja kalau om Guntur yang beneran jadi papi aku, pasti aku bakal bahagia dunia akhirat!" ucap Jeno pelan sambil melangkah pergi meninggalkan kamar Bian.
Guntur menyadari kepergian Jeno dari kamar Bian. Ada kegundahan yang sangat besar dalam hati Guntur ketika melihat wajah Jeno. Apalagi jika ia mengingat setiap moment terbongkarnya rencana "jual-beli lendir" yang hendak ia laksanakan di hotel beberapa waktu lalu, ia begitu malu ketika teman akrab anaknya sendiri malah memergokinya tengah memadu kasih dengan bawahan papinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAD'S SACRIFICE
Short StoryGuntur Jaya Perkasa seorang guru olahraga di salah satu SMA elite swasta, harus mempertaruhkan segalanya demi menebus hutang yang melilit keluarganya, termasuk mengorbankan tubuh kekarnya dan juga perasaan cintanya pada sang anak tercinta. Mampukan...