PART 4

750 36 1
                                    

INDIGO LOVE STORY : PART 4

          Masih ingat kejadian kemarin? Yap. Saat Kak Aliana kepergok ngobrol sama si duo. Setelah kejadian itu, Kak Aliana langsung menerobos pintu dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dan kejadian itu membuatku syok abis. Sampai-sampai hari ini aku mogok sekolah. Alasannya mungkin takut ketemu Kak Aliana dan juga kepalaku masih belum bisa mencerna kejadian kemarin. Kalau Kak Aliana indigo, artinya dia memang punya maksud tertentu datang ke rumahku. Dan lebih parahnya lagi, ibuku tau semua kejadian kemarin. Dan tentu saja, ia sudah menyiapkan ribuan pertanyaan untukku.

          "Rie? Melamun gak baik, loh..." tegur ibuku sambil melambaikan tangannya tepat di depan mukaku.

          "Ah, enggak, kok, Bu... Cuma lagi... ya... tau, ah!" ujarku sambil memalingkan muka.

          "Rie, kemarin kayaknya seru banget, ya?" tanya ibu.

          "Seru apaan, sih, bu? Jelas-jelas kemarin tuh gila banget! Ibu lihat, kan? Aku tau kok ibu ngintip..." elakku.

          "Hehehe... iya, sih... tapi, kamu kenapa se-bete ini? sampe mogok makan segala, ibu capek, loh, bikin nughet sendiri..." bujuk ibu sambil mendorong sepiring nasi dan nughet mendekati tanganku yang menopang kepalaku di atas meja makan.

          "Aku cuma lagi malas makan aja, kok... gak ada sangkut pautnya sama kejadian kemarin..." ujarku sambil semakin menundukkan kepala.

          "Yang kemarin itu Aliana, kan? Ketua OSIS yang kamu idolakan, kan? Kok bisa-bisa-nya bete gara-gara dia, sih? seharusnya kamu senang, dong? Karena Aliana kemarin main ke sini..." tanya ibu.

          "Aaah... ibu gimana, sih? jelas-jelas kemarin itu kejadiannya gileeee banget! Udah, ah! Aku mau ke kamar..." ujarku sambil segera beranjak dari kursi makan.

          "Eh! Makanannya di bawa, aja!" seru ibu sambil segera menyerahkan sepiring nasi dan nughet.

          "Hem..." anggukku sambil segera mengambil piring tersebut dan segera berlari menuju kamarku.

          Sesampainya di kamar, aku segera meletakkan piring di meja belajar. Dari kemarin Arinal belum juga pulang. Apa dia marah sama aku? Salah apa coba aku? Segera kurebahkan tubuhku di atas kasur yang permukaannya sudah hampir tertutup oleh baju-bajuku, entah itu bersih atau kotor. Kemudian kuangkat tanganku dan kubiarkan menutupi mataku.

          "Hoi! Kok, gak sekolah?"

          "Males aja..." jawabku seadanya.

          "Eh, tunggu dulu! ARINAL!!!???"

          "Yup!" jawabnya dengan santai sambil memanerkan deretan giginya yang tersusun rapi.

          "Lo ke mana aja, bego?!" seruku sambil segera bangkit dari kasur.

          "Gue gak ke mana-mana pintar!" balas Arinal sambil menampilkan muka sok serius.

          "Lo apain kamar gue, sih, sebenarnya? Begitu pulang kamar gue udah kayak kapal pecah! Apa salah gue sih?!" bentakku.

          "Oh... gak ada, kok! Cuma mencari kesenangan aja..." jawab Arinal masih dengan wajah tak berdosa.

          "Cari kesenangan mulu, lo, mah! Nyusahin orang aja! Beresin lagi kamar gue sekarang juga!!!" perintahku membuat Arinal tersentak kaget.

          "WOOW!!! Ibu kos marah..." bisik Arinal meledekku.

          "ARINAL!!!" bentakku lagi.

          "Oh, ok, ok... gue beresin..."

          Setelah memastikan Arinal betul-betul membereskan kamarku, aku pun segera jatuh tertidur.

***

          Begitu bangun, hari sudah mulai gelap. Kulihat kamarku sudah kembali rapi seperti semula. Kulihat pula Arinal yang tengah tertidur di atas rak bukuku, juga si duo yang sedang tertidur di atas keset kamar mandi. Tumben banget, hantu-hantu aneh ini tidur siang. Biasanya, begitu aku bangun, mereka lagi main ucing-ucingan atau kartu. Tapi, baguslah... begitu bangun, adrenalinku tidak mesti bekerja.

          Dengan malas, aku segera keluar kamar, bermaksud untuk mengambil beberapa cemilan untuk memuaskan perutku yang mulai berbunyi. Ah! Nughetku! Biar saja. Palingan dimakan sama si duo. Ketika aku sampai di dapur, kulihat adikku sedang membuat pancake. Jadi, langsung saja kuhampiri.

          "Hei..." sapaku.

          "Hei, kak..." balasnya. Begitu kaku.

          "Boleh nyicip dikit, gak?" tanyaku sambil cengar-cengir gak jelas.

          "Banyak juga gak masalah, kok..." jawabnya sambil tetap serius membolak-balik pancake.

          Setelah itu, aku segera menghampiri meja makan dan duduk di salah satu kursinya. Sambil menunggu adikku selesai memasak, aku meraih beberapa brosur tempat belanja dan membolak-baliknya tanpa niat. Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu dibuka, dan muncullah ibuku dengan dua kantong belanjaan besar yang terlihat berat.

          "Aduuh... ibu borong lagi, ya?" tanyaku sambil menghampiri ibuku dan mengambil salah satu kantong belanjaanya.

          "Hehehe... iya, mumpung diskon..." ujarnya.

          "Mam, kalau udah lihat brosur diskon pasti langsung borong..." sahut adikku.

          "Tau aja, kamu... masak apa?" tanya ibuku sambil meletakkan kantong belanjaannya di meja makan dan mengusap keringatnya dengan tissue.

          "Pancake..."

          "Oh... Orie! Tolong simpan kornet, telur, dan sosis di kulkas, ya..." pinta ibuku sambil menatapku penuh harap.

          "Iya, iya... eh, ibu beli cokelat, gak?" tanyaku sambil mengambil se-rak telur dan membawanya ke dekat kulkas lalu memasukkannya satu-persatu.

          "Beli, kok..."

          "Haaah... untung aja, ibu tau dari mana aku pengen cokelat?" tanyaku sambil tetap serius memasukkan telur-telur ke dalam kulkas.

          "Yaah... felling, siapa tau kamu mau maafan sama Kak Aliana... biasanya kan kamu kalau mau baikan ngasih cokelat... iya, kan?" jelas ibu.

          "Hm... trims, bu..."

          Hening.

          "Nah, pancake sudah siap!!!" seru adikku memecah keheningan.

          "Wow!!! Ambil piring, ambil piring! Kelihatan enak bangeeeeet!!!" seru ibu sambil menunjuk-nunjuk rak piring. Ibu memang suka banget pancake. Sampai segitu hebohnya.

          "Santai, bu..." ujarku sambil segera mengambil tiga buah piring lebar. Sedangkan ibu mengaduk-aduk kantong belanjaannya dan menemukan topping cokelat dan saus maple.

          "Loh? Mam kok tau aku mau masak pancake?" tanya adikku terheran-heran.

          "Firasat aja, biasanya kalau hari Kamis kamu kan buat pancake... hehehe..." jawab ibuku sambil segera mengambil setumpuk pancake dan meletakkannya di piringnya kemudian membubuhi saus maple di atasnya.

          "Ibu... ibu..." desahku pelan.

*to be continued*

Cs : chapter ini masih sekedar basa-basi... sorry guys... >.<

Indigo Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang