4. Power

5.7K 1.2K 58
                                    

Zara pikir, Alfian hanya akan mengantarkannya sampai gerbang saja tanpa keluar dari dalam mobil. Namun ternyata, pria itu malah ikut keluar dari dalam mobil. Dia berkata akan menemui Leon dan bicara pada adiknya tersebut tentang masalah ini.

Zara agak tak nyaman juga keluar bersamaan dengan Alfian dari dalam mobil pria itu. Pasalnya, sekarang banyak sekali orang yang melihat ke arah mereka. Entah mungkin sebagian orang tahu Alfian atau tidak, yang jelas Zara yakin tak lama lagi akan ada berita miring tentangnya.

Kemarin-kemarin masih dekat dengan Leon, sekarang diantar ke kampus oleh laki-laki lain. Masa bodoh deh dengan pikiran orang.

Zara berjalan di koridor kampus tanpa mempedulikan sekitar. Ada banyak yang berbisik di sekitarnya, dan Zara merasa di perhatikan. Entah berita apa yang sudah menyebar hingga Zara merasa dialah yang jadi bahan omongan para mahasiswi.

"Heran banget. Padahal selama satu tahun ini Leon deket dengan Zara. Kok bisa jadiannya sama Briana?"

Seseorang berkata di depan Zara tanpa menyadari kehadiran Zara di belakangnya. Teman orang tersebut terlihat kaget melihat Zara dan langsung memberi kode pada temannya yang bicara barusan.

"Leon jadian dengan Briana?" Zara bertanya pada mereka berdua. Mereka saling berpandangan dan terlihat salah tingkah.

"Iya, Zara. Katanya mereka jadian malam tadi." Mereka menjawab dengan suara pelan. Alis Zara bertaut mendengar itu. Briana? Kenapa namanya terasa tak asing?

Ah, Zara ingat sekarang. Briana adalah perempuan yang waktu itu memberitahu dia di mana keberadaan Leon dan teman-temannya. Tunggu, kenapa bisa kebetulan sekali? Apa ini memang sudah direncanakan?

Wah, memang benar pilihan awalnya untuk tak terlalu dekat dengan orang-orang. Selain memanfaatkan, banyak juga yang menusuk dari belakang.

Jujur saja, sakit hati Zara sudah sembuh sekarang. Ya, karena perasaannya terhadap Leon bukan sebuah perasaan cinta yang mendalam. Bisa dibilang, baru rasa suka saja. Jadi tak sulit untuk Zara move on dari Leon. Beruntung banget sih dia tak jatuh cinta sedalam-dalamnya pada cowok brengsek semacam Leon.

Zara tak bertanya lagi dan melanjutkan langkahnya. Tak ada kesedihan di wajahnya dan dia terlihat santai saja. Orang-orang yang melihatnya terlihat bingung karena ekspresi Zara tak menunjukkan sedang sakit hati atau sedih.

Dan Zara bangga pada dirinya sendiri karena bisa menguasai diri dan perasaannya tanpa kesulitan.

***

Alfian berjalan di koridor kampus dengan salah satu teman Leon yang dia temui di dekat kelas. Dia meminta teman adiknya tersebut untuk memberi tahunya di mana keberadaan Leon sekarang. Dan teman Leon tersebut tak punya pilihan selain mengantarkan Alfian ke tempat nongkrong mereka di belakang gedung.

Alfian sampai di belakang gedung kampus dan dia bisa melihat keberadaan Leon beberapa meter di depannya. Mata Alfian memicing melihat Leon yang merangkul seorang perempuan. Siapa lagi perempuan itu?

Marcel, teman Leon yang datang bersama Alfian barusan langsung mendekati Leon dan menepuk bahunya pelan. Dia juga berbisik, memberitahu Leon tentang kehadiran kakaknya. Leon terlihat kaget dan langsung menengok ke arah tempat Alfian berdiri sekarang.

Dari raut wajah, Leon terlihat agak panik dan bingung melihat kehadiran kakaknya di kampus.

"Ada apa?" Leon berjalan dengan gaya sok kerennya mendekati Alfian lalu bertanya dengan wajah yang tak menunjukkan rasa sopan.

"Kupikir kau sudah berubah Leon. Ternyata kau malah membuat masalah lagi." Alfian berkata tanpa senyum sedikit pun di wajahnya.

"Masalah apa sih? Aku kuliah dengan benar dan-"

"Kau menjadikan keponakan donatur utama kampus ini sebagai bahan taruhan. Kau pikir itu bukan masalah besar?" Alfian memotong perkataan Leon dengan sinis. Matanya menatap tajam pada Leon yang terdiam. Keramahan yang dia tunjukkan pada Alan dan Zara kini tak terlihat sedikit pun.

"Tunggu. Kau tahu dari mana tentang ini, Kak?" tanya Leon bingung. Jelas dia bingung kenapa Alfian bisa tahu, sedangkan dia tak pernah memberitahu siapa nama kakaknya pada Zara, kalaupun Zara yang mengadu.

"Kau masih bertanya, Leonardo?" Alfian bertanya dengan nada sinis. Leon terdiam, dan berusaha berpikir. Tunggu, apa Zara menceritakan ini pada pamannya yang merupakan donatur kampus?

"Sekali lagi kau membuat masalah, aku tak akan pernah peduli lagi padamu. Sekali lagi kau membuat masalah pada keponakan donatur kampus, siap-siap saja kau akan dikeluarkan tanpa pertimbangan apapun dan aku tak akan pernah membantumu." Alfian berkata dengan tegas, mengatakan sebuah ancaman yang membuat Leon cukup kaget dan kesal. Tatapan tajam Alfian menegaskan seserius apa masalah yang sudah dibuat oleh Leon hanya dengan alasan permainan saja.

"Camkan itu." Alfian kembali memperingati. Setelah mengatakan itu, Alfian berbalik dan melenggang pergi dari hadapan Leon yang mengepalkan telapak tangannya karena marah dan kesal.

***

Zara membereskan bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Baru juga dia berdiri, ada tiga orang perempuan yang masuk ke dalam kelasnya. Mereka bukan teman kelas Zara, namun Zara mengenal salah satu dari mereka.

"Patah hati karena dicampakkan Leon ya? Duh, sampai mengadu pula. Mentang-mentang keponakan donatur utama kampus ini." Briana, salah satu dari mereka langsung berbicara sinis pada Zara. Zara menatapnya tanpa minat sedikit pun.

"Terus?" Zara bertanya tanpa niat sedikit pun. Dia sebenarnya malas bertemu dengan Briana sekarang. Entah Briana ikut menjadi komplotan Leon yang menjadikannya sebagai bahan taruhan atau tidak, yang jelas Zara tak menyukainya sekarang.

"Nggak. Sejak awal penilaianku terhadapmu memang benar. Kamu itu hanya anak manja. Kamu dikenal karena pamanmu saja." Briana berkata dengan tatapan yang sangat julid.

"Lalu apakah itu menjadi masalah untukmu? Faktanya, pamanku memang donatur utama kampus ini. Iri ya? Kasihan deh gak punya keluarga yang memiliki pengaruh besar sepertiku," balas Zara diakhiri dengan senyuman sinis. Dia menyampirkan tasnya ke bahu, lalu berjalan melewati Briana begitu saja.

"Bangga sekali kamu!" sentak Briana marah.

"Banggalah. Aku bisa saja berbicara pada pamanku untuk mengeluarkanmu dari kampus ini. Tapi kasihan juga sih nantinya kamu gak akan bisa masuk kampus mana pun lagi." Zara membalas dengan tenang dan santai tanpa emosi. Sebenarnya Zara kaget juga karena dia bisa bersikap seperti ini. Wah, lingkungan memang sangat berpengaruh. Dia jadi ketularan sombongnya Alan.

Setelah mengatakan kalimat yang berhasil memancing emosi Briana, Zara pun melenggang pergi dari kelas. Mengabaikan Briana yang berteriak marah padanya, dan berusaha mengejarnya namun di tahan kedua dayangnya.

Zara tersenyum tipis selama berjalan di koridor kampus. Begini ternyata rasanya memanfaatkan pengaruh besar anggota keluarganya. Dia jadi tak akan mudah di tindas dan diintimidasi. Sebaliknya, Zara dengan mudah mengancam dan mengintimidasi mereka.

Cukup menyenangkan juga ternyata. Pantas saja banyak anak dari orang berpengaruh sering bersikap semena-mena pada orang lain. Karena mereka memang tahu kalau mereka akan selalu aman dari apapun dan siapa pun.

___________________________________________

Hai semuanya. Update pertama untuk hari ini. Jangan lupa tinggalkan jejak ya🥰🥰🥰

Unintentional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang