5. Calling

5.6K 1.1K 39
                                    

Zara berbaring di atas ranjangnya dengan mata menatap ke arah langit-langit kamar. Dia baru saja pulang dari kampus dan tubuhnya terasa lelah. Zara langsung masuk ke dalam kamar, menolak ditanyai oleh Alan tentang pembicaraannya dengan Alfian tadi setelah Alan pergi duluan.

Zara mengingat semua yang terjadi di kampus hari ini. Briana yang mendatanginya, bahkan Leon pun sengaja menemuinya. Leon bertanya apa yang sudah Zara katakan pada kakaknya, dan Zara mengabaikannya tanpa memberikan jawaban. Zara hanya berkata, kalau Leon salah karena sudah mempermainkannya.

Saat Leon bertanya padanya tadi, Zara baru sadar kalau sikap laki-laki itu langsung berubah. Selama ini Leon selalu bersikap ramah dan lembut padanya. Nyatanya, itu semua hanya sandiwara saja.

Saat sedang sibuk memikirkan masalah di kampus tadi, ponsel Zara berbunyi. Zara mengambil ponselnya yang masih berada dalam tas dan melihat notifikasi yang masuk barusan. Ternyata, ada pesan dari nomor tak dikenal. Karena penasaran, Zara pun membuka pesan tersebut.

"Selamat sore, Zara. Saya sudah memperingati Leon dan memberinya hukuman. Jika dia macam-macam di kampus, katakan saja pada saya agar hukumannya ditambah."

Zara membacanya dengan teliti dan tanpa bertanya dulu pun Zara sudah tahu siapa yang mengirim pesan barusan. Sudah pasti itu Alfian. Alfian memang meminta nomornya tadi pagi sebelum mereka keluar dari dalam mobil.

Zara pun mulai mengetik balasan untuk dikirimkan pada Alfian.

"Selamat sore juga. Terima kasih karena sudah mau melakukan permintaan saya. Ngomong-ngomong, panggil saya Zara saja. Tak perlu terlalu formal😊."

Zara mengirimkannya pada Alfian, lalu dia menyimpan nomor Alfian di ponselnya. Zara tak berharap akan mendapatkan balasan lagi, namun ternyata Alfian membalas pesannya.

"Baik, Zara. Sekali lagi, saya minta maaf atas yang Leon lakukan."

Zara tersenyum kecil membacanya. Dalam satu hari ini, entah sudah berapa kali Alfian meminta maaf padanya atas kesalahan Leon. Padahal Alfian tidak salah, bahkan Leon pun tak meminta maaf padanya, malah menggertak Zara yang mengadu pada Alfian.

"Zara, apakah kamu sedang senggang sekarang? Boleh saya menelepon kamu?"

Mata Zara melebar, membaca pesan masuk dari Alfian barusan. Tanpa pikir panjang, Zara membalas pesan Alfian lagi. Mengizinkan Alfian untuk meneleponnya dan bicara padanya. Zara jadi teringat dengan usulan dari Alan dan Evelyn agar dia mendekati Alfian yang berstatus kakaknya Leon. Kata mereka, dengan menjadi pacar Alfian, maka Zara sukses balas dendam pada Leon.

Tak membutuhkan waktu lama, nama Alfian langsung tertera di layar ponsel Zara. Zara menatapnya tak percaya, karena Alfian ternyata memang langsung menghubunginya.

"Halo."

"Halo, Zara. Saya tidak mengganggu kamu kan?"

"Tidak kok." Zara menjawab dengan sedikit kaku. Dia bingung harus memanggil Alfian dengan sebutan apa.

"Untuk masalah Leon, saya sudah memberikan hukuman padanya. Semoga saja dia kapok dan menyesal karena sudah berbuat tak baik padamu." Alfian berkata. Zara tersenyum kecil mendengar itu.

"Terima masih. Saya senang mendengarnya. Dan ya, semoga Leon benar-benar menyesal," balas Zara. Obrolan mereka terasa kaku dan canggung dengan sebutan yang tercampur. Zara masih bingung harus memanggil Alfian dengan sebutan apa. Om? Tidak, tidak. Alfian belum setua Alan. Kakak saja mungkin? Ya, mungkin itu lebih cocok.

"Boleh aku panggil Kak Alfian saja?" Zara bertanya dengan hati-hati, takut dikira sok dekat. Padahal emang sedang berusaha mendekati sih.

"Boleh tentu saja. Panggil apa saja yang membuatmu nyaman." Zara menghela nafas lega mendengar itu. Cara bicara Alfian sekarang sama persis dengan Leon saat mendekatinya. Entahlah. Harusnya Zara tak ada pikiran untuk mendekati Alfian yang merupakan kakak Leon. Bisa saja kan mereka memiliki sifat buruk yang sama? Tapi Zara juga sudah diperingati oleh Alan agar jangan memukul rata orang bersaudara sama jahatnya. Bisa saja Alfian memang orang yang benar-benar baik. Bukan seperti Leon yang tukang sandiwara.

"Bisa kamu ceritakan awal kamu dekat dengan Leon? Selama ini aku selalu tahu siapa saja perempuan yang menjadi pacarnya. Dan kamu, tak pernah aku tahu sedikit pun." Alfian berkata. Mata Zara melebar mendengar itu. Dasar Leon kurang ajar. Ngakunya pada Zara hanya punya satu mantan saja.

"Awal mulanya sih dari kecelakaan satu tahun lalu di depan kampus. Leon berhasil menyelamatkan aku yang hampir jadi korban kecelakaan tersebut. Dan sejak itu kami jadi dekat. Leon bersikap sangat baik padaku. Ternyata itu semua hanya sandiwara saja," ucap Zara diakhiri dengan helaan nafas pelan. Salahnya yang kurang bersosialisasi hingga tidak tahu bagaimana watak Leon yang sebenarnya.

"Mungkin kamu akan lebih terkejut lagi jika tahu dia aslinya bagaimana." Alfian membalas dari seberang telepon.

"Apa sebenarnya dia memang kurang baik?" Zara bertanya dengan penasaran. Dia yang semula berbaring langsung duduk dan mengambil guling untuk di peluk.

"Aku tak tahu cara menjelaskannya bagaimana. Tapi mungkin kamu mau melihat bukti-buktinya?" Alfian menawarkan.

"Bukti tentang sikap Leon yang sebenarnya kah?" tanya Zara memastikan.

"Iya. Aku bisa memperlihatkannya padamu jika mau." Zara langsung tersenyum lebar mendengar itu.

"Kalau memang boleh, aku mau saja melihatnya. Aku ingin tahu seperti apa Leon yang sebenarnya," ucap Zara. Terdengar kekehan pelan dari seberang telepon.

"Apa kamu masih berharap pada Leon, Zara?"

"Sekarang sudah nggak. Aku terlanjur marah dan kecewa padanya. Lagian, sekarang dia juga sudah jadian dengan perempuan lain." Zara menjawab.

"Sudah kuduga. Dia memang tak pernah berubah sejak dulu." Alfian berkata disertai helaan nafas lelah.

"Sepertinya Kak Alfian bertanggung jawab penuh ya terhadap Leon." Zara mengungkapkan isi pikirannya.

"Mau bagaimana lagi. Ayah kami sudah meninggal dan aku adalah kakaknya. Siapa lagi kalau bukan aku yang bertanggung jawab terhadapnya? Walau kadang ya, aku juga capek dengan kelakuan Leon yang selalu membuat masalah." Secara tak sadar, Alfian bercerita sedikit tentang rasa lelahnya menghadapi Leon. Mengabaikan, Alfian tak bisa melakukannya. Sebelum meninggal dunia, ayahnya sudah mewanti-wanti pada Alfian agar mendidik Leon dengan benar. Alfian melakukan itu karena wasiat ayahnya saja.

"Kak Alfian yang sabar ya. Semoga saja Leon cepat sadar dan berubah semakin baik lagi agar tidak menjadi beban bagi Kak Alfian," ucap Zara, berusaha menyemangati. Dia merasa kasihan juga pada Alfian. Dan Leon, dia memang laki-laki kurang ajar. Ah, Zara jadi teringat lagi ciuman pertamanya yang diambil oleh Leon.

"Bagaimana kalau hari Minggu kita bertemu? Aku akan ceritakan semuanya tentang Leon jika kamu penasaran ingin tahu." Alfian berkata lagi. Zara terkejut mendengar itu. Dia tak salah dengar kan? Alfian mengajaknya ketemuan hari Minggu nanti. Tentu saja Zara tak menolaknya. Karena dia memang penasaran seburuk apa Leon sebenarnya.

"Boleh, Kak."

___________________________________________

Hai semuanya. Update kedua untuk hari ini. Jangan lupa tinggalkan jejak ya🥰🥰🥰

Unintentional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang