03. It's Taeil Time

103 10 4
                                    

Katanya dunia perkuliahan sangat jauh berbeda dengan sekolah menengah atas. Orang-orang akan sibuk dengan urusan masing-masing dan tak jarang tidak saling memperdulikan urusan orang lain. Katanya sulit untuk menemukan sahabat di dunia perkuliahan. Dan aku benar-benar merasakannya saat ini.

Tak ada teman yang terlalu dekat denganku di saat teman sekelas lainnya sudah memiliki kubunya masing-masing. Sebenernya berkubu seperti yang ku sebutkan sudah lazim terjadi tapi sungguh kali ini terlalu kesara bagiku.

Hari ini jam perkuliahanku sudah habis sebelum jam 10 pagi dan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Aku duduk bersandar di atas tempat tidur Aera.

Aera ini salah satu teman dekat ku sejak kelas 10, satunya lagi bernama Vivi (bukan majikannya mas Sehun, ygy) namun saat ini Vivi tengah melanjutkan studinya di luar kota. Sementara Aera lebih memilih untuk menekuni pendidikan agama terlebih dahulu dan berencana tahun depan untuk melanjutkan pendidikan S1nya di kampus yang sama dengan ku. Kebetulan juga universitas swasta tempat ku menimba ilmu saat ini masih satu yayasan dengan tempat Aera menimba ilmu agama.

Beruntungnya aku bisa memiliki teman karib yang bahkan terasa lebih ke saudara. Kami pun cukup akrab dengan orang tua masing-masing karena seringnya bermain bersama. Susah senang selalu kami lalui bersama. Memberikan solusi atau saling menasehati satu sama lain merupakan hal yang biasa bagi kami bertiga.

“Giman dong, Ra?” tanyaku setelah menceritakan apa yang ayah bilang pada ku beberapa hari yang lalu.

Aera menatapku dengan tatapan seriusnya. Yang sungguh demi apapun kami sangat-sangat jarang menunjukkan wajah serius seperti saat ini.

“Aku cuma bisa nyaranin buat minta petunjuk sama Allah terlebih dahulu. Karena ini persoalan hati.” ucap Aera.

“Kalau sosok kak Taeil itu benar adanya dengan yang disebutkan ayah, suami idaman, aku sih alhamdulillah banget kalau kamu sama orang baik seperti itu. Tapi balik lagi, ini persoalan hati. Kamu yang bakalan jalini kedepannya bagaimana. Aku hanya bisa menyarankan untuk minta pentunjuk langsung kepada-Nya.” ujar Aera panjang lebar.

Aku terdiam cukup lama untuk mencerna baik-baik setiap perkataan Aera barusan. “Arghh,, pusing.” kesalku sembari memukul-mukul guling milik Aera. “Gak tau ah, laper jadinya, keluar beli jajan mendingan yuk?”

“Iya bentar.” pasrah Aera lantas memakai jilbab besarnya. Tidak lupa mengenakan kaus kaki.

Tringg... Tring... Tring..

Aku mengernyit saat membaca tulisan yang tertera pada layar ponselku. Ada nama Kak Taeil di sana.

Tumben sekali di jam segini ia menelpon. Bukannya ini masih jam kerja kantor ya? Ah tau deh makin pusing.

Tak mau mengganggu orang sekitar karena dering ponselku, aku langsung menerima panggilan tersebut.

“Assalamualaikum?”

“Waalaikumsalam, kak.”

“Kamu dimana, masih ada kelas?”

“Udah gak ada kak, lagi di kostan temen. Kenapa?”

“Kakak di depan kampus nih. Mau ngajak kamu makan siang, bisa?”

“Gimana?”

“Kakak mau ngajak kamu makan siang. Sekalian ajak temanmu juga gapapa.”

Aku melirik Aera, ku jauhkan sedikit ponselku. “Mau ikut makan siang bareng gak?” tanyaku.

Aera diam sebentar sebelum menjawab pertanyaanku. “Nggak bisa kayaknya, 20 menit lagi aku ada diskusi.” jawabnya.

Mas Ft. Moon TaeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang