Haruskah Aku Menentang Takdirnya? (6)

6 0 0
                                    

Hampir bertahun lamanya hidup ini terasa hampa, terpenjara di dalam kegelapan tanpa mengenal lagi kata terang. Tuhan, apakah selamanya Aku akan hidup bersama kegelapan? Jika saja waktu bisa 'ku putar kembali, mungkin malam itu Aku tidak akan ikut pergi bersama Kekasihku, padahal Ibuku memang tidak meridhoi kepergianku, karena harus boncengan dengan Lelaki yang jelas bukan mahramku. Kenapa penyesalan selalu datang di akhir ...?



"Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; Dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, lagi Maha terpuji. Qur'an surah Luqman ayat 12." Masih 'ku dengar suara Ustaz Ilham yang tengah mengisi tausiah, pada pagi hari ini. Datang ke Majlis ilmu, memang suatu perkara yang jarang ketika Allah masih menitipkan indra penglihatan kepadaku. Namun salahkah Aku, jika menginginkan hak-ku itu kembali?



Sepanjang perjalanan, Aku dituntun Ibuku untuk mengetahui kemana arah jalan pulang. "Assalamu'alaikum Bu Fatimah, Mbak Najwa."



"Wa'alaikumsalam ... MasyaAllah, Ustaz Ilham tumben jalan kaki?" Aku hanya bisa menarik napas dalam, beginilah susahnya menjadi seorang Tunanetra, dia hanya bisa mengenali seseorang dari suaranya, tanpa bisa melihat rupanya.



"Iya Bu, sekalian olahraga pagi." Begitulah balasan yang dapat 'ku dengar dari Ustaz Ilham. Jika boleh jujur, tak pernah sekalipun 'ku tatap wajah Ustaz itu, selain suaranya yang terdengar tak begitu langka.



"Nazwa, apa kabar?" Entah ada apa gerangan, tumben sekali Ia menyapa ketika ada Ibuku.



"Baik Ustaz," ucapku.



"Alhamdulillah," balasnya.



Akhirnya, hampir lima belas menit menempuh perjalanan, kami sampai di rumah kediaman, rumah yang dulunya indah penuh kenangan yang sampai sekarang belum dapat 'ku pandang. Kali ini, Aku hanya bisa meraba dinding dengan tangan, hingga berhasil 'ku dapati, sebuah tirai sebagai penghalang sebelum masuk ke dalam kamar.



Aku menangis sejadi-jadinya, sambil memeluk lutut dan mengeluarkan sebuah Kata-kata yang telah lama ingin Aku ucapkan, namun seolah tak kuasa menerima takdir Tuhan. "Kenapa takdirku harus berbeda dari orang lain?! Sungguh, hidup ini tidak adil."



Entah kenapa, sampai detik ini pun belum ada seorang pun yang hendak mendonorkan sepasang matanya untukku. Sayang sungguh sayang, Tuhan hanya berminat untuk merenggut penglihatanku, tetapi kenapa? Kenapa tidak juga dengan nyawaku?!




•|•|•



Aku berjalan dengan langkah gontai, mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk mengakhiri hidup. Bosan rasanya, karena hampir setiap saat, Aku selalu dijuluki sebagai Gadis Tunanetra. Tak lama kemudian, terdengar suara klakson mobil yang begitu menggema di telinga.



"Woii ... udah bosan hidup lu?"



Tiba-tiba tanganku ditarik oleh seseorang paksa, namun sebelumnya, sempat terdengar dia mengucapkan kata 'maaf. "Astaghfirullah hal'azim Najwa, apa yang sedang kamu lakukan di tengah jalan? Jangan sampai kamu menyesal nantinya!" Sekarang, dapat 'ku kenali Pria di hadapanku ini siapa, Dia adalah Ustaz Ilham.



"Kenapa Ustaz tolong saya? Saya ingin mengakhiri hidup ini, hidup yang penuh kegelapan tanpa adanya setitik pun cahaya yang ingin menerangi," terangku.



Lagi-lagi Pria itu terdengar ber- istighfar. "Nazwa, bukan begini caranya. Kamu hanya perlu bersyukur, bersyukur Nazwa bukannya malah mengakhiri!" Nada bicara Pria itu, sekarang terdengar meninggi.



"Ustaz bisa berkata seperti itu, karena Ustaz tidak merasakannya," ucapku padanya, tak kalah meninggikan suara.



"Innallahha Ma'assobirin, sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar. Ada Allah yang senantiasa bersamamu dan tidak akan pernah meninggalkanmu. Buang jauh-jauh pikiran negatifmu Nazwa, mulai detik ini tanamkanlah rasa bersyukur dan sabar," jelas Ustaz Ilham panjang kali lebar. Tanpa menela'ah terlebih dahulu ucapan Pria itu, lantas Aku langsung melemparinya dengan sebuah pertanyaan. "Lalu pertanyaannya, Apa salah jika saya menginginkan penglihatan saya kembali? Saya juga ingin hidup normal seperti orang lainnya, Ustaz."

Kumpulan c e r p e n ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang