Operasi SAMBAS

44 26 2
                                    

Tigor kembali menuju tenda dan meninggalkan Pria misterius tersebut.
Dari kejauhan Tigor melihat Nina di depan tenda seperti mencari sesuatu.

"Hey Nin, lagi cari apa?"

"Kau dari mana sih? Gak ada di tenda, ya jelaslah aku khawatir," ujar Nina sembari mengusap wajahnya.

"Maaf Nin, aku tadi kebelet."

"Kebelet kok sampai setengah jam."

"Iya, soalnya ngantri ama penunggu yang lain," canda Tigor sambil tertawa kecil disusul dengan pukulan manja dari sahabatnya itu.

***

Malam semakin larut. Terdengar alunan jangkrik bercampur dengan irama gerimis yang membasahi dedaunan serta tenda para mahasiswa. Tigor tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya masih memutar ulang perkataan Pria misterius yang ia jumpai beberapa jam lalu. Bahkan saat terang mulai mengambil alih langit-langit malam dan beberapa temannya masih berdengkur dengan keras, Tigor hanya memainkan rambut keritingnya dengan lamunan yang tak karuan.

***

Hari mulai cerah, para mahasiswa mulai sibuk untuk berkemas. Tigor hanya merenung kosong. Sepertinya semenjak berada di hutan ini ia punya hobi baru yaitu melamun.

"Jangan melamun, cepat bereskan barangmu!"

"Iya Nin."

Bus mulai melaju meninggalkan hutan yang menyisakan pengalaman terburuk bagi Tigor. Sama seperti saat mereka datang, cuaca juga sedang mendung hari itu, padahal beberapa jam sebelumnya matahari terlihat gagah dengan sinar pamungkasnya.

Saat di tengah perjalanan, tiba-tiba saja laju bus mulai terhenti karena terjebak macet. Di sekitaran jalan banyak sekali orang-orang berseragam hijau tosca muda bermotif daun maple kering dengan pedang diantara celah daun-daunnya. Mereka adalah SAMBAS.

Salah seorang anggota berseragam tersebut mulai menaiki bus mereka.

"Kami mendapatkan informasi bahwa siluman harimau terakhir terlihat di sekitar sini."

"Sebagai antisipasi kami akan menguji darah dan detak jantung kalian untuk menghindari adanya penyamaran dari makhluk terkutuk itu."

Tigor mulai panik tak karuan. Walau ia tak menerima keadaannya yang sekarang, tetapi ia sendiri sadar bahwa dirinya adalah manusia jadi-jadian. Entah apa yang telah terjadi kepadanya tapi ia tak bisa menolak takdir tersebut.

Beberapa anggota SAMBAS mulai masuk ke dalam bus untuk mengecek darah mereka. Para mahasiswa mulai riuh dan ada juga beberapa orang yang berontak karena mereka takut dan panik. Begitu juga dengan Tigor, jantungnya semakin berdetak kencang. Satu persatu dari mereka mulai diperiksa.

Dalam benak Tigor, rasanya ia ingin lompat keluar menerobos kaca lalu pergi. Duduk di bangku bagian tengah menunggu giliran semakin membuat jantungnya tak karuan begitupun keringatnya yang mulai membasahi wajah. "Bagaimana ini?" Tigor bertanya dalam hati.

"Kau kenapa?" tanya Nina heran karena melihat wajah Tigor begitu cemas.

"Badanku masih gak enak Nin," jawab Tigor sembari menunjukkan gestur tubuh dan wajah yang lemas.

"Pak, temanku ini sedang sakit. Kemarin dia pingsan saat kami berkemah," cegah Nina saat salah satu anggota SAMBAS mulai memegang tangan Tigor.

"Ini sudah menjadi prosedur kami, dek."

"Kalau dia pingsan kembali apakah kalian mau bertanggungjawab?"

"Kalau ternyata dia adalah jelmaan siluman apa kau mau menanggung semua derita para korban," anggota SAMBAS itu membalas bentakan Nina yang ngotot tidak mengizinkan sahabatnya untuk diperiksa.

TIGORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang