Di kamar yang hening, Tigor masih terpaku bersama pria misterius yang ia temui di hutan tadi malam. Tigor menjauhi pria tersebut. "Aku tak akan menuruti keinginanmu."
"Kalau kau tak mendengarkanku, dirimu tetaplah siluman. Bila tak tahu apa-apa itu sama saja kau memilih bunuh diri. Kau tak punya pilihan lagi anak muda! Lebih baik kau ikuti aku lalu pilihlah sendiri jalanmu!" Pria misterius itu menatap Tigor dengan tajam.
Pria itu maju lagi selangkah, kini Tigor mulai pasrah. Ia merasa memang tak punya pilihan lagi.
"Kita akan ke kolong permata. Tempat pertemuan para siluman."
"Bagaimana caranya pergi ke sana?"
"Saat kau bayangkan akan ke sana, maka kuku jari kelingking kananmu akan memanjang. Gigit dari ujung sisi lalu potonglah! Saat kuku itu terpotong maka jasadmu akan pindah secara praktis."
"Haha. Lelucon konyol macam apa ini."
"Karena kau belum bisa membayangkan tempatnya, biar kekuatanku saja yang membantu kukumu memanjang," ujar pria tersebut sambil memegang tangan Tigor. Terasa hangat dan ada cahaya berwarna gelap keunguan di sekitar tangan pria itu. Secara tiba-tiba kuku di jari kelingking Tigor tumbuh sepanjang 2 sentimeter.
"Wah, kenapa ilmu ini tidak aku miliki saat badanku gatal-gatal kemarin ya," candaan Tigor membuat pria itu sedikit heran.
"Dugaanku tidak salah, sepertinya kau memang orang tolol yang tidak sengaja terpilih," raut wajah Tigor yang sebelumnya tersenyum tipis berubah bagai tisu kusam yang kusut.
"Sekarang gigitlah!"
"Oke," balas Tigor sembari menggigit ujung kuku di jari kelingkingnya.
Jlebbb!!!
***
Dingin. Itulah sensasi yang dirasakan Tigor pertama kali. "Tempat apa ini?" Tanya Tigor sembari memainkan jari-jari telapak kakinya. Sejauh mata memandang hanya ada bebatuan hijau di langit-langit ruang itu. Seperti sebuah goa dengan malasit berwarna hijau lumut yang menyelimuti atapnya. Di setiap celah malasit terdapat batu kuarsa berwarna hijau muda berbentuk piramida terbalik yang sudah terkristalisasi. Kaki Tigor masih menapaki lantai dengan perpaduan warna hijau toska dan biru yang memiliki sedikit corak garis berwarna emas. Terasa keras dan dingin, lantai goa itu terbuat dari batu pirus yang indah. Walau sedikit bergelombang lantai itu terasa nyaman sekali saat di tapaki.
"Pantas saja dia menyebut tempat ini dengan nama kolong permata, hampir semua yang ada di sini dari batu permata," ucap Tigor dalam hati.
Pria itu mulai melangkah maju menyusuri goa, disusul dengan Tigor yang mengikuti di belakangnya. Mata Tigor masih terbelalak melihat area sekitar, "Sungguh menakjubkan."
"Tempat ini memang indah, walau penghuninya bersifat iblis," sambung pria tersebut.
"Iya, rasanya tidak mungkin tempat indah begini dihuni oleh manusia berkuping gajah yang bisa melepas belalainya untuk atraksi sirkus." Tigor tak bisa menahan tawa dengan lelucon konyolnya yang asal ceplos.
Secara spontan pria itu berhenti melangkah sambil menatap Tigor. Suasana hening seketika. Tigor membisu karena sadar kalau candaannya keterlaluan. "Kau memang tolol," ujar pria itu sembari menepuk jidat dan menggelengkan kepalanya. Ia pun melanjutkan langkahnya berjalan maju menuju suatu tempat.
Mereka berdua terus berjalan ke depan hingga Tigor melihat sebuah cahaya dari kejauhan. Terdengar juga suara gemercik air yang semakin lama semakin mendekat seiring langkah mereka menuju cahaya tersebut.
Langkah mereka terhenti. Sebuah air terjun menghalangi pandangan mata Tigor."Apakah ini air? Kenapa tak ada percikan membasahi bajuku." Tigor bertanya dalam hati. Air itu seperti asap yang mengepul namun udara di sekitar terasa sejuk. Persis seperti berada di wilayah pendakian dengan uap dari embun yang tebal.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIGOR
Misteri / ThrillerTigor adalah seorang mahasiswa semester tiga di kampusnya. Tak ada semangat bagi Tigor untuk menjalani kuliah karena dunia sedang kacau sejak tiga tahun terakhir. Ada banyak sekali korban pembunuhan yang ditemukan di tempat-tempat umum dari mulai ka...