34: "Menjadi Rumah?"

50 6 0
                                    

Cukup lama Nadhif menatap mata Joan ketika kalimat itu keluar dari bibirnya. Dia pun bingung dengan perasaan yang tengah ia rasakan. Benci dengan Joan? Agaknya begitu, tetapi tidak ingin melepaskan.

Nadhif mengacak rambutnya kesal, lalu mengalihkan pandangan. Kali ini bukan karena Bagas lagi, mungkin saja ada sedikit rasa denganya. Namun, Nadhif tidak akan melakukan hal gila untuk kedua kalinya. Merebut pacar saudara sendiri? batinnya, lalu menggelengkan kepala sambil terkekeh.

Joan bangkit dari tempat duduk yang sengaja ia alas dengan sepatunya sendiri, lalu memasangkannya.

"Jo," panggil Nadhif, membuat perempuan itu langsung menoleh. "Kita udah selesai, kan?"

Joan tersenyum dan menganggukkan kepala. "Begitulah, jadi lo bisa balik lagi ke sekolah tanpa beban kelas tiga nanti."

Laki-laki itu menggelengkan kepala, dia tidak yakin mereka akan bertemu lagi nanti. Namun, Nadhif tidak mengutarakan apa yang sudah dia pikirkan belakangan ini.

"Mungkin posisi gue jadi Bagas udah selesai. Gue mau jadi Nadhif, gue mau jadi pemeran langsung dari tokoh cerita gue sendiri."

Joan kembali tersenyum dan menganggukkan kepala, kali ini dia sudah selesai memasang tali sepatunya. "Bener, Dhif. Peran lo lebih berharga," ucap Joan. "Gue duluan, Dhif. Gas, gue juga mau balik, ya," pamitnya.

Semua akan baik-baik saja ke depannya karena telah usai dan Joan akan bisa memulai lagi, sehingga akhir masa SMA-nya akan baik-baik saja.

Senyum yang dulunya hampir hilang sekarang muncul kembali, apalagi para senior yang tidak suka dengannya sudah lenyap dari sekolah itu. Ah, Joan kembali merasakan bahagianya berada di sekolah.

Satu minggu menjelang penerimaan hasil untuk semester diisi dengan berbagai macam perlombaan dan Joan tentunya salah satu panitia yang menyelenggarakan. Hanya saja untuk acara sekarang terasa kurang dan berbeda karena tidak hadirnya Alby dan Nadhif.

Joan tadinya berpikir Nadhif akan kembali setelah hari itu mereka bertemu. Namun, dia belum bisa dihubungi dan masalahnya Joan tidak lagi memiliki hubungan dengan laki-laki itu membuat ia tidak ada alasan lagi untuk mencarinya.

"Lagian sekarang gak wajib sekolah, Jo, kita lihat nanti tahun ajaran baru," ucap Jian yang sadar dengan keresahan temannya.

"Iya, Jo, dia paling haha-hihi sama temennya di sana," timpal Arion.

Walau hubungan Joan dan Nadhif dikenal satu sekolah, tetapi berakhirnya mereka tidak ada yang tahu satupun. Mereka menganggap masih bersama, sehingga Joan sering mendapatkan pertanyaan, 'Di mana Nadhif? Dia sakit apa? Kapan baliknya?' dan Joan hanya tersenyum.

Kecuali Angga, Jian, dan Arion, Joan sengaja menyembunyikan, termasuk kepada Hana. Bukannya ingin menyembunyikan dari temannya, tetapi Joan takut jika Hana akan mengamuk dan menyalakan Nadhif sepenuhnya. Selain itu, Joan merasa jika Hana mengetahui Angga selalu bersama dengannya, Hana akan merasa sedih. Namun, hadirnya Angga sangat ia butuhkan saat itu.

"Gue udahan semalem," ucap Jian di sela pertemuan panitia untuk menyusun hadiah yang akan diserahkan besok bersamaan dengan pembagian nilai.

Serentak Joan dan Hana menatap pada sumber suara yang mengatakan. Padahal tidak ada hal-hal yang harus mereka pertengkaran.

"Gue gak bisa nunggu kabar dia terus, sedangkan dia selalu ada buat sahabatnya," sambungnya sambil tersenyum.

"Ha?" Hana mengernyitkan dahinya, "Jadi benar dia dekat sama anak sekolah sebelah?"

Jian menghela napasnya, tetapi pilihannya sudah bulat. Untuk apa memiliki hubungan jika akan tersiksa seperti ini. Dia sudah pintar dalam bidang pendidikan, tidak mungkin harus bodoh masalah percintaan.

HIRAETH (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang