BAB 11

48.9K 4.6K 201
                                    

SEAN

Gue menatap botol parfum yang berjajar di lemari dan menemukan Langerfeld Classic yang bersembunyi di antara koleksi parfum yang lebih baru. Selain musik, aroma juga sesuatu yang bisa menghadirkan impuls untuk membangkitkan memori masa lalu.

Gue ingat saat mengenakan parfum ini di usia gue yang awal dua puluhan, ada seorang cewek yang berusaha menahan senyum.

"Something wrong?" tanya gue waktu itu. Kami sedang mengantre di tukang fotocopy dan kebetulan cewek itu berada di depan gue.

"Hm? No..." balasnya sambil memeriksa hasil fotocopy-an yang diberikan Mas-Mas fotocopy.

Nggak percaya dengan jawabannya, gue iseng memeriksa pantulan penampilan gue melalui cermin dekat etalase koperasi, juga mencium bau badan gue sendiri.

"Nggak ada yang salah kok," ucap cewek itu.

"Terus kenapa ekspresi lo gitu?"

Cewek itu pun membereskan barang-barangnya yang masih di etalase, lalu memeluk tumpukan fotokocopy-annya yang sudah terbungkus plastik. Ia menoleh ke arah gue. "Parfum lo ngingetin gue sama wangi bokap pas pulang kerja."

"Oh, ini emang parfum ambil punya bokap sih. Jadi lo ngetawain gue karena pake parfum bapak-bapak?"

"Bukan ngetawain. Surprise aja nemuin wangi ini di kampus. Biasanya yang suka aroma ini 'kan orang umur tiga puluh-an ke atas. And it's cute."

Gue hendak menanggapi, tapi terinterupsi oleh suara dari luar.

"Lunar! Udah semua? Punya gue juga?"

Cewek di hadapan gue pun menoleh, lalu menghampiri temannya itu. "Udah, Audy juga gue fotocopy-in."

"Thank you... Baik banget sih, cantik!" seru temannya gemas. Dan gue setuju akan pujian yang diberikan temannya itu.

Tahun-tahun berlalu, kini gue berada di masuk awal tiga puluhan. Gue penasaran, jika gue mengenakan parfum ini di usia gue yang sekarang, apakah Lunar masih berpikir bahwa itu sebuah hal yang cute?

Anehnya, gue benar-benar ingin menguji hal itu. Gue pun menyemprotkan parfum itu untuk menghadiri acara makan malam ulang tahun Kavin.

****

Seorang perempuan menyambut gue begitu gue tiba di rumah Lunar.

"Sean ya? Gue Alea, sepupunya Lunar." Perempuan itu mengulurkan tangan, yang gue sambut dengan anggukan dan senyuman. "Masuk yuk! Lunar masih di kamar mandi," ucap Alea seraya membimbing gue ke dalam.

Suara ocehan dan keributan anak-anak kecil langsung menggema begitu gue memasuki ruangan.

Dua anak kecil tengah berkejaran sambil mengenakan property mainan masing-masing. Kavin yang sepertinya berperan sebagai penjahat menutup wajahnya dengan topeng. Sedangkan anak perempuan yang mengejarnya mengenakan topi ala polisi lengkap dengan senjata pistol mainan dan menyeret boneka anjing.

"STOP! Angkat tangan!" seru si anak perempuan sambil menodongkan pistol.

Dalam keadaan terjepit, Kavin langsung melirik sekitarnya untuk menghindar. Dan didapati lah gue yang baru datang. Langsung saja ia bersembunyi di balik gue.

"Penjahatnya udah terjepit nih. Udahan ya, mainnya. Film-nya Tamat, yeay!"

"Belum dipenjara, Ma!" seru cewek itu kepada Alea, yang rupanya merupakan ibunya.

"Nggak kok, aku belum ketangkep!" kilah Kavin, lalu menyembunyikan lagi wajahnya di balik tubuh gue.

Mendengar itu, si anak perempuan pun menangis sambil berupaya meraih tubuh Kavin.

THE FAULT IN OUR PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang