Ine, Kyoto, 27 November, tahun yang sama
ー🍁🍁🍁ー
Setelah cerita yang panjang, tidak ada yang berbicara selain dari para burung di lautan yang pulang ke rumah mereka setelah mndapatkan ikan atau kerang untuk makan malam. Ruang tempat mereka duduk seperti terasa lebih berat dan suram, seolah seluruh udara menghilang sehingga bernapas pun rasanya makin sulit karena tegang yang tak berakhir. Sejujurnya masing-masing dari mereka tahu betul kalau reaksi ini akan terjadi jika percakapan mereka selesai.
Kendati demikian, tak ada juga yang bisa datang dengan ide untuk memecah ketegangan. Satoru masih berfokus pada cawan teh yang tidak lagi mengeluarkan asapnya. Satoru terus menatap cawan dengan motif ceruk di tangannya, seolah matanya bisa mengeluarkan laser yang membuat cawan di tangannya hancur berkeping-keping. Sayangnya, Satoru hanyalah manusia biasa dan bukan pahlawan super dengan kelemahan Crypton. Jadi yang bisa Satoru lakukan saat ini hanya menatap cawan dengan pandangan super seram dan tangan yang mengenggam kuat sampai buku-buku jarinya memutih.
"Kenapa kamu menuruti ucapan Sukuna?" Tanya Satoru, yang sebenarnya malah menambah ketegangan di antara mereka berdua.
"Satoru, kamu jelas tahu kenapa...."
"Kita kan bisa membicarakannya, kita bisa mencari jalan keluarnya kalau kau tidak bertindak semaumu seperti biasanya!"
Seruan Satoru seperti pancingan untuk [Name]. Jadilah sang gadis ikut berdiri, berusaha menyejajarkan dirinya dengan tinggi sang lelaki walau sebenarnya hal itu mustahil. [Name] mengangkat tangannya, menunjuk-nunjuk Satoru dengan wajah yang sedikit memerah, "Semauku? Semauku? Satoru! Coba kau pikir, jika saja aku diam dan mengadukannya kepadamu, apa yang akan terjadi? Aku melakukan semua ini untukmu!"
Rahang Satoru mengeras, dia mengusak rambutnya frustasi hingga suara garuk yang begitu memilukan mulai terdengar. Kaki ia hentakkan pada lantai kayu berkali-kali hingga berbunyi duk duk duk yang menyeramkan. Bunyinya seperti suara Oni yang sedang berlari mencari mangsa.
"Berhenti mengatakan kalau semua yang kau lakukan itu untukku!"
Seruan terakhir dari Satoru terdengar menggema di rumahnya disertai dengan suara pecah dari vas bunga yang tanpa sengaja ia jatuhkan dengan tangannya. Setelah itu hanya ada hening dengan suara deburan ombak, juga guntur yang perlahan mendekat dari arah lautan menuju pemukiman di sekitar Ine.
ー🍁🍁🍁ー
Ketika [Name] hendak mengangkat kaki dari rumah Satoru, hujan lebat atau lebih tepatnya mungkin badai datang dari arah lautan. Badai beserta angin kencangnya yang berhasil menerbangkan beberapa pot tanaman di halaman rumah orang-orang melanda Funaya. Mau tidak mau, baik [Name] dan Satoru menurunkan sedikit kecanggungan mereka karena keduanya akan tidur di bawah atap yang sama untuk malam ini.
Satoru menggelar futon di dekat televisi beserta dengan selimut serta bantal kecil. Ia sebenarnya ingin menggelar futon di dekat kasurnya, hanya saja egonya terlalu besar untuk melakukannya. Ia tak ingin mengulang kesalahan yang sama seperti terakhir kali, kesalahan besar karena ia telah membuka hati.
"Kamar mandi ada di dekat tangga," Ucap Satoru, tangannya menunjuk pintu berwarna kayu di dekat anak tangga, kemudian beralih ke sebelah kiri ruang tamu, "Disitu dapur. Ada beberapa mie instan jika kau lapar. Asal nanti di ganti saja," Lanjutnya sebelum beralih menunjuk tangga, "Di atas ada kamarku. Kalau butuh bantuan atau ada sesuatu ketuk saja pintunya."
Setelah penjelasan singkat dari Satoru, keduanya saling mengucap "Selamat Tidur" dengan suara canggung, mereka saling mengurung diri di balik selimut sambil berharap badai cepat berlalu sehingga mereka bisa mengakhiri situasi yang membuat bulu pada tengkuk masing-masing berdiri.
ー🍁🍁🍁ー
KAMU SEDANG MEMBACA
隣の人 『 Gojo Satoru x Readers 』[✓]
Fanfiction- Modern Timeline - Setelah mengalami patah hati yang berat dengan kekasihnya, Gojo Satoru memutuskan untuk pindah ke kota kecil untuk meninggalkan semua kenangan yang dia miliki bersama kekasihnya. Dia membeli sebuah rumah kecil, mencari nafkah, be...