Delapan Belas

213 40 2
                                    

Bintang menatap langit-langit ruang makan. Pikirannya melayang. Sebentar kembali ke waktu di mana dilihatnya Kejora dan pemuda itu, sebentar teringat akan nasihat Nana. Gadis itu menghela napas. Diarahkannya pandangan pada Nana, yang tengah menuangkan mie pada mangkuk. "Jadi, menurut lo, gue lebih baik mundur?" tanyanya dengan nada lesu. Jujur saja, Putri. Berat langkahku untuk mundur walau sekedar selangkah. Sebelum terucap penolakan dari sepasang bibirmu.

Nana tersenyum. "Menurut gue, itu jalan terbaik. Sebelum semuanya makin kacau dan sakit hati lo akan lebih dalam nantinya." Gadis itu menyorongkan mangkuk mie ke hadapan Bintang. Duduk dan mulai menyantap mie jatahnya sendiri.

"Apa enggak sebaiknya gue tunggu? Gue pastikan kalau rasa gue itu memang bertepuk sebelah tangan." Bintang berusaha mencari celah. Tak disentuhnya mie dalam mangkuk di hadapannya.

Nana menghela napas. Tak menoleh dari mienya. "Apa dia menunjukan perilaku kalau dia itu penyuka sejenis atau minimal dia ngasih perhatian lebih ke lo?"

Bintang diam. Berpikir dan mengingat. Gadis itu menghembuskan napas pelan. Kepalanya menggeleng. "Dia memperlakukan gue sama seperti yang lainnya," ujarnya dengan lesu. Diraihnya mangkuk mie dan mulai menyantap isinya dengan malas.

Nana menoleh. Jelas tergambar raut sedih dan kecewa di wajah sahabatnya itu. Ada rasa sedih dalam hatinya. "Ya udah, lo sama Arimbi aja. Dia kan, udah jelas-jelas suka sama lo." Nana menyunggingkan senyuman usil.

Bintang mengangkat wajah dan menatap sebal ke arah sahabatnya. "Iya, dianya suka sama gue! Tapi guenya enggak!"

Nana memamerkan cengiran. "Ya udah sama siapa tuh. Lintang, ya."

Bintang medengus. "Enggak ada yang lebih jelek apa? Saran lo tuh bagus banget loh. Sangat bermanfaat."

Nana terbahak. Nyaris tersedak kuah mie. "Ih, gue masih geli, ya, kalau ingat kejadian di kantin waktu itu. Asli, enggak nyangka gue, sohib yang dinginnya kayak kutub, bisa digila-gilai sama cewek super centil kayak Lintang. Apanya yang bikin tuh cewek tergila-gila sama lo?"

Bintang mencibir. "Dia itu cuma penasaran sama gue. Lo tahu kan, sikap gue kayak apa!?"

"Selain karena penasaran, Kak Lintang tertarik pasti karena Kak Venus itu cantik." Sebuah suara menyela perbincangan kedua sahabat itu.

Kedua gadis, yang tengah duduk berhadapan di meja makan, seketika menoleh dan menatap Kejora dengan wajah tertegun. Sejak kapan kamu di sana, Putri? Apa kamu mendengar semua?, Bintang mendadak gelisah. Nana melirik sekilas sahabatnya.

"Kok bangun?" tanya Nana seraya mengurai senyuman.

"Haus." Kejora berjalan menuju lemari penyimpanan alat makan, meraih sebuah gelas dan berjalan ke arah dispenser. Gadis itu berbalik, masih menjadi objek tatapan sepasang sahabat di meja makan sana. "Pada kenapa sih? Kok lihatnya begitu?" Dahi gadis mungil itu berlipat seketika.

Bintang tersentak dan mengalihkan tatapannya ke arah mangkuk mie. Nana menyeringai. "Habisnya kamu nongol gitu aja. Kita berdua lagi ngobrolin hal serius, kan jadi kaget."

Kejora mendekati meja makan. Meletakkan gelasnya. Tersenyum penuh arti. "Lagi ngomongin Kak Lintang, kan ... Tengah malam masa ngegosip. Tapi, omongan aku tadi benar, kan?!"

Nana terkekeh. "Benar juga sih. Kalau si Codot ini enggak cantik, mana mau si Lintang ngejar-ngejar."

Bintang mengangkat wajah. Mendorong mangkuknya dan melipat tangan di atas meja. Wajahnya sedikit masam. "Hih, kalau boleh milih, gue enggak sudi dikejar sama cewek agresif model Lintang. Senang enggak, pusing dan malu iya. Itu cewek, enggak kenal tempat sama waktu. Enggak bisa lihat gue dikit, langsung nempel kayak cicak ketemu dinding." Bintang mencurahkan rasa kesal dan risih dengan nada ketus.

Bintang Venus (GXG Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang