2

233 71 27
                                    

Zeline melenguh pelan dan berusaha membuka matanya. Begitu kesadarannya terkumpul, dia langsung mengambil posisi duduk karena sebelumnya dia berbaring.

"Kau sudah bangun?"

Suara itu berhasil membuat Zeline tambah terkejut. Dia menoleh ke sumber suara dan mendapati Richard tengah duduk di kursi sambil melakukan sesuatu pada laptopnya.

Persetan!

Zeline tidak peduli pria itu tengah melakukan apa.

"Ini dimana?"

"Rumahku," Richard menjawabnya dengan santai.

"Sialan! Apa maksudmu membawaku kesini?!" Pekik Zeline, dia turun dari kasur dan menghampiri Richard dengan langkah lebar.

"Karena aku memang menginginkannya," Richard masih menjawabnya dengan tenang dan tetap berkecimpung dengan laptopnya.

"Alasan tolol! Kau menculik ku sekarang!"

"Itu karena kau selalu mengabaikan permintaan ku."

"Tentu saja aku punya hak untuk mengabaikannya! Kau pikir kau siapa?"

"Aku Richard Nicolas Abraham."

"Damn!" Zeline menyerah berbicara dengan pria idiot didepannya ini. "Aku ingin pulang."

"Pulang kemana? Ini rumah mu juga sekarang," Richard kini menatap perempuan didepannya.

"Ini tidak akan pernah jadi rumahku! AKU INGIN PULANG!" Teriak Zeline.

Richard menghela napas, dia menyingkirkan laptop yang ada di pangkuannya lalu berdiri dan menatap mata Zeline.

"Ini memang rumahku, tapi apa kau tau sebenarnya kita ada dimana?" Tanya Richard.

"Apa maksudmu?" Tanya balik Zeline.

"Lihat saja keluar jendela," Richard menunjuk jendela dengan dagunya.

Meski awalnya ragu, tapi Zeline menuruti ucapan lelaki itu dan berjalan menuju jendela kamar.

"SIALAN! KENAPA KITA BISA ADA DISINI?!" Pekik Zeline saat matanya kini menangkap menara paling terkenal di dunia, Eiffel.

"Ya, kalau kau mau pulang ke Seoul, pulang saja. Tapi bagaimana caranya? Kau tidak punya uang ataupun pasport. Bahkan kau tidak punya kartu identitas. Kalau kau pergi ke kedutaan besar pun, itu akan percuma karena kau tidak punya dokumen tentang identitas mu. Mereka malah akan curiga kalau kau ini imigran gelap," imbuh Richard.

Zeline mengepalkan tangannya, "apa maumu?!"

Richard tersenyum sejenak, "aku sudah mengirimkan pesan di website milikmu selama tiga bulan berturut-turut. Tapi kau mengabaikan seolah itu hanya lalat. Aku sakit hati, kau tau."

"Jadi kau mau aku bekerja dibawah mu?"

"Benar! Aku ingin seperti itu."

"Kau bisa memilih hacker lain yang tentunya lebih baik dari aku."

Richard menggaruk pelan pelipisnya, berusaha memompa kesabaran untuk menghadapi perempuan didepannya ini. Sial, dia yang biasanya mendapatkan yang dia inginkan dengan mudah, malah harus berada di situasi seperti ini. Tapi Richard harus berusaha. Jangan sebut dia pebisnis jika dia tidak pandai bernegosiasi.

"Tidak bisakah kau setuju saja?" Tanya Richard.

"Aku perlu alasan," sahut Zeline.

Richard meletakkan kedua tangannya di pinggang lalu menengadah, "alasan, alasan, alasan," dia menggumamkan kata yang sama berulangkali.

Tak lama dia kembali menatap Zeline, "karena aku memang menginginkan mu."

"Apa kau tidak punya alasan yang sedikit masuk akal?"

"Aku tidak mengerti kenapa kau terus menolak ku, bahkan saat kita sudah bertemu langsung begini," Richard berujar lesu.

Zeline mengerutkan keningnya, "katakan saja yang sebenarnya!"

"Galak sekali," Richard mengulum bibirnya, "karena kau adalah squirrelone. Aku sudah lama mengincar mu untuk menjadi tim IT pribadiku. Lagipula jika kau mau bekerja padaku, aku akan memberi gaji yang setimpal."

"Bisakah kau katakan secara langsung saja?! Untuk apa kau membicarakan hal yang tak aku pahami?!" Desak Zeline.

"Baiklah, tapi kau harus ikut aku dulu."

"Kemana?"

"Ke tempat dimana aku akan menjelaskan semuanya."

Zeline bersidekap dan memandang Richard dengan curiga. Tapi entah bagaimana pria itu justru malah terlihat meyakinkan. Zeline akhirnya setuju, dan mengikuti langkah kaki Richard.

°  °  °

"Jika ada yang ingin kau ubah, atau kau tambahi, silakan saja," Richard meminum teh yang baru saja disajikan oleh Haris.

Zeline menatap serius kertas yang tengah dia pegang sekarang. Kertas itu berisi kontrak antara dirinya dengan Richard. Secara garis besar, isi kontraknya sendiri adalah Zeline harus bekerja sebagai hacker pribadi Richard selama satu tahun.

Kebutuhan hidup, hingga fasilitas yang dibutuhkan Zeline akan disediakan tanpa terkecuali oleh Richard. Selain itu, Richard juga bersedia membantunya untuk membalas dendam pada orang yang telah menghancurkan hidup kakaknya Zeline.

Hal terakhir itulah yang membuat Zeline kini tergiur untuk menandatangani kontrak dengan Richard.

"Oh, kau rupanya ingin menambahkan poin kontraknya? Baiklah," Richard mengangguk ketika melihat Zeline menuliskan sesuatu di kertas.

"Aku hanya akan bekerja sebagai hacker, tidak ada tugas tambahan lain," Zeline memberikan kertas itu pada Haris.

Richard sontak tertawa mendengar ucapan Zeline, "apa aku terlihat seperti bos bodoh yang menginginkan hal lebih dari pegawai perempuannya?"

"Iya, kau terlihat begitu," Zeline berterus terang.

"Kau tidak percaya kalau aku ini pemegang teguh ungkapan, no sex before marriage?"

"Tapi manusia itu gampang berubah," kata Zeline.

"Hah... Baiklah, terserah kau saja mau menilaiku bagaimana. Karena yang terpenting adalah kinerja mu," Richard menatap Zeline dengan dalam.

"Apa kau lapar?"

Zeline mengangguk pelan.

"Oh, jahatnya aku. Haris, antarkan Zeline ke ruang makan," titah Richard.

"Baik tuan, mari nona Zeline," Haris berjalan lebih dulu.

"Katakan saja pada koki kau mau makan apa."

Zeline mengangguk lalu berdiri dan mengikuti Haris dengan langkah yang dipercepat karena khawatir tertinggal jauh.

Perempuan itu jelas sama sekali tidak menyadari tatapan sendu Richard yang tertuju padanya.

Tapi tak lama, senyum kemudian terbit di wajahnya.

Dan hanya dia saja yang tau apa arti dari senyum itu.

***
29. 8. 2022

Richard... Richard... Baru dua kali ketemu aja udh senyum2 kyk orgil 😂

Apalagi nanti kli yak, pasti bakal ketemu trs. Kering dah tu gigi 🤪

Hmmm.. msh mempertimbangkan badai yg asoy buat versi yg ini hehehe

VERHETETLEN (FOURTH VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang