"I'm no longer virgin."
"Okay, then?"
Lagi-lagi ini bukan reaksi yang Kinara harapkan, pada apa yang dia dengar dari seorang Aringga.
"Mukanya biasa aja, jangan dibikin se-desperate itu. Kamu pikir laki-laki 28 tahun kayak saya, gimana emangnya?"
Kinan menghela nafas panjang. "Saya tetep nolak ini, Aringga."
"Kamu nggak mikirin mama kamu?"
Mama, mama, meninggalpun kenapa harus membebankan sesuatu pada Kinan anak perempuannya.
Katanya, pernikahan ini wasiat. Isinya dia yang harus menikah dengan laki-laki dihadapannya, yang bahkan baru dikenalinya 4 bulan lalu. Mereka bahkan tidak dekat, intensitas pertemuan keduanya tidak begitu banyak, lalu 10 hari setelah ibu Kinan meninggal, ada notaris yang datang, jelas jawabannya untuk memberitahukan wasiat dan segala pembagian harta untuk dia dan kembarannya, Hamish. Tapi apa, untuk mendapat uangnya baik Kinan ataupun Hamish harus terlebih dulu menikah.
Hamish merasa wasiat ibunya tidak seberapa dan tidak seberharga itu, maka dia memilih mendiamkan terlebih dulu. Toh uangnya sendiri saja sudah sangat cukup menghidupi hidupnya. Menjadi pembuat konten di platform youtube dan pelukis ternama yang menjual lukisan bernilai karya seni itu sudah cukup menjanjikan, setidaknya untuk 5 tahun kedepan.
Sekarang dia 26 tahun, ingin mapan terlebih dahulu, dan bukankah 5 tahun lagi umurnya sudah 31 yang mana itu umur matang laki-laki untuk menikah? Bila saat itu sudah, baru Hamish akan mengambil wasiat dan hartanya, jika dia sudah mendapat seorang yang ingin dirinya sendiri pinang.
Namun anehnya, jika Hamish hanya diberi wasiat untuk menikah dengan perempuan yang dia pilih, Kinan lain lagi. Calon Kinan ada dan sudah ditentukan, dan Aringga orangnya.
Tapi kenapa harus dia?
"Selama hidup dia nggak pernah mikirin saya, Aringga. Buat apa saya mikirin itu tua bangke yang udah mati?"
Kalimat yang jahat? Iya. Aringga bahkan melotot merasa sangat tidak nyaman dengan kata-katanya.
"Jangan keterlaluan."
"Kamu jauh lebih paham alasan saya begini, kan, Aringga?" Nadanya mengejek, membuat Aringga terdiam beribu bahasa.
Kinan menghela nafas, tatapannya lurus datar menatap Aringga. "Makanya tolong, batalin aja. Saya nggak mau dulu nikah. Kamu juga harusnya mikir, kita saling cinta aja enggak, masa harus dipaksa nikah? Nikah yang sakral itu jadi harga untuk sebuah warisan? Lagian saya bukan orang yang suka dipaksa."
"Kinara saya juga kan nggak mau maksa kamu. Kan saya bilang, apa salahnya buat kita untuk coba saling kenal dulu? Kalau sampai waktu itu kita masih merasa enggak bisa match, berarti yaudah, jawabannya berarti enggak kan? Kita nggak perlu lanjut kan?"
Setelahnya, ketukan jari pada meja cafe di penghujung sore itu menjadi jeda pada percakapan mereka. Kinan terlihat berpikir meski matanya menatap lurus wajah Aringga. Kebalikannya, lelaki itu tampak tenang dengan tatap tanpa ekspresi.
Kinan bertanya-tanya, berbeda dengan dirinya yang uring-uringan setelah tau perlu menikah untuk mendapat hak harta, kenapa rasanya Aringga sangat tenang seakan dia sudah tau dari lama?
"Kalau udah nyoba dan ternyata hasilnya tetap enggak," kata Kinan kemudian. "Gimana?"
Dari tempat Kinan sekarang, terlihat Aringga membenahi duduknya menjadi tegak, tangannya meraih gelas kopi sejenak, meneguknya sedikit, yang itu semua tak luput dari pandangan Kinan dari sini.
Sampai sudah, sampai sebuah kontak mata lagi-lagi terajut dalam semaraknya kebingungan, Aringga menjawab,
"Kalau gitu saya nggak akan maksa kamu, Ki."
.
..
Aringga Alatas, 28 th.
Kinara Ayunindya, 26 th.
🍁
A Chance To Hold Your Hand
©2022 by Reneedya/Dibuat :
17 Mei 2022/Dipublikasi :
30 Agustus 2022
republish: 15 September 2024/Selesai :
-
KAMU SEDANG MEMBACA
A Chance To Hold Your Hand
Romance"Siapapun termasuk kamu, nggak bertanggung jawab atas kebahagiaan saya. Saya bisa nyari itu sendiri, Aringga." Apa yang ada dalam ekspetasi dan keinginan Kinara adalah menjalani sisa hidupnya bersama orang yang dia cinta, bukan dengan orang baru ya...