02. Dua Opsi

242 48 1
                                    

"Lama amat ih?"

"Sabar!"

Hari ini rencananya Kinan akan pergi belanja bulanan bareng Hamish, mumpung keduanya punya waktu free. Setelah pertemuannya dengan mama dan saudara tirinya kemarin, dia berusaha baik-baik saja didepan Hamish.

Pertemuan kemarin belum Kinan ceritakan, dia ingin waktu yang dia dan saudara kembarnya habiskan hari ini bermakna diisi dengan hanya hal yang baik.

Sampai di supermarket, Hamish memulai percakapan.

"Gimana kemaren ketemu mama?"

Sejenak Kinan berdiam, "Ya kayak biasanya." katanya, sebelum membuka pintu mobil dan keluar. "Ayo ah biar cepet."

Padahal Kinan baru 4 kali menjenguk, dan Hamish lebih banyak. Jika kamu pikir Kinan belum bisa berdamai, memang itu benar adanya, dibandingkan Hamish yang malah kembali membuka gerbang maaf pada ibunya meski sudah ditinggalkan hampir 20 tahun itu.

"Balik kayak abis nangis," ucap Hamish sambil berjalan tanpa menatapnya sama sekali. Kinara menghela nafas, dia memang tak pernah bisa menyembunyikan apapun dari saudaranya ini.

Kinan mengambil troli dan masuk lebih dulu dibanding Hamish, dengan berdiam geming, memasukkan yang harus dibeli, sementara Hamish mengikuti dari belakang.

"Melon."

"Ya."

"Lo bisa cerita ke gue Ki."

"Ya. Nanti."

Menyusuri, mengambil dan berdiskusi meski memiliki suasana yang agak tegang.Sampai sudah cukup lama, dan dihadapan mereka, di rak daging terdengar tawa ringan yang berasal dari keluarga dengan anak sepasang.

Mata keduanya menerawang dalam titik yang sama, pada sebuah keluarga, ibu ayah dengan anak laki-laki dan perempuan yang sedang saling tertawa, entah menertawakan apa.

"Lucu ya," kata Hamish membuat Kinan menatapnya sambil tersenyum.

Lebih lucu jika Hamish tau kemarin Kinan baru bertemu saudara mereka yang lain, yang mendapat kasih sayang terbesar dari mama.

"Syukurnya," Kinan menggantung ucapannya, "anak itu nggak akan jadi kayak kita."

Hamish menegak, melihat hilangnya punggung Kinan yang berbelok rak. Meski Kinan selalu terlihat lebih tegar, nyatanya Hamish tau Kinan lebih rapuh dibanding dia yang sudah sedikit berdamai. Kinan orang yang keras, pada kehendaknya dan dunia, dia tak pernah mau terlihat lemah.

Hamish kembali mendekat. Ikut mengiyakan, menyambung pernyataan Kinan yang tadi. "Kinan."

"Apa?"

"Kita berdua sangat ngerti apa yang pernah mama lakuin—"

"Kita disini buat belanja kan Hamish?" kata Kinan lugas dengan sebuah emosi dimatanya. "Ntaran aja ngomongin tu orang."

"Mama, Ki."

"Setelah apa yang dia lakuin, lo masih mau anggap dia seorang mama?"

"Kita udah lama menderita, kehilangan, 6 tahun lalu juga papa yang gak ada. Kenapa kita gak coba nikmatin waktu yang ada aja sekarang sama mama?"

"..."

"Sampe kapan mau dipenuhin sama benci? Benci gak akan ada habisnya, cuma bikin diri sedih."

"Gak waras emang lo."

Kinan berjalan cepat jauh ke depan membiarkan Hamish dengan trolinya menatapnya dengan perasaan yang bercampur.

Benar, apa yang mama lakukan memang sangat jahat, namun Hamish ingin kembali merasakan figur seorang ibu maka dia memaafkan. Dia berusaha menikmati waktu yang ada, lagipula mama sudah semakin tua dan sakit. Hamish ingin mengajak Kinan untuk berdamai, yang lalu meski sakitnya selalu tertanam namun cobalah ditumbuhi bahagia bersamaan dengan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Chance To Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang